MODUL
5
HORMAT KEPADA ORANG TUA DAN GURU
Kurikulum 2013
Kurikulum 2013
Kompetensi Dasar : 3.5. Memahami Q.S.
Al- Baqarah (2): 83 dan hadits terkait tentang tata krama, sopan-santun, dan
rasa malu.
Tujuan
Pembelajaran:
3.4.1. Menyebutkan dalil
Al Quran (Q.S. Al- Isra (17): 23 dan Q.S. Luqman (31): 14) dan
La Hadis terkait dengan Hormat kepada orang tua dan guru
3.4.3.
Mendeskrepsikan makna hormat kepada orang tua dan guru, kewajiban hormat dan taat kepada kedua orang tua dan
guru, kewajiban hormat dan taat kedua orang tua dan kewajiban hormat dan taat kepada guru
A.
Makna Hormat dan Taat Kepada Orang Tua
Dan Guru
Hormt kepada kepada seseorang tidak berarti seperti hormat
kepada bendera sang saka merah putih dan tidak
hanya pada ucapan. Akan tetapi harus dibuktikan dengan sikap dan
perbuatan. Hormat kepeda kedua orang tua dan guru berarti menghargai apa yang
dikatakannya, mendengar dan memperhatika
baik-baik apa yang dikatakannya, menunujukkan sikap taat dan patuh terhadap apa yang menjadi harapannya. Guru di
sekolah menempati kedudukan orang tua di
rumah. Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Hurairah Rasulullah saw:
إِنَّمَا أَنَا لَكُمْ
بِمَنْزِلَةِ الْوَالِدِ أُعَلِّمُكُمْ فَإِذَا أَتَى أَحَدُكُمُ الْغَائِطَ فَلاَ
يَسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ وَلاَ يَسْتَدْبِرْهَا وَلاَ يَسْتَطِبْ بِيَمِينِهِ ».
وَكَانَ يَأْمُرُ بِثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ وَيَنْهَى عَنِ الرَّوْثِ وَالرِّمَّةِ.
Sesungguhnya saya bagi kamu menduduki sebagai orang tua yang
mengajarkan kamu. Jika datang salah satu di antara kamu buang air, maka jangan
menghdap kiblat, jangan membelakanginya
dan jangan membersihkannya (istinja’) dengan tangan kanannnya. Beliau perintah berintinja’ dengan 3 batu dan melarang berinstinja’ dengan tulang dan kotoran. (HR.
Abu Dawud)
Anak terhadap orang tua dan guru tetap disebut sebagai anak sekalipun sudah dewas, adakalanya anak
terhadap orang tua yang melahirkan dan anak murid terhadap guru yang
mengajar. Orang tua melahirkan anak dari
kandungan sang ibu dan orang tualah yang memperkenalkan benda alam di
sekitarnya. Sedang guru melahirkan anak murid dari alam kebodohan ke
alam kepandaian dan gurulah yang
memperkenalkan kepada Tuhannya. Sebagaimana kata sebagian ulama salaf:
لَوْلاَ الْمُرَبِّي مَا عَرَفْتُ
رَبِّي
Jika tidak ada pendidik (guru) maka aku tidak kenal Tuhanku. [1]
Oleh
karena itu sebagian ulama menybutkaan bahwa “guru adalah bapakmu dalam agama”.[2]
Kewajiban anak terhadap guru sama dengan kewajiban anak terhadap orang tuanya
bahkan lebih tinggi dari itu. Pada pembahasan berikut pada modul ini ketika disebut orang tua
berarti guru masuk di dalamnya.
B. Ayat-ayat
al-Qur’an dan Hadis Hormat Kedada Orang
Tua
Firman Allah dalam QS. Al-Irsa/17: 23 Q.S. Luqman (31): 14
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا
أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا
قَوْلًا كَرِيمًا (23)
Kosa
Kata:
وَقَضَى رَبُّكَ
= Tuhanmu perintah atau
wasiat berpesan
الْكِبَرَ
= usia besar atau usia tua
أُفٍّ
= kata-kata celaka, kasar,
buruk dan merugikan
وَلَا تَنْهَرْهُمَا
= jangan membentak mereka
dengan kata-kata yang kasar
Terjemahan
Dan
Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia. (QS. 17:23)
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا
عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ
الْمَصِيرُ (14)
Kosa kata:
وَوَصَّيْنَا
الْإِنْسَانَ = kami berjanji atau
perintah manusia
وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ =
lemah di atas lemah, sangat lemah
Terjemahan:
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada
dua orang ibubapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.Bersyukurlah kepada-Ku dan
kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS. 31:14)
Di
antara hadis Nabi tentang Hormat
Kepada orang tua Hadis muttafaq ‘Alayh dari Abi Hurairah:
جَاءَ
رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ
مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ
قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ (متفق عليه)
“Datang seorang laki-laki bertanya
kepada Rasulullah saw berkata : Ya Rasulullah siapa di antara manusia yang paling berhak dipergauli secara baik ?
Beliau menjawab : “Ibumu”. Orang itu bertanya lagi : Kemudian siapa lagi ?
Jawab beliau : “Ibumu”. Bertanya lagi : Kemudian siapa lagi ? Beliau menjawab :
“Ibumu” Ia bertanya lagi : Kemudian siapa lagi ? Beliau menjawab : “Kemudian
bapakmu”. (HR Muttafaq ‘Alayh) .
C. Kewajiban
Hormat dan Taat Kepada Orang tua dan Guru
Pada ayat di atas disebutkan kewajiban
berbuat ihsan atau berbuat baik kepada
kedua orang tua وَبِالْوَالِدَيْنِ
إِحْسَانًا dan hendaklah kamu berbuat baik pada
ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Ada beberapa alasan kewajiban hormat dan taat kepada kedua
orang tua:
1.
Perintah berbuat baik kepada kedua orang
setelah perintah menyembah Allah sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Irsa/17: 23. Hal ini menunjukkan ketinggian derajat orang tua yang menduduki
rengking kedua setelah Allah. Kewajiban hormat dan taat kepada kedua orang tua
setelah taat kepada Allah swt. Di
antara hormat kepada kedua orang tua berkata yang baik, lemah lembut, tidak
berkata kasar dan tidak membentak-bentak.
2.
Demikian juga Q.S. Luqman (31): 14
Allah perintah bersyukur kepeda kedua
orang tua setelah perintah bersyukur kepada Allah. أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ = hendaklah kamu bersyukur
kepada-Ku dan kepada kedau orang tuamu. Bersyukur kepada Allah karena Dialah menjadikan
anak dan bersyukur kepada kedua orang tua karena dialah yang mengandung anak
samapai payah dan dialah yang menyusuinya. Pada ayat ini Ibu lebih mendapat perioritas dari pada
bapak dalam soal ketaatan dan hormat anak terhadap orang tua. Karena jasa
seorang ibu memang berbeda dengan seorang bapak, penderitaan seorang ibu untuk
menghidupkan anaknya penderitaan langsung berbeda seorang bapak. Penderitaan seorang ibu mulai dari hamil 9
bulan yang tidak dapat diwakilkan orang lain, kemudian melahirkan yang luar
bisa penderitaanya, taruhannya hanya dua yaitu antara hidup dan mati. Setelah
lahir perawatan, penyusuan, pengasuhan, pendidikan dan lain-lain bertumpu pada
seorang ibu.
3.
Pada Hadis di atas Nabi
menjelaskan dengan tegas, bahwa manusia yang paling berhak dihormati adalah
orang tua dengan urutan ibumu tiga kali kemudian bapakmu.
Begitu Islam menghargai jasa seorang ibu sebagaimana pula pada Q.S.
Luqman (31): 14 di atas. Di sini bukan berarti mengabaikan urusan seorang
bapak. Bapak dan ibu harus bekerja sama dalam membesarkan dan mendidik anak.
Andaikata berbeda antara bapak dan ibu anak hendaknya pandai mengkompromikan
Jika tidak mungkin, ibunya lebih berhak didahulukan baru bapaknya. Contoh yang
ringan, bapak suruh anak membantu bapaknya
mengetik sedang ibu suruh menyapu
dalam waktu yang bersamaan, keduanya tidak bisa dikompromikan.
D. Kewajiban
Anak Tehadap Orang Tua
Hormat
dan Berbuat baik kepada orang tua sepanjang masa baik ketika masih hidup maupun
telah meninggal. Dalam kitab Tanbîh al-Ghâfilîn yang ditulis oleh
al-Muhaddits al-Samaraqandy menjelaskan ada 10 hak orang tua yang masih
hidup yang wajib dilaksanakan oleh anak
dan 3 hak orang tua yang telah meninggal.
I0 kewajiban anak terhadap orang tua yang masih hidup yaitu sebagai
berikut :
1.
Memberi makan ketika dibutuhkan
2.
Memberi pakaian jika diperlukan dan
anak ada kemampuan. Kedua hal di atas merupakan penafsiran ayat QS.
Luqman/31:15 وَصَاحِبْهُمَا
فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا “dan pergaulilah keduanya di dunia
dengan baik”. Makna
pergaulan yang baik adalah memberi makan
ketika orang tua lapar dan memberi pakaian ketika orang tua tidak mampu membeli
pakaian
3. Berkhidmah atau melayani
4. Memenuhi panggilan
5. Taat
selagi tidak maksiat. Dalam ayat QS. Luqman/31 : 15 Allah berfirman :
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ
عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا
“Dan
jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya”.
Sesuai
dengan Hadits yang diriwayatkan Ahmad
dan Thabarani disebutkan Nabi bersabda :
لَا طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي
مَعْصِيَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Tidak ada taat kepada makhluk itu
wajib dalam maksiat kepada Allah” (HR. Ahmad dan Thabarani)
6.
Berbicara di hadapannya dengan lemah lembut
tidak boleh dengan suara kasar dan keras
7.
Tidak memanggil dengan namanya akan tetapi dengan jabatannya yang
terhormat
8.
Berjalan di belakangnya tidak berjalan
di hadapan atau di sampingnya kecuali dengan izin
9.
Berbuat sesuatu yang menyenangkandan
menghindarkan sesuatu yang membencikan
10.
Memohonkan pengampunan setiap mohon pengampunan untuk dirinya baik
orang tua masih hidup maupun telah meninggal.
Sedang
3 kewajiban anak terhadap orang tua yang
telah meinggal sebagai berikut :
1.
Anak tetap menjadi orang shaleh karena
tidak ada sesuatu yag lebih dicintai kepada kedua orang tua dari pada
keshalehan anak
2.
Bershilatur rahim kepada kerabat orang
tua dan teman-temannya ketika masih hidup
3.
