Senin, 03 September 2018

Modul Qurdis PAI



MODUL  5
HORMAT KEPADA ORANG TUA DAN GURU
Kurikulum 2013

Kompetensi Dasar : 3.5. Memahami Q.S. Al- Baqarah (2): 83 dan hadits terkait tentang tata krama, sopan-santun, dan rasa malu.

Tujuan  Pembelajaran:
3.4.1. Menyebutkan  dalil Al Quran (Q.S. Al- Isra (17): 23 dan Q.S. Luqman (31): 14) dan La Hadis terkait dengan Hormat kepada orang tua dan guru
3.4.3. Mendeskrepsikan makna hormat kepada orang tua dan guru, kewajiban  hormat dan taat kepada kedua orang tua dan guru, kewajiban hormat dan taat  kedua orang tua dan   kewajiban hormat dan taat kepada guru

A.    Makna Hormat dan Taat Kepada Orang Tua Dan Guru
Hormt kepada kepada seseorang tidak berarti seperti hormat kepada bendera sang saka merah putih dan tidak  hanya pada ucapan. Akan tetapi harus dibuktikan dengan sikap dan perbuatan. Hormat kepeda kedua orang tua dan guru berarti menghargai apa yang dikatakannya,  mendengar dan memperhatika baik-baik apa yang dikatakannya, menunujukkan sikap   taat dan patuh terhadap  apa yang menjadi harapannya. Guru di sekolah  menempati kedudukan orang tua di rumah. Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari  Abu Hurairah Rasulullah saw:
إِنَّمَا أَنَا لَكُمْ بِمَنْزِلَةِ الْوَالِدِ أُعَلِّمُكُمْ فَإِذَا أَتَى أَحَدُكُمُ الْغَائِطَ فَلاَ يَسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ وَلاَ يَسْتَدْبِرْهَا وَلاَ يَسْتَطِبْ بِيَمِينِهِ ». وَكَانَ يَأْمُرُ بِثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ وَيَنْهَى عَنِ الرَّوْثِ وَالرِّمَّةِ.
Sesungguhnya saya bagi kamu menduduki sebagai orang tua yang mengajarkan kamu. Jika datang salah satu di antara kamu buang air, maka jangan menghdap kiblat,  jangan membelakanginya dan jangan membersihkannya (istinja’) dengan tangan kanannnya. Beliau perintah  berintinja’ dengan 3 batu dan melarang  berinstinja’ dengan tulang dan kotoran. (HR. Abu Dawud)

Anak terhadap orang tua dan guru  tetap disebut sebagai  anak sekalipun sudah dewas, adakalanya anak terhadap orang tua yang melahirkan dan anak murid terhadap guru yang mengajar.  Orang tua melahirkan anak dari kandungan sang ibu dan orang tualah yang memperkenalkan benda alam di sekitarnya. Sedang  guru   melahirkan anak murid dari alam  kebodohan ke  alam  kepandaian dan gurulah yang memperkenalkan kepada Tuhannya. Sebagaimana kata sebagian ulama salaf:
لَوْلاَ الْمُرَبِّي مَا عَرَفْتُ رَبِّي
 Jika tidak ada pendidik (guru)  maka aku tidak kenal Tuhanku. [1]
Oleh karena itu sebagian ulama menybutkaan bahwa “guru adalah bapakmu dalam agama”.[2] Kewajiban anak terhadap guru sama dengan kewajiban anak terhadap orang tuanya bahkan lebih tinggi dari itu. Pada pembahasan berikut  pada modul ini ketika disebut orang tua berarti guru masuk di dalamnya.