Memohonkan pengampunan, mendo’akan dan
bersedekah untuk kedua orang tua.
Sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abi Usayd Malik bin Rabi’ah al-Sa’idy berkata : Ketika
kita di hadapan Nabi ada seorang laki-laki dari Bani Salamah bertanya : Ya
Rasulallah apakah aku masih bisa berbuat baik kepada kedua orang tuaku yang telah meninggal beliau menjawab :
نَعَمْ
الصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا وَالِاسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ
بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لَا تُوصَلُ إِلَّا بِهِمَا وَإِكْرَامُ
صَدِيقِهِمَا (أخرجه البخاري وابو دود)
“Ya yaitu
mendoakan atas mereka, membacakan
istighfar, memenuhi janjinya setelah meninggal, shilatur rahim kepada kerabat
yang tidak dishilah kecuali oleh mereka
dan memuliakan teman-teman mereka”. (Bukhari dan HR Abu Daud)
Imam Muslim meriwayatkan bahwa
Ibn Umar ketika bertemu dengan seorang laki-laki Baduwi di jalan menuju Mekkah memberi salam
kepadanya dan diajak naik di atas kendaraan keledainya kemudian diberi hadiah
serban yang ada di kepalanya. Ibnu Dinar
berkata : Semoga Allah membuat damai hatimu, dia orang Baduwi kok menerima yang
sedikit. Abdullah menjawab : “Sesungguhnya bapaknya orang ini dulunya
kekasih Umar bin al-Khathab (bapak saya)”.
Aku mendengar Rasulullah saw bersabda :
إِنَّ
أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ (مسلم)
“Sesungguhnya kebaikan yang paling baik adalah shilah anak terhadap keluarga kekasih
bapaknya”. (HR Muslim)
Hormat
dan taat kepada kedua orang tua
merupakan perbuatan yang lebih disukai Allah
bahkan merupakan kewajiban bagi setiap anak, terutama terhadap ibu nya.
E. Kewajiban
Hormat dan Taat kepada Guru
Homat dan taat seorang murid terhadap guru suatu kewajiban sebagaimana yang
disebutkan dalam Hadis Rasulillah saw:
عَنْ
عُمَرَ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ
عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثـِــّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ
يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ
يَعْرِفُهُ مِنَّا أّحَدٌ حَتىَّ جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ، وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى
فَخِذَيْهِ وَقَالَ : يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِي عَنِ الإِسْلاَمِ، فَقَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الإِسْلاَمُ أَنَ تَشْهَدَ أَنْ
لاَ إِلَه إِلاَّ اللهِ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ... (رواه مسلم)
Dari Umar bin al-Khathab ra
berkata : Pada suatu hari ketika kami ada di samping Rasul datanglah seorang
laki-laki yang berpakaian sangat putih, berambut sangat hitam, tidak diketahui
dari arah mana dia datang dan tidak ada yang mengenalnya di antara kami seorang
pun, sehingga dia duduk mendekati Nabi dan menyandarkan kedua lututnya pada
kedua lutut Nabi dan meletakkan kedua telapak tangannya ke atas kedua pahanya.
Lalu berkata : “Hai Muhammad beritakan
padaku tentang Islam”. Lalu Rasul bersabda :“Islam itu, kamu bersaksi
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwasanya Muhammad itu utusan Allah…,(HR. Muslim)
Hadis
di atas mengajarkan kepada para sahabat dan kita
semua tentang rukun agama yaitu ada 3 perkara ; Iman, Islam dan Ihsan
serta tanda-tanda hari kiamat. Ketika
malaikat Jibril menjelma seperti seorang laki-laki yang berpakaian putih dan
berambut hitam muncul di hadapan Nabi.
Namun para sahabat yang duduk bersama Rasulillah tidak ada yang tahu dari mana
munculnya seorang putih tersebut, tahu-tahu di hadapan beliua“ menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut Nabi
dan meletakkan kedua telapak tangannya ke atas kedua pahanya.
Kondisi ini mendidik etika atau adab para pelajar, murid dan santri di hadapan
seorang alim atau gurunya. Duduk yang paling sopan
di hadapan Rasulillah seperti kondisi duduk
tahiyyat awal (iftirâsy) atau tahiyyat akhir (tawarruk) dalam shalat atau minimal bersila.[3]
Dunia pendidikan modern sekarang menggunakan kursi, bangku dan lain-lain.
Tentunya sekalipun duduk etika seperti di atas sulit dilaksanakan
pada saat sekarang karena situasi dan kondisi. Namun, pesan moral
penting di sini adalah tetap menjaga sopan santun di hadapan guru sesuai dengan
tradisi dan budaya setempat misalnya tidak etis duduk
salah satu kakinya di atas yang lain atau di atas kursi atau meja dan
lain-lain.
Dalam berbagai kitab Akhlak disebutkan kewajiban hormat dan
taat kepada guru. Salah satunya kitab Ta’lîm al-Muta’allim dijelaskan
bahwa guru bagaikai seorang dokter ahli yang memberikan terapi atau pengobatan.
Bagaimana seorang pasien bisa sembuh kalau tidak patuh saran-saran dokter.[4]
Di antara
penghormatan dan kepatuhan seorang murid terhadap gurunya sebagaimana
penjelasan al-Zarnujiy adalah sebagai berikut:
1.
Tidak berjalan di depannya
2.
Tidak duduk di tempat duduknya
3.
Tidak memulai berbicara di hadapannya
kecuali ada izin
4.
Tidak bertanya sesuatu pada saat kecapaian
5.
Memelihara waktu, tepat waktu dan
disiplin
6.
Tidak mengetuk pintu sehingga keluar
dari rumahnya
7.
Menghormati anak-anaknya dan yang
berkaitan dengan guru seperti kerabat dan pembantunya.[5]
Intinya kewajiban anak murid adalah mencari rida guru, menjauhi murkanya, mematuhi segala perintah
selagi tidak maksiat kepada Allah swt. Berikutnya dikatakan:
فَمَنْ يُؤْذِي أُسْتَاذَه يُحْرَمُ بَرَكَةَ الْعِلْمِ وَلَا
يَنْتَفِعُ بِهِ إلَّا قَلِيلًا
Barang siapa yang menyakiti gurunya maka terhalang
keberkahan ilmunya dan tidak bermanfaat ilmunya melainkan sedikit.[6]
Guru dan orang
tua tidak minta dihormati oleh anak-anaknya, akan tetapi kewajiban anak-anak
adalah menghormati dan mentaati mereka. Menghormati dan mentaati guru dan orang
tua adalah kebutuhan anak-anak semata bukan kebutuhan guru dan orang tua.
F.
Rangkuman
Hormat
kepada orang tua dan guru berarti
mematuhi segala perintahnya selagi tidak maksiat kepada Allah,
mencari ridanya dan menghindari ucapan atau pebuatan membuat mereka murka. Guru menempati kedudukan orang tua
bahkan lebih tinggi dalam agama, karena dialah memperkenalkan Tuhan dan
kewajiban terhadap-Nya. Baik ayat-ayat al-Qur’an maupun berbagai Hadis perintah hormat dan taat kepada kedua orang
tua setelah perintah menyembah kepada Allah swt. Hormat dan patuh kepada kedua
orang tua dan guru tidak melebihi patuh kepada Allah swt.
Hormat
kepada orang tua dan guru berlangsung baik ketika masih hidup maupun setelah
wafat. Penghormatan ketika masih hidup selayaknya diberikan sebagai orang yang
memiliki berbagai kelebihan. Hormat anak murid di hadapan guru seperti yang
digambarkan Jibril di hadapan Nabi ketika bertanya tentang Islam, duduk sopan
seperti tahiyyat dalam shalat dengan melipat kedua kakinya kedua lututnya
disandar pada kedua lutut Nabi dan kedua tangannya diletakkan di atas kedua
pahanya. Sedangkan setelah wafat bentuk
penghormatan adalah memohonkan ampunan dan mendoakan.
G. Latihan
1.
Certitakan secara singkat Alqamah
akibat durhakanya kepada ibundanya
2.
Certitakan secara singkat Juraij akibat durhakanya
kepada ibundanya sebagaimana yang disebutkan dalam Hadis
MODUL
6
TATA KRAMA & SOPAN SANTUN
Kompetensi Dasar : 3.5.
Memahami Q.S. Al- Baqarah (2): 83 dan hadits terkait tentang tata krama,
sopan-santun, dan rasa malu.
Tujuan
Pembelajaran :
3.5.1. Menyebutkaan dalil Al Quran (Q.S. Al- Baqarah (2): 83) dan Al Hadis terkait dengan Tata Krama dan
Sopan Santun
3.5.32 Mendeskripsikan
pPengertian Tata Krama dan Sopan Santun, kKeseimbangan antara bertatakrama dan
sopan santun dengan Allah dan sesama manausia,kewajiban bertatakrama dan sopan
santun dengan Allah, danewajiban bertatakrama dan sopan santun dengan manusia
A.
Pengertian Tata Krama dan Sopan Santun
Secara umum tata karma, sopan santu,
budi pekerti, etika, dan adab adalah satu makna dan satu pengertian yakni sifat
terpuji, sekalipun terkadang berbeda karena konteks dan cakupannya berbeda.
Sopan santun adalah budi pekerti yang baik, tata karma, peradaban, dan
kesusilaan.[7] Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan
apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral.[8]
Adab adalah kehalusan dan kebaikan budi pekerti, kesopanan, akhlak.[9]
Akhlak lebih dekat sumber nilainya baik
dan buruk dari agama. Sedang
adab sumber nilainya baik dan buruk mencakup agama, budaya, dan tradisi. Tata karma, budi pekerti dan etika lebih
cenderung pada budaya, tradisi, dan logika sekalipun wujudnya juga diwarnai
agama. Ia masih bersifat mutlak belum ada keterikatan nialai
tertentu. Semua istilah di atas adalah
merupakan sifat baik yang sudah dibiasakan
sehingga menjadi kepribadian.
Tata karma, adab dan sopan santun di
sini dimaksudkan bersifat nashshiy berdasarkan al-Qur’an Hadis dan ijitihadiy
berdasarkan budaya dan tradisi yang diseleksi secala islami. Kata akhlak (akhlâq)
dalam al-Qur’an hanya disebutkan mufradnya khuluq dua kali yaitu QS.
al-Syu’ara/26: 137 dan QS. Nun (al-Qalam)/68: 4. Sedang kata adab atau budi
pekerti tidak ada satu ayatpun yang menjelaskannya.