B.  Ayat-ayat al-Qur’an dan Hadis  Hormat Kedada Orang Tua
Firman Allah dalam  QS. Al-Irsa/17: 23 Q.S. Luqman (31): 14
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (23)
Kosa Kata:
وَقَضَى رَبُّكَ = Tuhanmu perintah atau wasiat berpesan
الْكِبَرَ = usia besar atau usia tua
أُفٍّ = kata-kata celaka, kasar, buruk dan merugikan
وَلَا تَنْهَرْهُمَا = jangan membentak mereka dengan kata-kata yang kasar

Terjemahan
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS. 17:23)

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (14)
Kosa kata:
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ = kami berjanji atau perintah manusia
وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ = lemah di atas lemah, sangat lemah
Terjemahan:
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibubapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS. 31:14)
Di antara hadis Nabi tentang  Hormat Kepada  orang tua  Hadis muttafaq ‘Alayh dari Abi Hurairah:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ (متفق عليه)
      “Datang seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw berkata : Ya Rasulullah siapa di antara manusia  yang paling berhak dipergauli secara baik ? Beliau menjawab : “Ibumu”. Orang itu bertanya lagi : Kemudian siapa lagi ? Jawab beliau : “Ibumu”. Bertanya lagi : Kemudian siapa lagi ? Beliau menjawab : “Ibumu” Ia bertanya lagi : Kemudian siapa lagi ? Beliau menjawab : “Kemudian bapakmu”. (HR Muttafaq ‘Alayh) .

C.    Kewajiban Hormat dan Taat Kepada Orang tua dan Guru
Pada ayat di atas disebutkan kewajiban berbuat ihsan  atau berbuat baik kepada kedua orang tua وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Ada beberapa alasan kewajiban hormat dan taat kepada kedua orang tua:
1.       Perintah berbuat baik kepada kedua orang setelah perintah menyembah Allah sebagaimana firman Allah dalam  QS. Al-Irsa/17: 23. Hal ini menunjukkan  ketinggian derajat orang tua yang menduduki rengking kedua setelah Allah. Kewajiban hormat dan taat kepada kedua orang tua setelah taat kepada Allah swt.   Di antara hormat kepada kedua orang tua berkata yang baik, lemah lembut, tidak berkata kasar dan tidak membentak-bentak.
2.      Demikian juga Q.S. Luqman (31): 14 Allah perintah bersyukur  kepeda kedua orang tua setelah perintah bersyukur kepada Allah. أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ = hendaklah kamu bersyukur kepada-Ku dan kepada kedau orang tuamu. Bersyukur kepada Allah karena Dialah menjadikan anak dan bersyukur kepada kedua orang tua karena dialah yang mengandung anak samapai payah dan dialah yang menyusuinya. Pada ayat ini Ibu lebih mendapat perioritas dari pada bapak dalam soal ketaatan dan hormat anak terhadap orang tua. Karena jasa seorang ibu memang berbeda dengan seorang bapak, penderitaan seorang ibu untuk menghidupkan anaknya penderitaan langsung berbeda seorang bapak.  Penderitaan seorang ibu mulai dari hamil 9 bulan yang tidak dapat diwakilkan orang lain, kemudian melahirkan yang luar bisa penderitaanya, taruhannya hanya dua yaitu antara hidup dan mati. Setelah lahir perawatan, penyusuan, pengasuhan, pendidikan dan lain-lain bertumpu pada seorang ibu.
3.      Pada Hadis di atas Nabi menjelaskan dengan tegas, bahwa manusia yang paling berhak dihormati adalah orang tua dengan urutan ibumu tiga kali kemudian bapakmu.  Begitu Islam menghargai jasa seorang ibu sebagaimana pula pada Q.S. Luqman (31): 14 di atas. Di sini bukan berarti mengabaikan urusan seorang bapak. Bapak dan ibu harus bekerja sama dalam membesarkan dan mendidik anak. Andaikata berbeda antara bapak dan ibu anak hendaknya pandai mengkompromikan Jika tidak mungkin, ibunya lebih berhak didahulukan baru bapaknya. Contoh yang ringan, bapak suruh anak membantu bapaknya  mengetik sedang ibu suruh  menyapu dalam waktu yang bersamaan, keduanya tidak bisa dikompromikan.




D.    Kewajiban Anak Tehadap Orang Tua
      Hormat dan Berbuat baik kepada orang tua sepanjang masa baik ketika masih hidup maupun telah meninggal. Dalam kitab Tanbîh al-Ghâfilîn yang ditulis oleh al-Muhaddits al-Samaraqandy menjelaskan ada 10 hak orang tua yang masih hidup  yang wajib dilaksanakan oleh anak dan 3 hak orang tua yang telah meninggal.   I0 kewajiban anak terhadap orang tua yang masih hidup yaitu sebagai berikut :
1.         Memberi makan ketika dibutuhkan
2.         Memberi pakaian jika diperlukan dan anak ada kemampuan. Kedua hal di atas merupakan penafsiran ayat QS. Luqman/31:15  وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا “dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik”. Makna pergaulan yang baik adalah  memberi makan ketika orang tua lapar dan memberi pakaian ketika orang tua tidak mampu membeli pakaian
3.    Berkhidmah atau melayani
4.    Memenuhi  panggilan
5.    Taat  selagi tidak maksiat. Dalam ayat QS. Luqman/31 : 15  Allah berfirman :
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya”.
Sesuai dengan  Hadits yang diriwayatkan Ahmad dan Thabarani disebutkan Nabi bersabda  :
لَا طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ                               
“Tidak ada taat kepada makhluk itu wajib dalam maksiat kepada Allah” (HR. Ahmad dan Thabarani)  

6.         Berbicara di hadapannya dengan lemah lembut tidak boleh dengan suara kasar dan keras
7.            Tidak memanggil dengan  namanya akan tetapi dengan jabatannya yang terhormat
8.            Berjalan di belakangnya tidak berjalan di hadapan atau di sampingnya kecuali dengan izin
9.            Berbuat sesuatu yang menyenangkandan menghindarkan sesuatu yang membencikan
10.        Memohonkan pengampunan  setiap mohon pengampunan untuk dirinya baik orang tua masih hidup maupun telah meninggal.
Sedang 3  kewajiban anak terhadap orang tua yang telah meinggal sebagai berikut :
1.         Anak tetap menjadi orang shaleh karena tidak ada sesuatu yag lebih dicintai kepada kedua orang tua dari pada keshalehan anak
2.            Bershilatur rahim kepada kerabat orang tua dan teman-temannya ketika masih hidup
3.            Memohonkan pengampunan, mendo’akan dan bersedekah untuk kedua orang tua.  Sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud  dari Abi Usayd  Malik bin Rabi’ah al-Sa’idy berkata : Ketika kita di hadapan Nabi ada seorang laki-laki dari Bani Salamah bertanya : Ya Rasulallah apakah aku masih bisa berbuat baik kepada kedua orang tuaku  yang telah meninggal beliau menjawab :
 نَعَمْ الصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا وَالِاسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لَا تُوصَلُ إِلَّا بِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا (أخرجه البخاري وابو دود)
         “Ya  yaitu  mendoakan  atas mereka, membacakan istighfar, memenuhi janjinya setelah meninggal, shilatur rahim kepada kerabat yang tidak dishilah kecuali oleh mereka  dan memuliakan teman-teman mereka”. (Bukhari dan HR Abu Daud)
      Imam Muslim meriwayatkan  bahwa  Ibn Umar ketika bertemu dengan seorang laki-laki  Baduwi di jalan menuju Mekkah memberi salam kepadanya dan diajak naik di atas kendaraan keledainya kemudian diberi hadiah serban yang  ada di kepalanya. Ibnu Dinar berkata : Semoga Allah membuat damai hatimu, dia orang Baduwi kok menerima yang sedikit. Abdullah menjawab : “Sesungguhnya bapaknya orang ini dulunya kekasih  Umar bin al-Khathab (bapak saya)”. Aku mendengar Rasulullah saw bersabda : 
            إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ (مسلم)
“Sesungguhnya  kebaikan yang paling baik adalah  shilah anak terhadap keluarga kekasih bapaknya”. (HR Muslim)
Hormat dan taat  kepada kedua orang tua merupakan perbuatan yang lebih disukai Allah  bahkan merupakan kewajiban bagi setiap anak, terutama terhadap ibu nya.
E.     Kewajiban Hormat dan Taat kepada Guru
Homat dan taat seorang murid terhadap  guru suatu kewajiban sebagaimana yang disebutkan dalam Hadis Rasulillah saw:
عَنْ عُمَرَ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثـِــّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ،  وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أّحَدٌ حَتىَّ جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ، وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ : يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِي عَنِ الإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الإِسْلاَمُ أَنَ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَه إِلاَّ اللهِ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ... (رواه مسلم)
Dari Umar bin al-Khathab ra berkata : Pada suatu hari ketika kami ada di samping Rasul datanglah seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih, berambut sangat hitam, tidak diketahui dari arah mana dia datang dan tidak ada yang mengenalnya di antara kami seorang pun, sehingga dia duduk mendekati Nabi dan menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut Nabi dan meletakkan kedua telapak tangannya ke atas kedua pahanya. Lalu berkata : “Hai Muhammad beritakan  padaku tentang Islam”. Lalu Rasul bersabda :“Islam itu, kamu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwasanya Muhammad itu utusan Allah…,(HR. Muslim)
                            