Adab, budi pekerti, dan sopan santun
ini sangat penting dalam beragama. Ada beberapa Hadis yang menyebutkan adab
sekalipun tidak banyak. di antaranya Hadis yang diriwayatkan oleh
al-Baihaqi dan Ahmad dari al-‘Ash Rasulullah bersabda:
« مَا نَحَلَ
وَالِدٌ وَلَدًا خَيْرًا لَهُ مِنْ أَدَبٍ حَسَنٍ »
Orang tua tidak memberi sesuatu yang lebih baik dari pada
adab (budi pekerti) yang baik. (HR. al-Baihaqi dan Ahmad)
Rasulullah
bersabda dalam Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu al-Sam’aniy dari Ibnu Mas’ud
sekalipun Hadis ini tidak shahih (wahî=lemah):
أدَّبَنِى
رَبِّى فَأَحْسَنَ تَأْدِيْبِيْ
Tuhanku menngajarkan adab kepadaku, maka menjadi baik adabku
(HR. Ibnu al-Sam’aniy[10])
al-Baihaqi
juga meriwayatkan dari Utsman al-Hathibiy, bahwa Ibnu Umar berkata kepada
seorang laki-laki:
أَدِّبِ ابْنَكَ فَإِنَّكَ
مَسْئُولٌ عَنْ وَلَدِكَ مَاذَا أَدَّبْتَهُ ، وَمَاذَا عَلَّمْتَهُ ، وَإِنَّهُ
مَسْئُولٌ عَنْ بِرِّكَ وَطَوَاعِيَتِهِ لَكَ.
Ajarkan
adab kepada anakmu, sesungguhnya
engkau dimintai pertanggung jawaban tentang anakmu, sudahkah engkau berikan adab,
apa yang engkau ajarkan kepadanya. Sesungguhnya engakau dimintai pertanggung
jawaban tentang kebaikan dan ketaatannya
kepada engkau. (HR. al-Baihaqi)
B.
Ayat-ayat al-Qur’an dan Hadis tentang Tata Krama & Sopan Santun
Firman
Allah dalam QS. Al-Baqarah/2: 83
وَإِذْ أَخَذْنَا
مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ
إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ
حُسْنًا وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلَّا
قَلِيلًا مِنْكُمْ وَأَنْتُمْ مُعْرِضُونَ (83)
Kosa Kata:
وَإِذْ أَخَذْنَا
مِيثَاقَ = ketika Kami mengambil
janji Bani Israil dalam kitab Taurat
وَبِالْوَالِدَيْنِ
إِحْسَانًا = berbuat ihsan kepada
kedua orang tua yakni berbuat baik
وَذِي الْقُرْبَى = kerabat, ada hubungan
dekat dengan rahim (kelahiran) dari
bapak dan ibu
Terjemahan:
Dan
(ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil
(yaitu):"Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada
ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta
ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan
tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebagian
kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling. (QS. 2:83)
عَنْ
عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: إِنَّ
مِنْ أَكْبَرِ الْكَبائِرِ أَنْ يَلْعَنَ الرَّجُلُ والِدَيْهِ قِيلَ يا رَسُولَ
اللهِ وَكَيْفَ يَلْعَنُ الرَّجُلُ والِدَيْهِ قَالَ: يَسُبُّ الرَّجُلُ أَبا
الرَّجُلِ فَيَسُبُّ أَباهُ وَيَسُبُّ أُمَّهُ (متفق عليه)
Kosa
kata:
يَلْعَنَ
الرَّجُلُ = seorang laki-laki mengutuk, mencela, mencaci
الْكَبائِرِ =
dosa besar, disebut dosa besar karena bahaya yang diakibatkannya besar
Terjemahan:
Dari Abdillah bin Amr berkata:
Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya di aantara dosa besar yang paling besar
adalah kutukan seorang laki-laki terhadap kedua orang tuanya. Ditanyakan (oleh
seorang sahabat) Ya Rasulullah bagaimana seorang laki-laki itu nebgutuk kedua
orang tuanya ? Beliau menjawab: “Seorang
laki-laki itu mencela bapaknya laki-laki lain, maka ia mencela (membalas cela)
kepada bapak dan ibunya”. (HR. Muttafaq Alaih)
C.
Keseimbangan Tata Krama dan
Sopan Santun
Islam agama yang seimbang, segala ajarannyapun juga seimbang.
Keseimbangan antara dunia dan akhirat, seimbang antara kebutuhan jasmani dan
ruhani, seimbang antara ibadah dan muamalah, seimbang antara kebutuhan
individual dan social. Ayat di atas menjelaskan keseimbanag antara adab atau
tatakrama dengan Tuhan dan dengana
sesame manusia, yakni orang tua, kerabat, anak yatim dan sesama manusia.
Sebagaimana Allah mengambil janji Bani
Israil dalam kitab Taurat melalui para nabinya untuk melaksanakan
perintah-perintah-Nya. Ayat di atas juga
mengambil janji kepada umat Muhammad
agar melaksanakan perintah Allah secara patuh dan tulus tidak seperti Bani
Israil, tetapi hanya sedikit yang tidak berpaling di antara mereka.
Ayat di atas
perintah bertata karma atau bersopan santun kepada Allah dan kepada sesama manusia secara seimbang;
1.
Bertata krama dan sopan
santun kepada Allah adalah tidak menyembah selain kepada Allah, mendirikan
shalat dan menunaikan zakat. Di sini ada keseimbangan antara ibadah, akidah dan
akhlak, antara ibadah yang berhubungan langsung dengan Allah seperti shalat dan berhubungan dengan manusia seperti zakat.
2.
Bertata karma dan sopan
santun dengan sesama manusia yakni
berbuat ihsan (kebaikan) kepada orang tua, kerabat, yatim, miskin dan semua
manusia. Perbuatan ihsanpun ada keseimbangan antara perbuat dan ucapan, perbuatan
baik dan ucapan yang baik pula.
Dalam Hadispun Rasulullah
selalu menyampaikan keseimbangan antara
hak Allah dan hak manusia. sebagaimana Hadis yang diriwayatkan al-Bukhari dari
Anas, ketika Nabi ditanya tentang dosa besar beliau menjawab:
الإِشْراكُ بِاللهِ، وَعُقوقُ الْوالِدَيْنِ، وَقَتْلُ النَّفْسِ،
وَشَهادَةُ الزّورِ(أخرجه البخاري)
Dosa besar adalah menyekutukan Allah, durhaka kepada
kedau orang tua, membunuh jiwa dan
saksi palsu. (HR. al-Bukhari)
Hadis di atas menyebutkan adab atau tata karma yang buruk
secara simbang dengan Allah dan sesame manusia. Adab buruk dengan Allah adalah
menyekutukan-Nya dengan sesuatu. Sedang adab yang buruk dengan sesame manusia
yang paling buruk adalah durhaka kepada kedua orang tua, membunuh jiwa dan saksi
palsu.
Dengan demikian, tidak cukup manusia hanya bersikap baik
dengan Allah tetapi bersikap buruk dengan sesame manusia. Tidak selamat manusia
beradab, bertata karma dan bersopan santun yang baik dengan Allah tetapi
beradab buruk dengan sesama manusia.
D.
Kewajiban Bertata Krama
dengan Allah
Sebagaimana disebutkan pada
QS. Al-Baqarah/2: 83 yaitu Bertata krama dan sopan santun kepada Allah adalah:
1.
Tidak menyembah selain
kepada Allah,
2.
mendirikan shalat dan
3.
menunaikan zakat.
Perintah Allah tidak
menyembah selain Allah adalah bermakna tauhid yaitu dengan mengesakan-Na, membenarkan para Rasul
dan mengamalkan kitab yang diturunkan kepada mereka. Perintah shalat aspek
ibadah dan zakat aspek social. Shalat dilakukan Bani Israil sesuai dengan cara
pada masanya. Sedang zakat menurut Ibnu Athiyah sebagaimana dikutip
al-Syaukani: Mereka meletakkan harta zakat itu di suatu tempat kemudian api
turun datang untuk memakannya jika diterima dan api itu tidak turun bagi zakat
yang tidak diterim.[11]
Beberapa hal yang diperintahkan
kepada Bani Israil di atas juga diperintahkan kepada umat Nabi Muhammad dan
Bani Israil yang hadir masa Nabi Muhammad saw karena mereka juag sama dengan
para pendahulunya, kecuali sedikit di antaranya Abdullah Salam dan
teman-temannya.[12] Jika seseorang menyembah Allah tetapi juga menyekutukan-Nya
dengan seauatu berarti ia tidak mempunyai adab dan tidak punya sopan kepada
Allah. Bagaimana orang tersebut sopan kalau ia lahirnya shalat menyembah Allah,
tetapi hatinya pamer, riya, dan ingin dipuji manusia. Bagaimana seorang itu
disebut sopan, kalau ia menyembah batu, pohon, pangkat, jabatan, uang, wanita
dan lain-lai. Sementara Allahlah sesungguhnya yang menciptakan dia dan yang menciptakan benda-benda itu.
Seorang yang sopan santun
dengan Allah selalu melaksanakan shalat. Dirikanlah shalat (وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ), mendirikan shalat berbeda
dengan melaksanakan shalat. Makna mendirikan shalat adalah mensdirikannya secara kontinew terus temerus sampai mati
sedang melaksanakan berarti mungki sekali-kali atau terkadang. Orang yang sopan
dengan Allah berarti selalu mengerjakan shalat dan dilaksanakan secara khusyu’
dan sempurna
Zakat wajib
dikeluarkan bagi yang berharta mencapai ukuran minimal zakat (nishab). Zakat
yang dikeluarkan semata tanda syukurnya kepada Allah yang telah memberi
kelimpahan harta benda dan sebagai tanda syukurnya kepada fakir miskin yang
telah banyak membantu usahanya sehingga sukses. Orang kaya yang tidak
mengeluarkan zakatnya berarti tidak sopan dengan Allah.
Yatimin
Abdillah menyebutkan
secara garis besar akhlak manusia dengan Allah adalah tawakkal hanya kepada
Allah semata, bersyukur hanya kepada Allah, beribadah hanya kepada Allah, minta
pertolongan hanya kepada Allah, ikhlas dan rida
akan segala keputusan Allah.[13]
Akhlak di atas hanya menekankan pada aspek tauhid dan ibadah saja
belum menampakkan social sebagaimana
dalam al-Qur’an di atas.
E.
Kewajiban Bertata Krama
dengan Manusia
Urutan manusia yang paling berhak
mendapatkan perlakuan tata karma dan sopan santun yang baik adalah sebagaimana disebutkan dalam
QS. Al-Baqarah/2: 83 yaitu sebagai
berikut:
1.