   Hadis di atas mengajarkan kepada para sahabat dan kita semua tentang rukun agama yaitu ada 3 perkara ; Iman, Islam dan Ihsan serta  tanda-tanda hari kiamat. Ketika malaikat Jibril menjelma seperti seorang laki-laki yang berpakaian putih dan berambut hitam  muncul di hadapan Nabi. Namun para sahabat yang duduk bersama Rasulillah tidak ada yang tahu dari mana munculnya seorang putih tersebut, tahu-tahu di hadapan beliua“ menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut Nabi dan meletakkan kedua telapak tangannya ke atas kedua pahanya.
        Kondisi ini mendidik etika atau adab  para pelajar, murid dan santri di hadapan seorang alim atau gurunya. Duduk yang paling sopan di hadapan Rasulillah seperti kondisi duduk tahiyyat awal (iftirâsy) atau tahiyyat akhir (tawarruk) dalam shalat atau minimal bersila.[3] Dunia pendidikan modern sekarang menggunakan kursi, bangku dan lain-lain. Tentunya sekalipun  duduk etika seperti di atas sulit dilaksanakan pada saat sekarang karena situasi dan kondisi. Namun, pesan moral penting di sini adalah tetap menjaga sopan santun di hadapan guru sesuai dengan tradisi dan budaya setempat  misalnya tidak etis duduk salah satu kakinya di atas yang lain atau di atas kursi atau meja dan lain-lain.
Dalam berbagai kitab Akhlak disebutkan kewajiban hormat dan taat kepada guru. Salah satunya kitab Ta’lîm al-Muta’allim dijelaskan bahwa guru bagaikai seorang dokter ahli yang memberikan terapi atau pengobatan. Bagaimana seorang pasien bisa sembuh kalau tidak patuh saran-saran dokter.[4]
       Di antara penghormatan dan kepatuhan seorang murid terhadap gurunya sebagaimana penjelasan al-Zarnujiy adalah sebagai berikut:
1.      Tidak berjalan di depannya
2.       Tidak duduk di tempat duduknya
3.      Tidak memulai berbicara di hadapannya kecuali ada izin
4.      Tidak bertanya sesuatu pada saat kecapaian
5.      Memelihara waktu, tepat waktu dan disiplin
6.      Tidak mengetuk pintu sehingga keluar dari rumahnya
7.      Menghormati anak-anaknya dan yang berkaitan dengan guru seperti kerabat dan pembantunya.[5]
Intinya kewajiban anak murid adalah  mencari rida guru,   menjauhi murkanya, mematuhi segala perintah selagi tidak maksiat kepada Allah swt. Berikutnya dikatakan:
فَمَنْ يُؤْذِي أُسْتَاذَه يُحْرَمُ بَرَكَةَ الْعِلْمِ وَلَا يَنْتَفِعُ بِهِ إلَّا قَلِيلًا
Barang siapa yang menyakiti gurunya maka terhalang keberkahan ilmunya dan tidak bermanfaat ilmunya melainkan sedikit.[6]
       Guru dan orang tua tidak minta dihormati oleh anak-anaknya, akan tetapi kewajiban anak-anak adalah menghormati dan mentaati mereka. Menghormati dan mentaati guru dan orang tua adalah kebutuhan anak-anak semata bukan kebutuhan  guru dan orang tua.