Orang tua,
Orang
pertama yang berhak mendapat penghargaan tata karma dan sopan santun adalah
orang tua. Bertata karma dengan kedua orang tua berarti mempergauli dengan baik
(mu’âsyarah bi al-ma’rûf), rendah hati (tawâdhu’) di hadapannya,
mengikuti segala perintahnya dan segala
hak orang tua yang diwajibkan Allah swt. [14]
Karena merekalah yang menjadi sebab wujudnya
anak, merekalah yang merawat anak sejak kecil. Kata “Ihsan” berbuat baik
berarti berbuat sesuatu yang melebihi dari kewajiban.[15]
Berdosa
besar seorang anank yang tidak punya sopan santun kepada kedua orang tuanya
yakni anak yang mengutuk, mencaci atau mencela kepada orang tuanya baik secara
langsung maupun tidak secara langsung. Pada Hadis di atas yang muttafaq
‘alaih menjelaskan keadaan anak yang
mengutuk orang tuanya sendiri. Yakni anak itu mencela bapaknya seorang
anak lain, kemudian ia membalas mencela bapaknya. Maka ia berarti sama dengan
mencela bapaknya sendiri.
2.
Kerabat sanak famili,
Kerabat adalah orang kedua setelah orang tua. Tata karma dengan kerabat adalah dengan
mengadakan shilaturrahim dan membantu segala yang dibutuhkan sesuai dengan
kemampuan. Andaikata semua orang melakukan hal ini yakni bertanggung jawab
terhadak kerabat, bertata karma dengan kerabat maka tidak ada keluarga yang
kekurangan. Kerabat ini jika miskin memiliki dua hak; yaitu hak miskin dan hak
kerabat. Hadis yangdiriwayatkan imam
Ahmad dari Salman bin Amir, Rasulullah saw bersabda:
الصَّدَقَةُ عَلَى الْمِسْكِينِ
صَدَقَةٌ وَالصَّدَقَةُ عَلَى ذِي الرَّحِمِ اثْنَتَانِ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ
Sedekah terhadap miskin
adalah sedekah sedang sedekah terhadap kerabat mempunai dua pahala yaitu pahala
sedekah dan pahala shilaturrahim (HR. Ahmad)
3.
Anak-anak yatim
Anak yatim adalah anak yang ditinggal wafat bapaknya semasa usia masih kecil, sedang
yatim pada binatang adalah yang ditinggal mati ibunya. Anak yatim kehilangan seorang bapak yang mengurus kehidupannya. Tata karma
terhadap anak yatim menjadikan masyarakat Islam sebagai bapaknya yang
melindungi dan mencukupi segala kebutuhannya.
Hadis yang diriwayatkan al-Bukhari dari Sahal bin Sa’ad Rasulullah saw
bersabda:
(( أَنَا وَكَافلُ اليَتِيمِ في الجَنَّةِ
هَكَذا )) وَأَشارَ بالسَّبَّابَةِ وَالوُسْطَى ، وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا (رواه
البخاري)
Saya dan yang mengurus
yatim di dalam surga begini, beliau
isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah dan merenggangkan antara keduanya.
(HR. al-Bukhari)
Secara umum al-Qur’an memandang perlunya bertata karma
dengan anak yatim:
a.
Berbuat baik sebagai tanda orang yang benar imannya
b.
Menyantuni adalah kewajiban
social setiap orang Islam
c.
Membela dan melindungi
adalah salah satu perjuangan Islam
d.
Problema social timbul
karena empat sebab; a) tidak memuliakan anak yatim, b) tidak memberi makan
kepada orang miskin, c) memakan kekayaan dengan rakus, d) mencintai harta benda
secara berlebihan
e.
Bila orang membagikan harta
warisan diperintahkan agar sebagian
dibagikan kepada kerabat, yatim, dan msikin yang tidak mempunyai hak waris
f.
Orang Islam diperintahkan
berhati-hati dalam memelihara harta anak yatim, jangaan dicampur adukannya
dengan harta sendiri, karena memakan harta anak yatim berdosa besar.
g.
Orang Islam dilarang
mempelakukan anak yatim seweang-wenang
dan dilarang menghardiknya.[16]
4.
Orang miskin
Miskin lebih sengsara
dibandingkan fakir, miskin tidak
memiliki pekerjaan yang tetap dan tidak memiliki harta apa-apa untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Tata karma terhadap orang miskin menjadikan masyarakat Islam bertanggung jawab
terhadap kemiskinan mereka dengan bantuan harta zakat, sedekah dan infak.
Dengan demikian akan menghilangkan rasa benci dan dendam.
5.
Semua manusia
Tata karama dengan sesama manusia dengan ucapan yang baik menurut syara’ sebagian ulama mengatakan
ungkapan kalimah tauhid [17]
dan menurut logic. Rasulullah saw bersabda pada Hadis yang diriwayatkan oleh
al-Turmudzi dari Muadz bin Jabal:
(( اتَّقِ الله حَيْثُمَا كُنْتَ وَأتْبعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ
تَمْحُهَا ، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ )) رواه الترمذي ، وَقالَ : ((
حديث حسن )) .
Takutlah kepada Allah di mana saja
engkau berada, ikutilah kejahatan dengan kebaikan maka ia menghapuskannya dan
pergaulan manusia dengan akhlak yang baik. (HR. al-Turmudzi dan berkata Hadis
hasan)
F.
Rangkuman
Tata
karma, adab dan sopan santun di sini dimaksudkan bersifat nashshiy
berdasarkan al-Qur’an Hadis dan ijitihadiy berdasarkan budaya dan
tradisi yang diseleksi secala islami.
Ayat di atas QS.
Al-Baqarah/2: 83 perintah bertata karma atau bersopan santun secara seimbang antara kepada Allah dan kepada sesama manusia:
1.
Bertata krama dan sopan
santun kepada Allah adalah tidak menyembah selain kepada Allah, mendirikan
shalat dan menunaikan zakat. Di sini ada keseimbangan antara ibadah, akidah dan
akhlak, antara ibadah yang berhubungan langsung dengan Allah seperti
shalat dan berhubungan dengan manusia
yakni zakat.
2.
Bertata karma dan sopan
santun dengan sesama manusia yakni
berbuat ihsan (kebaikan) kepada orang tua, kerabat, yatim, miskin dan semua
manusia. Perbuatan ihsanpun ada keseimbangan antara perbuat dan ucapan,
perbuatan baik dan ucapan yang baik pula.
G.
Latihan
1.
Diskusikan dengan teman-teman kelas saudara tentang
panti jompo
2.
Diskusikan dengan teman-teman kelas
saudara tentang zakat harta (mal) diurus
negara
MODUL 7
BERPIKIR KRITIS DAN
BERSIKAP DEMOKRATIS
Kompetensi
Dasar : 3.1.
Menganalisis Q.S. Ali Imran (3): 190-191, dan Q.S. Ali Imran (3): 159, serta
hadits tentang berpikir kritis dan bersikap demokratis
Tujuan
Pembelajaran :
3.1.1. Menebutkan dalil Al Quran (Q.S.
Ali Imran (3): 190-191, dan Q.S. Ali Imran (3): 159) dan Al Hadis terkait dengan berfikir kritis
3.1.2. Mendeskripsikan
makna berfikir kritis (ulil Albab) dan bersikap demokratis, Ciri-ciri berfikir kritis
(ulil Albab), Ciri-ciri bersikap demokratis
dan Langk-langkah dalam membangun berfikir kritis
dan bersikap demok ratis
A.
Makna Berfikir Kritis (ulil Albab) dan Bersikap
Demokratis
Kritis dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia diartikan bersifat tidak lekas percaya; bersifat selalu berusaha
menemukan kesalahan atau kekeliruan;
tajam dalam penganalisisan.[18]
Maknanya kritis sama dengan cerdas, berfikir kritis adalah berfikir
cerdas, tajam, dan pandai. Cendekia
diartikan sebagai cepat mngerti situasi
dan pandai mencari jalan keluar. Sedangkan cendekiawan adalah orang yang
cerdik pandai, orang intelek atau orang yang memiliki sikap hidup yang terus
menerus meningkatkan kemampuan
berpikirnya untuk dapat mengetahui atau memahami sesuatu.[19]
Dalam al-Qur’an berfikir kritis ini salah satunya disebut sebagai Ulil Albab
yang berarti orang berakal cerdas. Kata Ulil Albab disebut 16 kali dalam
al-Qur’an salah satunya disebutkan dalam QS. Ali Imran/3: 190.
Bersikap demokratis
berarti bersifat demokrasi, yang berarti (bentuk atau sistem) pemerintahan yg
seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya; pemerintahan
rakyat; atau
gagasan atau pandangan hidup yg mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta
perlakuan yang sama bagi semua warga negara.[20]
Bersikap demokratis berarti sikap pandangan hidup mengutamakan persamaan hak
dan kewajiban atau perlakuan yang sama bagi semua warga Negara. Demokrasi
berasal dari bahasa Yunani. Yakni kata “Demos” berarti rakyat atau penduduk
suatu tempat dan “cratein” atau “demos” yang berate kekuasaan atau kedaulatan,
dengan demikian maka demokrasi dapat diartikan kekuasaan atau kedaulatan
rakyat.Demokrasi juga diartikan kerakyatan, pemerintahan atas
azaz kerakyatan, pemerintahan rakyat.[21] Azaz demokrasi adalah musyawarah dalam
segala hal yang menyangkut orang lain, ditentukan secara bersama untuk
kepentingan bersama. Azaz musyawarah disebitkan dalam QS. QS. Ali Imran /3: 159
yang akan dibahas pada pembahasan berikut nanti. Wujud demokrasi dalam suatu Negara adalah
majlis syura atau MPR (Majlis Permusyaratan Rakyat). Menurut al-Maududiy
pemerintahan theo-demokrasi pernah dikembangkan
pada pemerintahan Khulafaur rasyidin yang merupakan pelanjut kepemimpnan
Rasulillah saw wafat. Theo-demokrasi diartikan bahwa Islam memberikan kedaulatan itu tidak mutlak karena
dibatasi oleh norma-norma yang datangnya
dari Tuhan, dengan kata lain kedaulatan
rakyat terbatas di bawah pengawasan Tuhan.[22]
Secara sederhana sikap demokratis dapat
diartikan adalah sikap menghargai
pendapat orang lain dan sikap
menerima pendapat orang lain, sikap mau
mengkrtik dan mau dikritik dan lain-lain.
B.