F.        Rangkuman
Hormat kepada orang tua dan guru berarti  mematuhi segala perintahnya selagi tidak maksiat kepada Allah, mencari  ridanya dan menghindari  ucapan atau pebuatan membuat mereka  murka. Guru menempati kedudukan orang tua bahkan lebih tinggi dalam agama, karena dialah memperkenalkan Tuhan dan kewajiban terhadap-Nya. Baik ayat-ayat al-Qur’an maupun berbagai Hadis  perintah hormat dan taat kepada kedua orang tua setelah perintah menyembah kepada Allah swt. Hormat dan patuh kepada kedua orang tua dan guru tidak melebihi patuh kepada Allah swt. 
Hormat kepada orang tua dan guru berlangsung baik ketika masih hidup maupun setelah wafat. Penghormatan ketika masih hidup selayaknya diberikan sebagai orang yang memiliki berbagai kelebihan. Hormat anak murid di hadapan guru seperti yang digambarkan Jibril di hadapan Nabi ketika bertanya tentang Islam, duduk sopan seperti tahiyyat dalam shalat dengan melipat kedua kakinya kedua lututnya disandar pada kedua lutut Nabi dan kedua tangannya diletakkan di atas kedua pahanya.  Sedangkan setelah wafat bentuk penghormatan adalah memohonkan ampunan dan mendoakan.

G.    Latihan
1.      Certitakan secara singkat Alqamah akibat durhakanya kepada ibundanya
2.       Certitakan secara singkat Juraij akibat durhakanya kepada ibundanya sebagaimana yang disebutkan dalam Hadis


















MODUL  6
 TATA KRAMA & SOPAN SANTUN

Kompetensi Dasar        : 3.5. Memahami Q.S. Al- Baqarah (2): 83 dan hadits terkait tentang tata krama, sopan-santun, dan rasa malu.
Tujuan Pembelajaran     :
3.5.1.  Menyebutkaan dalil Al Quran (Q.S. Al- Baqarah (2): 83) dan Al Hadis terkait dengan Tata Krama dan Sopan Santun
3.5.32 Mendeskripsikan pPengertian Tata Krama dan Sopan Santun, kKeseimbangan antara bertatakrama dan sopan santun dengan Allah dan sesama manausia,kewajiban bertatakrama dan sopan santun dengan Allah, danewajiban bertatakrama dan sopan santun dengan manusia

A.   Pengertian Tata Krama dan Sopan Santun
Secara umum tata karma, sopan santu, budi pekerti, etika, dan adab adalah satu makna dan satu pengertian yakni sifat terpuji, sekalipun terkadang berbeda karena konteks dan cakupannya berbeda. Sopan santun adalah budi pekerti yang baik, tata karma, peradaban, dan kesusilaan.[7]   Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral.[8] Adab adalah kehalusan dan kebaikan budi pekerti, kesopanan, akhlak.[9] Akhlak lebih dekat sumber nilainya  baik dan  buruk dari  agama. Sedang  adab sumber nilainya baik dan buruk mencakup agama, budaya, dan tradisi.  Tata karma, budi pekerti dan etika lebih cenderung pada budaya, tradisi, dan logika sekalipun wujudnya juga diwarnai agama.  Ia masih bersifat  mutlak belum ada keterikatan nialai tertentu.  Semua istilah di atas adalah merupakan sifat  baik yang sudah dibiasakan sehingga menjadi kepribadian.
Tata karma, adab dan sopan santun di sini dimaksudkan bersifat nashshiy berdasarkan al-Qur’an Hadis dan ijitihadiy berdasarkan budaya dan tradisi yang diseleksi secala islami. Kata akhlak (akhlâq) dalam al-Qur’an hanya disebutkan mufradnya khuluq dua kali yaitu QS. al-Syu’ara/26: 137 dan QS. Nun (al-Qalam)/68: 4. Sedang kata adab atau budi pekerti tidak ada satu ayatpun yang menjelaskannya.
Adab, budi pekerti, dan sopan santun ini sangat penting dalam beragama. Ada beberapa Hadis yang menyebutkan adab sekalipun tidak banyak. di antaranya Hadis yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi  dan Ahmad  dari al-‘Ash Rasulullah bersabda:
« مَا نَحَلَ وَالِدٌ وَلَدًا خَيْرًا لَهُ مِنْ أَدَبٍ حَسَنٍ »
Orang tua tidak memberi sesuatu yang lebih baik dari pada adab (budi pekerti) yang baik. (HR. al-Baihaqi dan Ahmad)
Rasulullah bersabda dalam Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu al-Sam’aniy dari Ibnu Mas’ud sekalipun Hadis ini tidak shahih (wahî=lemah):
أدَّبَنِى رَبِّى فَأَحْسَنَ تَأْدِيْبِيْ
Tuhanku menngajarkan adab kepadaku, maka menjadi baik adabku (HR. Ibnu al-Sam’aniy[10])
al-Baihaqi juga meriwayatkan dari Utsman al-Hathibiy, bahwa Ibnu Umar berkata kepada seorang laki-laki:
أَدِّبِ ابْنَكَ فَإِنَّكَ مَسْئُولٌ عَنْ وَلَدِكَ مَاذَا أَدَّبْتَهُ ، وَمَاذَا عَلَّمْتَهُ ، وَإِنَّهُ مَسْئُولٌ عَنْ بِرِّكَ وَطَوَاعِيَتِهِ لَكَ.
            Ajarkan adab kepada  anakmu, sesungguhnya engkau  dimintai pertanggung jawaban  tentang anakmu, sudahkah engkau berikan adab, apa yang engkau ajarkan kepadanya. Sesungguhnya engakau dimintai pertanggung jawaban tentang  kebaikan dan ketaatannya kepada engkau. (HR. al-Baihaqi) 