Ayat al-Qur’an Hadis tentag Berpikir Kritis
Dan Bersikap Demokratis
Firman
Allah dalam QS. Ali Imran/3: 190-191
إِنَّ فِي خَلْقِ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي
الْأَلْبَابِ (190) الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى
جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا
خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (191)
Kosa Kata:
فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ =
dalam ciptaan langit dan bumi, keindahan dan kekuasaan
لَآيَاتٍ = sungguh menjadi tanda-tanda kekuasaan Allah
لِأُولِي الْأَلْبَابِ = bagi orang-orang berakal,
berpikir kritis
يَذْكُرُونَ
اللَّهَ = menyebut Allah, dzikir
kepada Allah, mengingat Allah
Terjemahan:
Sesungguhnya
dalam penciptaan langit langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (QS. 3:190)
(yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata):"Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha
Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. 3:191)
Firman Allah dalam QS. Ali Imran /3: 159
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا
غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ
لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ (159)
Kosa
Kata:
لِنْتَ لَهُمْ
=engkau lemah lembut kepada
mereka
فَظًّا غَلِيظَ
الْقَلْبِ =keras, kejam dan kasar
hati
فَإِذَا عَزَمْتَ
= jika engkau berazam,
bercita-cita, berencana, membulatkan tekad
Terjemahan:
Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS. 3:159)
Hadis Nabi tentag Berpikir Kritis
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ
كَرَمُ الرَّجُلِ دينُهُ وَمُرُوءَتُهُ عَقْلُهُ وَحَسَبُهُ خُلُقُهُ (أحمد )
Kosa Kata:
َمُرُوءَتُهُ
= kehormatan dirinya
حَسَبُهُ
= kedudukannya
Terjemahan
Dari Abi Hurairah ra dari Nabi saw bahwa beliau bersabda : “Kemuliaan
seseorang bergantung pada agamanya, kehormatan diri bergantung pada akalnya, dan kedudukannya pada akhlaknya”. (HR. Ahmad)
C.
Ciri-ciri Berfikir Kritis (Ulil Albab),
Ciri sikap demokratis
sebgaimana yang disebutkan dalam QS. Ali Imran/3: 190-191 ada tiga cirri utama; yaitu berdzikir, memikirkan atau mengamati fenomena alam dan berkreasi. Dari uraian
tersebut dapat dipahami bahwa berfikir kritis memiliki tiga tuntutan besar:
1.
Berdzikir
Seorang yang berfikir kritis dan cerdas, cirri
pertama adalah selalu berdzikir kepada Allah swt الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ baik siang dan malam, pada saat berdiri,
duduk dan berbaring. Maknanya tiada waktu tanpa berdzikir, segala waktu diisi
dengan dzikir baik dalam shalat maupun di luar shalat. Berdzikir bukan saja
hanya ingat tetapi juga membaca kitab Allah, memahami isinya, menyebar luaskan
dan mengamalkan isi kandungannya. Membelajari
kitab suci dalam rangka memahami , menyebar luaskan dan menerapkan nilai-nilainya
di tengah-tengah masyarakat yang sangat beragam kebutuhan dan problemanya.
2.
Berfikir Kritis
Berfikir kritis berarti mengamati, meneliti, menyimpulkan dan
membuktikan kebenarannya. Mengamati ayat-ayat Tuhan di alam raya ini baik dalam diri manusia secara perorangan maupun berkelompok, di samping juga mengamati
feomena alam. Mereka berfikir tentang
ciptaan langit dan bumi وَيَتَفَكَّرُونَ
فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
Muhammad Quthub dalaam bukunya Manhaj
al-Tarbiyah al-Islamiyah dikutip
oleh M Quraish Shihab bahwa ayat-ayat tersebut
merupakan metode yang sempurna
bagi penalaran dan pengamatan Islam terhadap alam. Ayat-ayat itu mengarahkan
akal manusia kepada fungsi pertama di
antara sekian banyak fungsinya, yakni mempelajari ayat-ayat Tuhan yang tersaji dalam alam jagat raya ini. Ayat tersebut bermula dari tafakkur dan
berakhir dengan amal.[23]
Di asmping itu
membuka tabir sejarah
penciptaan langit bumi, juga
bermakna memikirkan tentang tata kerja
alam semesta. Karena kata Khalq selain berarti penciptaan juga berarti pengaturan dan pengukuran yang
cermat. Pengetahuan yang terakhir ini mengantarkan ilmuan kepada rahasia-rahasia alam dan pada
gilirannya mengantarkan kepada penciptaan
teknologi yang menghasilkan
kemudahan dan manfaat bagi
manusia.
3.
Berusaha dan berkreasi
Berusaha dan berkreasi pada hasil-hasil yang diperoleh dari penemuan
ilmiah dan teknologi. Setelah mereka menemukan ilmu pengetahuan dan
teknologi mereka berkata: …رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا Wahai Tuhan, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Adanya usaha dan kreasi dalam bentuk nyata dari ilmuan (ulul
albab), khususnya dalam kaitan
hasil-hasil yang diperoleh dari
pemikiran dan perhatian tersebut.[24]
Hal ini berarti bahwa mereka harus
selalu peka terhadap kenyataan-kenyataan social dan alam
dan bahwa peran mereka tidak sekedar
merumuskan atau mengarahkan
tujuan-tujuan tetapi juga sekaligus
memberi contoh pelaksanaan dan
sosialisasinya.[25]
Keindahan alam dan keberhasilan saintek yang dihasilkan dari prosess berfikir
dan berdzikir itu memperkuat keimanan kepada
Allah swt dan dalam meningkatkan
kepatuhannya kepada Sang Pencipta.
Layaknya semakin tinggi ilmu npengetahuan ang diperoleh seseorang,
semakin tinnggi pula keimanan dan pengabdiannya. Apalah artinya pengetahuan
yang tinnggi tetapi berpaling dari Sang Pencipta alam. Hadis di atas yang
diriwayatkan oleh Ahmad memperkuat ayat-ayat al-Qur’an
ini.
وَمُرُوءَتُهُ عَقْلُهُ وَحَسَبُهُ خُلُقُهُ
Kehormatan
diri bergantung pada akalnya, dan
kedudukannya pada akhlaknya”. (HR. Ahmad)
Kehormatan
dan harga diri seseorang ditentukan oleh kecerdasan akalnya. Manusia adalah
makhluk yang paling cerdas di antara sekian banyak makhluk. Dengan akalnya
inilah manusia dapat menguasai ilmu pengetahuan yang kemudian dapat mengungguli
makluk lain termasuk malaikat. Oleh karena itu manusia wajib bersyukur atas
nikmat yang besar ini dengan menjaga baik-baik tidak boleh dirusak dengan cara
apapun dan haram hukumnya minum-minuman keras yang memabukkan dengan alas an
merusaak akal.
Manusia dengan akal fikirannya dapat menyaingi makhluk-makhluk lain apapun
bentuk kelebihan makhluk lain. Misalnya binatang yang mampu membuat rumah di
dalam tanah seperti semut dan sebangsanya manusia dengan akalnya juga mampu
membuat terowongan-terowongan. Manusia yang terkalahkan kuda dalam lari cepat
manusi dengan akalnya mempunyai kreatif membuat sepeda, motor dan mobil. Burung
yang terbang dengan sayapnya, manusia dengan akalnya mampu membuat pesawat
terbang. Ikan yang tinggal di dalam air dan menyelam di dalamnya, manusia
dengan akalnya mampu membuat kapal selam dan seterusnya. Bahkan dengan akalnya
pula manusia mampu terbang ke planit-planit lain yang dulunya mustahil
ditaklukkan manusia dengan menggunakan pesawat-pesawat yang canggih dan mampu
berkomunikasi dengan orang lain dalam jarak jauh. Itulah di antara peran akal
yang menyertai manusia untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan akal
manusia dapat memilih mana yang benar dan mana yang salah dan dengan akal pula
manusia dapat menyeleksi perbuatan mana yang bermanfaat dan perbuatan mana yang
madharat. Keddudukan manusia juga ditentukan oleh akhlakanya. Jika seseorang berakhlak yang baik, maka ia bermartabat
mempunyai kedudukan yang tinggi di hadapan manusia. Sebaliknya jika ia tidak
berakhlak, maka tidak punya kedudukan di antara mereka. Dengan demikian manusia
dilihat dari akhlaknya bukan yang lain
D.
Ciri-ciri Bersikap Demokratis
Di antara cirri seorang bersikap demokrtis adalah cinta
bermusyawarah. Musyawarah diartikan berunding dan berembuk. Pada mulanya
diartikan mengeluarkan madu dari sarang lebah. al-Qur’an memilihnya musyawarah
untuk menunjukkan arti membahas bersama
dengan maksud mencapai keputusan dan
penyelesaian bersama dalam bentu yang sebaik-baiknya.[26]
Kaitannya dengan madu, madu bukana saja manis,
melainkan juga obat untuk banyak
penyakit, sekaligus sumber kesehatan dan kekuatan. Itu sebabnya madu
dicari dimanapun dan oleh siapapun. Madu dihasilkan oleh lebah, orang yang
bermusyawarah bagaikaan lebah;
makhluk yang sangat berdisiplin, kerjasamanya mengagumkan,
makanannya sari kembang dan hasilnya madu.[27]
Ayat di
atas yakni QS.
Ali Imran /3: 159 secara redaksional ditujukaan kepada Nabi Muhammad saw agar
memusyawarahkan persoalan-persolan tertentu dengan sahabat dan anggota
masyarakatnya. Ayat ini juga petunjuk, khususnya setiap pemimpin
agar bermusyawarah dengan anggota-anggotanya. [28]
Tiga sikap yang ditunjukan
seorang bersikap demokratis dalam QS. Ali Imran /3: 159 yaitu:
1.
Sikap lemah lembut
Seorang pimpinan dan atau yang melakukan musyawarah harus menghindari tutur kata yang kasar serta sikap keras
kepala. Jika mereka bersikap seperti itu maka anggota musayawarah akar
berlarioan dari padanya:
وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
2.
Memberi maaf
Maaf secara harfiah berarti menghapus . memaafkan berarti menghapus
bekas luka di hati akibat perlakuan pihak lain yang dinaiali tidak
wajar. Sikap pemaaf adalah sikap yang
baik untuk memberi support kepada anggota musyawarah yang bersalah untuk
melanjutkan musyawarahnya untuk mencapai hasil yang lebih baik.
3.
Memohonkan ampunan
Untuk mencapai hasil yang terbaik ketika
bermusyawarah, hubungan dengan Tuhanpun
harus harmonis.
Beberapa petujuk al-Quran menegani sikap yang harus dilakukan seseorang untuk menyukseskan musyawarah. Tiga sikap yang secara berurutan diperintahkan Nabi Muhammad untuk beliau
lakukan sebelum datangnya perintah musyawarah. Penyebutan ketiga
sikap dikemukakan sesuai dengan konteks turunnya. Namun dari segi
pelaksanaanya dan esensi musawarah
agaknya sifat-sifat tersebut sengaja dikemukakan agar ketiganya menghiasi diri Nabi dan
yang melakukan musyawarah. [29]
Setelah musyawarah ada tekad yang bulat
untuk melaksanakan apa yang telah
ditetapkan dalam musawarah.
Kemudian setelah bermusawarah masing-masing berazam
atau membulatkan tekad untuk
melaksanakan hasil keputusan bersama yang nerupakan konsekwensi bersama dengan
penuh tawakkal kepada Allah swt.
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُتَوَكِّلِينَ
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.
E.
Langk-Langka Menuju Berfikir Krtis dan Sikap Demokratis
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk membangun masayakat yang berfikir
kritis dan bersikap demokratis. Dalam mengembangkan
berfikir kritis dan sikap demokratis perlu ada pengembangan kultur kritis dan
demokrasi. Almond mengatakan sebagaimana yang dikutip oleh Dr. Farida Hanum
bahwa suatu bangsa yang menuju bangsa yang demokratis harus melewati tiga
tahapan:
1. Tahap pengembangan institusi yang demokratis.
Tahap ini dalam batas-batas menciptakan kondisi sosial dan
personalitas individu yang mendukung terwujudnya demokrasi.
2. Tahap proses untuk mewujudkan sikap individu yang
mendukung demokrasi. Pada awal reformasi, kiranya hampir sebagian besar warga
bangsa bersikap rodemokrasi.
3. Tahap upaya mewujudkan struktur sosial dan kultur
politik yang demokratis. [30]
Tahapan-tahapan
ini dapat dimulai melalui institusi pendidikan, khususnya melalui pendidikan
multikultural. Tujuan utama pendidikan multikultural adalah mengubah pendekatan
pengajaran dan pembelajaran ke arah memberi peluang yang sama pada setiap
anak. Untuk ini kelompok-kelompok harus
damai, saling memahami, mengakhiri konflik tetapi tetap menekankan pada tujuan
umum untuk mencapai persatuan. Pada siswa atau mahasiswa ditanamkan pemikiran
lateral, keaneka ragaman dan keunikan itu dihargai. Itu berarti harus ada
perubahan sikap, perilaku dan nilai-nilai khususnya bagi civitas akademika di
sekolah. Ketika siswa atau mahasiswa berada diantara sesamanya yang berlatar
belakang berbeda mereka harus belajar satu sama lain, berinteraksi dan
berkomunikasi, sehingga dapat menerima perbedaan diantara mereka sebagai suatu
yang memperkaya mereka.
Suasana sekolah amat penting dalam
penanaman nilai multibudaya. Sekolah harus dibangun dengan suasana yang
menunjang penghargaan budaya lain. Relasi guru, karyawan, siswa yang berbeda
budaya diatur dengan baik, ada saling penghargaan. Anak dari kelompok lain
tidak ditolak tetapi dihargai. Bahkan yang tidak kalah penting, terlebih di
tingkat SD-SMU, dekorasi sekolah perlu diatur dengan nuansa multikultural.
Meski sekolah itu di Pulau Jawa, hiasan, dan dekorasi ruang dibuat beraneka
ragam budaya suku-suku yang ada di Indonesia, misalnya, sehingga mengerti nilai
lain.
Peran
Guru dalam Pengembangan Pendidikan Multikultural Peran dalam pendidikan
multikultural juga amat penting. Guru harus mengatur dan mengorganisir isi,
proses, situasi, dan kegiatan sekolah secara multikultural, di mana tiap siswa
dari berbagai suku, jender, ras, berkesempatan untuk mengembangkan dirinya dan
saling menghargai perbedaan itu
Dari beberapa keterangan di
atas guru di sekolah dapat melakukan pengembangan berfikir kritis dan bersikap
demokratis pada anak didik dengan
beberapa langkah sebagai berikut:
1.
Melakukan pembaharuan
kurikulum materi pembelajaran yang dapat memacu berfikir inovatif,
kreatif dan demokratis
2.
Metode pembelajaran
variatif, kritis dan demokratis seperti
berdiskusi, dialog, tanya jawab dan
kerja sama serta tugas-tugas kerja kelompok
3.
Membuat suasana lingkungan
gotong royong dan kebersamaan seperti
kerja bakti, kebersihan lingkungan, lomba masak memasak dan lain-lain
4.
Adanya keteladanan para
guru, karyawan dan kepala sekolah di lingkungan sekolah.
5.
Terlatih saling mengkritik
antar teman dan saling menerima kritikan
6.
Terlatih berorganisasi
secara musyawarah dan mufakan mulai dari kepengurusan kelas sampai kepada OSIS
dan Himpunan Mahasiswa
F.
Rangkuman
Dalam al-Qur’an berfikir kritis ini
salah satunya disebut sebagai Ulil Albab yang berarti orang berakal
cerdas. Bersikap demokratis berarti sikap pandangan hidup mengutamakan
persamaan hak dan kewajiban atau perlakuan yang sama bagi semua warga Negara. Berfikir kritis
memiliki tiga tuntutan besar yang merupakan cirri-cirinya yaitu:
berdzikir, berfikir kritis dan berusaha dan berkreasi. Bersikap demokratis.
Tiga sikap yang ditunjukan seorang bersikap demokratis dalam QS. Ali
Imran /3: 159 yaitu: lemah lembut, member maaf dan
memohonkan ampunan. Ada tiga tahapa menuju bangsa yang demokratis. Tahapan
menuju bangsa yang demokratis yaitu:
1.
Tahapan pengembangan
institusi yang demokratis
2.
Mewujudkan sikap individu
pendukung demokrasi
3.
ewujudkan
struktur sosial dan kultur politik yang demokratis
Sedang
langkah-langkah menuju berfikir kritis dan bersikap demokratis adalah sebagai
berikut:
1.
Melakukan pembaharuan
kurikulum
2.
Metode pembelajaran
variatif, kritis dan demokratis
3.
Membuat suasana lingkungan
gotong royong dan kebersamaan dengan keteladanan
4.
Latihan saling mengkritik dan saling menerima kritikan
5.
Latihan berorganisasi secara musyawarah dan mufakat
MODUL
8
NASEHAT
DAN IHSAN
Kompetensi
Dasar : 3.2. Menganalisis Q.S. Luqman (31): 13-14 dan Q.S. Al-Baqarah (2):
83, serta hadits tentang saling menasihati dan berbuat baik (ihsan).
Tujuan
Pembelajaran:
3.2.1. Menyebut dalii Al Quran (Q.S. Luqman (31): 13-14 dan Q.S. Al-Baqarah (2): 83, ) dan
Hadis terkait saling menasehati dan berbuat Ihsan,
3.2.2. Mampu menjelaskan makna saling menasehati dan ber buat ihsan,nasehat bersyukur kepada Allah dan manusia, ihsan kepada Allah
dan manusia dan Bentuk-bentuk perbuatan
ihsan kepada sesama manusia,
A.
Makna
Saling Menasehati dan Berbuat
Ihsan
Nasihat berasal dari bahas Arab, dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia nasihat diartikan secara sederhana mauizah yaitu; ajaran atau
pelajaran yang
baik; atau diartikan anjuran (petunjuk,
peringatan, teguran) yang baik, kehendak baik. Saling menasihati
berarti saling menganjurkan kebaikan, saling menghendaki kebaikan, dan saling
mengingatkan. Dalam al-Qur’an tidak
didapati kata nasihat kecuali akar kata seperti kata nashahû نَصَحُوا yang berarti ikhlas nasihat kepada Allah dalam QS. Al-Taubah/9: 91 dan kata Nâshihun berarti penasehat
dalam
QS. Al-A’raf/7: 68.
Kata
“nasihat” banyak disebutkan dalam beberapa Hadis di antaranya Hadis yang
diriwayatkan oleh Muslim dari Tamim al-Dariy, Rasulullah saw bersabda:
الدِّينُ
النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ قَالَ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ
وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ (صحيح مسلم)
Agama
itu nasihat, kami bertanya: Untuk siapa ? Beliau menjawab untuk Allah,
kitab-Nya, Rasul-Nya, para pimpinan kaum msulimin dan umumnya kaum msulimin.
(HR. Muslim)
Mayoritas isi kandungan agama adalah
nasihat. Ada beberapa pengertian nasihat yang berbeda bergantuk konteks kepada
siapa nasihat itu diberika. Al-Khathabiy dan ulama lain memberikan arti nasihat
sebagaimana yang dikutib oleh al-Nawawi
pada sayarah Muslim sebagai berikut:
1. Nasihat untuk Allah diartikan beriman
kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya, mematuhi segala perintah dan menjauhi
segala larangan-Nya.
2. Nasihat begi kitab Allah, maknanya
beriman keagungan kalam Allah al-Qur’an, membaca, memahami dan mengamalkannya
3. Nasihat kepada Rasul-Nya, maknanya
mengimani kebenarannya, patuh segala yang datang dari padanya dan menghidupkan
Sunah-sunahnya
4. Nasihat terhadap para pimpinan umat
Islam, artinya membantu mereka dalam melaksanakan kebenaran, taat segala
perintahnya dan memberikan masukan saran secara sopan jika mereka menyimpang.
5. Nasihat kepada kaum muslimin semuanya,
artinya memberikan petunjuk dan bimbingan kepada mereka untuk kemaslahatan
dunia dan akhirat serta mencegah gangguan mereka.[31]
Kata Nasihat sinonim mauizhah sebagaimana yang disebutkan akar
kata pada QS. Lukman/31 : 13 mauizhanya Lukman terhadap anaknya.
Sedangkan Ihsan secara
sederhana diartikan berbuat baik.
Berbuat baik adakalanya dalam ibadah dan adakalanya bermuamalah dengan sesame
manusia. Ihsan dalam ibadah sebagaimana Hadis Rasulillah ketika ditanya oleh
Jibril:
قَالَ فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِحْسَاِن قَالَ : أَنْ
تَعْبُدَ اللهِ كَأَنــَّـكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ
يَرَاكَ
…(رواه مسلم)
Kemudian dia
berkata lagi, “Beritakan padaku tentang
Ihsan”. Lalu Rasul bersabda: “Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu
melihat-Nya, dan jika kamu tidak dapat melihat-Nya maka sesungguhnya Allah
melihat kamu”…(HR. Muslim)
Ihsan dalam ibadah berarti
membaguskan ibadah, yaitu menyembah Allah seolah melihat-Nya atau kalau tidak
bisa sesungguhnya Allah melihat kita. Maknanya
usahakan ibadahnya dibuat yang paling bagus dengan menjaga adab dan tata
kramanya baik lahir maupun batin, terutama, keikhlasan, kekhusyu’an
dan ke khudhu’annya. Sedangkan ihsan berbuat baik dalam bermuamalah
dengan sesama saudara dengan shilatur
rahim, membantu kerepotan dan kekurangannya.