B.   Ayat-ayat al-Qur’an dan Hadis tentang Tata Krama & Sopan Santun
Firman Allah dalam QS. Al-Baqarah/2: 83
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِنْكُمْ وَأَنْتُمْ مُعْرِضُونَ (83)
Kosa Kata:
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ = ketika Kami mengambil janji Bani Israil dalam kitab Taurat
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا = berbuat ihsan kepada kedua orang tua yakni berbuat baik
وَذِي الْقُرْبَى = kerabat, ada hubungan dekat dengan  rahim (kelahiran) dari bapak dan ibu
Terjemahan:
Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu):"Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling. (QS. 2:83)

 عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: إِنَّ مِنْ أَكْبَرِ الْكَبائِرِ أَنْ يَلْعَنَ الرَّجُلُ والِدَيْهِ قِيلَ يا رَسُولَ اللهِ وَكَيْفَ يَلْعَنُ الرَّجُلُ والِدَيْهِ قَالَ: يَسُبُّ الرَّجُلُ أَبا الرَّجُلِ فَيَسُبُّ أَباهُ وَيَسُبُّ أُمَّهُ (متفق عليه)
          Kosa kata:
  يَلْعَنَ الرَّجُلُ = seorang laki-laki mengutuk, mencela, mencaci
الْكَبائِرِ = dosa besar, disebut dosa besar karena bahaya yang diakibatkannya besar

Terjemahan:
          Dari Abdillah bin Amr berkata: Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya di aantara dosa besar yang paling besar adalah kutukan seorang laki-laki terhadap kedua orang tuanya. Ditanyakan (oleh seorang sahabat) Ya Rasulullah bagaimana seorang laki-laki itu nebgutuk kedua orang tuanya ?  Beliau menjawab: “Seorang laki-laki itu mencela bapaknya laki-laki lain, maka ia mencela (membalas cela) kepada bapak dan ibunya”. (HR. Muttafaq Alaih)

C.   Keseimbangan Tata Krama dan Sopan Santun
Islam agama yang seimbang, segala ajarannyapun juga seimbang. Keseimbangan antara dunia dan akhirat, seimbang antara kebutuhan jasmani dan ruhani, seimbang antara ibadah dan muamalah, seimbang antara kebutuhan individual dan social. Ayat di atas menjelaskan keseimbanag antara adab atau tatakrama dengan Tuhan dan  dengana sesame manusia, yakni orang tua, kerabat, anak yatim dan sesama manusia. Sebagaimana Allah mengambil janji  Bani Israil dalam kitab Taurat melalui para nabinya untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya.  Ayat di atas juga mengambil janji kepada  umat Muhammad agar melaksanakan perintah Allah secara patuh dan tulus tidak seperti Bani Israil, tetapi hanya sedikit yang tidak berpaling di antara mereka.
       Ayat di atas perintah  bertata karma atau  bersopan santun kepada Allah dan kepada  sesama manusia