B.
Ayat
al-Qur’an dan Hadis Nabi Tentang
Saling Nasehat dan Ihsan
Firman Allah dalam QS. Lukman/31 :
13-14 tentang nasihat
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا
تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (13) وَوَصَّيْنَا
الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ
فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (14)
Kosa kata:
يَعِظُهُ = memberi nasihat akan dia , memberi mau’izhah
kepadanya
لَظُلْمٌ = sungguh kegelapan, penganiayaan
وَفِصَالُهُ =bersapih dari susuan
Terjemahan:
Dan
(ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya:"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS.
31:13)
Dan
Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibubapanya;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun.Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu
bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS. 31:14)
Firman Allah QS. al-Baqarah/2: 83 tentang berbuat ihsan. Namun
di sini paparkan QS. al-Nisa/4 : 36 mengingat QS. al-Baqarah/2: 83
sudah dibahas pada bab sebelumnya KD 3.5. materi kelas 3 SMP tentang tata
kraman dan sopan santun. Pada bab ini diganti dengan ayat yang senada atau
hamper sama kandungannya.
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا
تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى
وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ
وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ
اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
Kosa Kata:
إِحْسَانًا = berbuat baik
وَالْجَارِ
ذِي الْقُرْبَى = tetangga dekat
وَالصَّاحِبِ
بِالْجَنْبِ = tetangga yang jauh
Terjemahan:
Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang tua
ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang
dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri.(QS.2:
Hadis tentang
memberi mau’izhah adalah sebagaimana
Hadits berikut:
عَنْ
الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ قَالَ وَعَظَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا بَعْدَ صَلَاةِ الْغَدَاةِ مَوْعِظَةً بَلِيغَةً
ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقَالَ رَجُلٌ إِنَّ
هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ
قَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدٌ
حَبَشِيٌّ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ يَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّهَا ضَلَالَةٌ فَمَنْ أَدْرَكَ
ذَلِكَ مِنْكُمْ فَعَلَيْهِ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ
الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا
حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ ُ (أخرجه الترمذي)
Dari
`Irbadh bin sariyah berkata : Rasulullah saw pernah memberikan mauizhah kepada
kita pada suatu hari setelah shalat shubuh dengan nasihat yang mengharukan
sehingga meneteskan air mata dan membuat hati menjadi takut. Maka ada seorang
laki-laki bertanya : “Apakah ini mauizhah terakhir apa yang engkau sampaikan
kepada kita Ya Rasulullah ?” Beliau bersabda : Aku wasiatkan kepada kalian
hendaklah taqwa kepada Allah, mendengar dan taat kepada pimpinan sekalipun ia
seorang hamba Habsyi (berkulit hitam).
Sesungguhnya siapa di antara kalian yang hidup nanti akan melihat banyak
perpecahan dan perbedaan, jauhilah hal-hal yang baru sesungguhnya ia adalah
sesat. Barang siapa di antara kalian yang mendapatinya maka ikutilah sunnahku
dan sunnah khulafaur-Rasyidin yang mendapat petunjuk, gigitlah dengan gigi
gerahammu. (HR. al-Turmudzi, Hadis Hasan Shahih)
C.
Nasihat Bersyukur Kepada Allah,
Sebagaimana dijelaskan pada QS. Lukman/31 : 13-14 tentang nasehat Lukman al-Hakim kepada
anaknya. Lukman al-Hakim adalah seorang ahli hikmah bukan seorang Nabi yang
diberi wahyu.[32]
Al-Hikmah artinya paham agama diberi akal yang kritis dan selalu benar.[33]
Isi nasihat agar anak kesayangannya beryukur kepada Allah tidak meyekutukan-Nya (tidak syirik) dengan sesuatu karena
susungguhnya syirik itu suatu penganiayaan
yang agung. Nasihat syukur kepada anak Lukman sebagaimana perintah Allah kepada Lukman agar
bersyukur kepada-Nya atas segala nikmat yang telah diberikannya. Perintah
syukur dengan tegas disebutkan pada ayat sebelumnya yakni QS. Lukman/31 : 12.
وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ
الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ
وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيد
Dan
sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu:"Bersyukurlah
kepada Allah.Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya
ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (QS. 31:12)
Perintah bersyukur kepada Allah juga
diulangi dan diperkuat pada ayat 14 Surat Lukman أَنِ اشْكُرْ لِي hendaklah engkau bersyukur kepada-Ku.
Bersyukur kepada Allah berarti taat dan taqwa kepadanya, sebagaimana mau’izhah
Nabi kepada para sahabat dengan suatu mau’izhah yang meneteskan air mata dan
menggetarkan hati agar para sahabat taqwa kepada Allah swt. Rasul bersaabda: أُوصِيكُمْ
بِتَقْوَى اللَّهِ
Aku wasiatkan kepada kalian agar takwa kepada Allah.
Isi
mau’izhah yang diberikan Nabi Muhammd pada Hadis di atas realisasi syukur
kepada Allah yaitu taqwa, taat kepada pimpinan sekalipun dipimpin
seorang hamba yang rendah berkulit hitam
dan berpegang teguh kepada Sunah nabi dan Sunah para sahabat Khulafaur
Rasyidin.
D. Nasihat Berterima Kasih Kepada Kedua Orang Tua
Redaksi
ayat di atas menunjukkan betapa agung dan tingginya bersyukur kepada kedua orang tua yang dijatuhkan setelah
perintah menyembah kepada Allah. Orang tua adalah manusia pertama dan utama di
antara sekian banyak manusia yang lebih berhak manerima kebaikan dari anak-anaknya. Karena sebab adanya orang tua
inilah anak menjadi ada. Andaikata tidak ada orang tua, anak tidak mungkin wujud di bumi ini. Dari
orang tua inilah anak lahir, karena kasih sayang orang tua inilah anak bisa
hidup dengan sempurna, dengan perhatian orang tua inilah anak menjadi
dewasa bahkan dengan kesungguhan orang
tua inilah anak menjadi orang yang pandai dan berkat do’a orang tua inilah anak
menjadi orang sukses.
Karena besar jasa orang tua inilah
mulai mengandung yang sangat berat dan menyusui selama 2 tahun. Anak diperintah
bersyukur, hormat da patuh kepada kedua orang tua setelah bersyukur kepada
Allah. Firman Allah QS. Lukman/31 :
13-14
أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
Hendaklah kamu bersyukur kepada-Ku dan
kepada kedua orang tuamu dan kepada-Kulah tempat kembali
Anak sekalipun menjadi pejabat teratas tetap
harus hormat kepada orang tua. Anak sekalipun menjadi orang pandai dan lebih pandai dari pada orang tuanya tetap
harus taat kepada orang tua. Orang tua ibarat seperti al-Qur’an sekalipun sudah
rusak tetap harus dihormati tidak boleh dihina, diremehkan dan diinjak-injak apalagi al-Qur’an yang masih bagus.
D.
Berbuat Ihsan Kepada Allah
Perintah berbuat Ihsan (berbuat baik) secara seimbang, yakni berbuat ihsan kepada
Allah dan berbuat Ihsan kepada manusia sebagaimana Allah firmankan pada QS. al-Nisa/4 : 36
وَاعْبُدُوا
اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
Dan sembahlah Allah jangan kamu sekutukan Dia
dengan sesuatu dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua. Ibadah kebada Allah
berarti:
عبادة اللّه هى الخضوع له وتمكين هيبته وعظمته من النفس ، والخشوع
لسلطانه فى السر والجهر
Ibadah kepada Allah adalah
tunduk (khudhu’) kepada-Nya dan menghayati dalam jiwa akan kehaibatan da keagungan-Nya serta khusyu’ terhadap kerajaan-Nya baik
dalam sembunyi maupun terbuka.[34]
Pengertian ibadah di atas sudah memasukkan
makna ihsan kepada Allah yakni beribadah secara khudhu’ dan khusyu’. Perintah
menyembah kepada Allah, artinya taat segala perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-Nya dengan rasa rendah hati, dan rendah diri disertai rasa cinta dan
agung. Ihsan dalam beribadah maknanya sebagaimana penjelasan di atas menyembah kepada Allah dengan sebaik-baiknya
dengan menjalankan wajib dan sunah-sunahnya bahkan adab-adabnya, menjauhi yang
membatalkan, yang haram dan yang makruh. Ihsan dalam ibadah adalah melaksanakan
ibadah dengan sebaik-baiknya yakni dengan khusyu’ dan khudhu’. Ibadah yang baik
adalah ibadah yang dikerjakan
seolah-olah melihat Allah atau Allah meliht engkau.
E.
Berbuat Ihsan Kepada Sesama Manusia
Berbaut Ihsan atau berbuat baik dengan sesama manusia setelah berbuat baik
dengan Allah swt. Berbuat ihsan sesuai dengan urutan dalam al-Qur’an mesti
orang tua terlebih dahulu kemudian yang terdekat dan yang terdekat.Urutannya
sesuai dengan urutan al-Qur’an yaitu:
1.
Kedua orang tua, dialah
yang melahirkan dan membesarkan menjadi manusia yang sempurna.
2.
Kerabat, orang yang dekat
hubungan keturunan seperti anak, cucu, saudara kandung, paman, bibik dan
seterusnya. Mereka lebih berhak menerima ihsan (kebikan) dari saudaranya,
karena mereka orang yang terdekat kepada orang tua.Berbuat Ihsan kepda kerabat
setelah berbuat ihsan kepada kedua orang tua dan setelah berbuat ihsan kepada
Allah swt.
Al-Maraghiy mengatakan, jika seseorang telah melakukan ihsan
kepada Allah, maka lulurs imannya dan baik amalnya. Jika seseorang telah
melaksanakan hak-haka orang tua dengan baik, maka menjadi baik pula rumah
tangganya dan kemuarganya. Dan jika penghuni rumah itu saling berbuat baik
kepada kerabtnya, maka rumah tangga itu memiliki potensi yang besar untuk
membentuk persatuan umat.[35]
3.
Yatim, seorang anak yang
ditinggal wafat bapaknya. Bapak yang menjadi harapan masa depannya telah tiada,
sementara sang ibu tidak semampu bapak untuk mencukupi dan memenuhi kehidupan
sang anak, terutama dalam pendidika masa
depan si anak. Tanggung jawab ihsan dipikulkan kepada seluruh umat Islam
yang ada kamampuan. Dalam ayat ini kedudukan yatim disandingkan dengan
kerabatlum kerabat da yakni setelah kerabat dan sebelum miskin, seolah yatim
dijadikan bagian kerabat kaum muslimin.
4.
Miskin, orang yang tidak
memiliki pekerjaan tetap dan tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarganya.
Miskin perlu mendapat ihsan dari kaum muslimin agar kondisi masyarakat mendapat
ketenangan dan tidak timbul pencurian atau kejahatan. Miskin ada dua macam;
miskin yang uzur karena kelemahannya tidak mampu berusaha perlu mendapaat
ihsan. Kedua miskin yang tidak uzur orang yang miskin karena hidup
berpoya-poya, bentuk ini perlu mendapat nasihat dan petunjuk mencari pekerjaan.
5.
Tetangga dekat, sebagian
ahli Tafsir ada yang mengartikan tetangga yang masih ada hubungan kerabat atau
tetangga yang dekat rumahnya sebagian pendapat sorang muslim
6.
Tetangga jauh, tetangga
yang jauh rumahnya tetpi masih dinamai tetangga atau diartikan perantau)
singkatnya tetangga baik dekat maupun jauh.
Sebagian pendapat tetangga jauh adalam non muslim seperti Yahudi
dan Nashrani. Sebagian pendapat mengatakan tetangga adalah 40 rumah di berbagai arah, atau mereka yang
mendengar adzan.
7.
Teman sejawat, teman sepekerja,
teman musafir, teman, murid, dan istri.[36]
8.
Budak, seorang berstatus
budak.
G. Bentuk-Bentuk Perbuatan
Ihsan Kepada Sesama Manusia
Bentuk berbuat Ihsan dengan
sesama manusia dalam berbagai bentuk,ucapan, perbuatan dan sikap, secara moral
maupun material dan social yang disebut dengan shialaturahim. Pengertian
Shilaturrahim secara terminologi menurut
al-Shan`ani dan Ibn al-Atsir adalah sebagai berikut :
صلة
الرحم كناية عن الإحسان الى الأقربين من
ذوى النسب والأصهار والتعطف عليهم والرفق بهم والرعاية لأحوالهم وكذلك ان بعدوا أي
أساءوا.
Artinya : “Shilat
al-rahim adalah suatu ungkapan perbuatan
baik terhadap kerabat baik karena keturunan atau persambungan, perbuatan kasih
sayang, dan pemeliharaan kondisi mereka sekalipun berbuat jahat.”[37]
Pengertian
Shilat al-rahim di atas menunjukkan adanya akumulasi perbuatan baik (ihsan) yang mencakup segala perbuatan baik karena
konteksnya dalam hubungan sosial (mu`amalah) bukan dalam ibadah[38]
yang bersifat lebih umum baik lahir dan batin, bersifat materi dan immateri,
tanpa batasan bentuk dan ruang waktu tertentu. Demikian juga dalam shilat
al-rahim mempunyai rasa tanggung jawab yang lebih besar terhadap kerabat,
keluarga, dan sanak famili, baik dalam
moral dan material, sosial dan
agama yang didasarkan pada kasih sayang
yang lebih tinggi pula, karena mereka adalah bagian dari darah daging
yang dilahirkan dari kandungan (rahim) sang ibunya sendiri. Jadi
shilat al-rahim bukan identik dengan berlebaran yang diartikan secara sangat
sederhana yakni kunjungan, pertemuan,
dan minta maaf atau halal bi halal, apa lagi dibatasi pada saat-saat tertentu saja.
Mungkin dapat dikatakan bahwa unshur-unshur dalam berlebaran dan dalam halal bi
halal terdapat bagian dari shilat al-rahim.
H. Rangkuman
Makna nasehat beragam intinya anjuran (petunjuk,
peringatan, teguran) yang baik, kehendak baik. Saling menasihati
berarti saling menganjurkan kebaikan, saling menghendaki kebaikan, dan saling
mengingatkan. Kata “nasihat” banyak disebutkan dalam beberapa Hadis di antaranya
Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim
bahwa agama itu nasihat. Sedangkan Ihsan secara sederhana diartikan berbuat baik. Berbuat baik
adakalanya dalam ibadah dan adakalanya bermuamalah dengan sesama manusia.
Isi
kandungan QS. Lukman/31 : 13-14 bersyukur kepada Allah dan bersyukur kepada
kdua orang tua. Syukur kepada Allah berarti taqwa, taat kepada pimpinan
sekalipun dipimpin seorang hamba yang
rendah berkulit hitam dan berpegang teguh kepada Sunah nabi dan Sunah para
sahabat Khulafaur Rasyidin. Sedang bersyukur kepada kedua orang tua adalah
hormat da patuh mereka. Isi kandungan QS. al-Nisa/4
: 36 Perintah berbuat Ihsan (berbuat baik) secara seimbang, yakni berbuat ihsan kepada
Allah dan berbuat Ihsan kepada manusia; dua orang tua ibu-bapa,
karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan
tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Bentuk bererbuat Ihsan
dengan sesama manusia dalam berbagai bentuk,ucapan, perbuatan dan sikap,
secara moral maupun material dan social yang disebut dengan shialaturahim.
[1]
Ridha Ahmad Shamadiy, Tharîqah li Khidmat al-Dîn, Juz 1, h. 194
[2]
Al-Zarnuji, Ta’lîm l-Muta’allimn
Tharîq al-Ta’allum, (Semarang: Thaha Putra, tth.)
[3]
Abdul Majid Khon, Hadis Tarbawi Hadis-hadis Pendidikan, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2013), Cet. 1 2012, h. 45-49
[4]
al-Zarnujiy, Ta’lîm al-Muta’allimn Tharîq al-Ta’allum, (Semarang: Thaha
Putra, tth.), h. 18
[5]
al-Zarnujiy, Ta’lîm….h. 17
[6]
Barîqah Mahmudiyah Syarah Tharîqah Muhammadiyah wa Syari’ah Nabawiyah,(ttp.
Mauqi’ al-Islâm, tth.) juz 5, h. 185
[7] Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Edisi III, http://pusat bahasa. diknas.go.id/kbbi/
[8]
Ibid.
[9]
Ibid.
[10]
al-Suyuthi, Jami’ al-Ahâdîts, juz 2, h.88
[11]
al-Syaukaniy, Fath al-Qadîr al-Jâmi’ bain Fannay al-Riwâyah wa al-Dirâyah
min Ilm al-Tafsîr, http://www.altafsir.com,
juz 1, h. 133
[12] al-Syaukaniy, Fath al-Qadîr…, juz 1, h.
133
[13]
Henny Narendrani Hidayati, Pengukuran Akhlakul karimah Mahasiswa, (Jakarta: UIN
Press, 2009), cet. 1, h.11-12
[14]
al-Syaukaniy, Fath al-Qadîr…, juz 1,
h. 132
[15]
al-Sya’rawi, Tafsir al-Sya’rawiy, juz 1, h. 249
[16]
Jalauddin Rahmat, Islam Alternatif, (Bandung: Mizan, 1991), h. 86-87
[17]
al-Syaukaniy, Fath al-Qadîr…, juz 1,
h. 132
[18]
Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III, http://pusat
bahasa. diknas.go.id/kbbi/
[19]
Ibid.
[20]
Ibid.
[21]
Pius A Partanto dan M Dahlan al-Barri, Kamus
Lengkap Populer, (Surabaya: Arkola, 1994), h. 100
[22]
Amin Rais dalam mengomentari Abu al-Ala al-Maududiy, Khilafah dan Kerajaan,
terjemahan Haidar Baqir (Jakarta: Mizan, 1994) h. 20-24
[23]
Shihab, Wawasan.., h. 443
[24]
M Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyakat, (Bandung: Mizan,
1996 ), cet. 8, h. 389
[25]
Quraish Shihab, Lentera Hati, Kisah dan Hikmah Kehidupan, (Bandung:
Mizan, 1997), Cet. 7, h. 359-360
[26]
Quraish Shihab, Lentera….h. 375-376
[27]
M Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an Tafsir Maudhui atas Pelbagai Persoalan
Umat, (Bandung: Mizan,1996) cet. 3, h. 469
[28]
M Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an…, h. 470
[29]
M Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an…, h. 472
[30] http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/farida-hanum-msi-dr/pentingnya-pendidikan-multikultural-dalam-mewujudkan-demokrasi-di-indonesia.pdf Dia Dosen Sosiologi FSP FIP UNY. Makalah
disampaikan pada acara Seminar Nasional
dengan tema “Pendidikan Multikultural dan Demokrasi di Indonesia“ dan Wisuda
Program Akta IV Angkatan I, STIT Alma Ata Yogyakarta, h. 8
[31]
Al-Nawawiy, Muslim bi Syarh al-Nawawiy, (Cairo : Dâr al-Fajr, 1420), juz 2, h.38-39
[32]
Abu al-Fidâ’ al-Dimasyqiy, Tafsir
al-Qur’an al-Azhîm (Tafsir Ibnu Katsîr), (ttp. Dar Thibah, 1999), h. 412
[33]
Al-Jazairiy, Aisar al-Tafâsîr, h. 412
[34]
Al-Maraghi, Tafsir Syeikh al-Maraghiy, (Mesir: al-halabiy, tth), h. 32
[35]
Al-Maraghiy, Tafsir al-Maraghiy, h. 32
[36]
M al-Syaukaniy, Fath al-Qadîr…, h.
[37]
al-Shan`ani, Subul al-Salam, (Semarang : Thaha
Putra, tth.), Juz 4, h. 160
[38]
Ihasan ada kalanya dalam ibadah dan
dalam mu`amalah. Ihsan dalam ibadah, sebagaimana jawaban Nabi ketika ditanya
oleh Jibril : “Apa itu Ihsan ?” “Ihsan
adalah engkau menyembah Allah
seolah-olah melihat-Nya atau
sesungguhnya Allah melihat engkau.” (HR. Bukhari dan Muslim). Sedangkan
Ihsan dalam mu`amalah sebagaimana penjelasan beberapa ayat al-Qur’an yang perintah berbuat ihsan kepada orang tuan, kerabat, miskin, tetangga dekat, tetangga jauh,
teman sejawat, dan lain-lain. Lihat : QS. Al-Baqarah/2: 83 dan
al-Nisa/4: 36. Ihsan dalam mu`amalah
inilah yang dimaksudkan dalam shilaturrahim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar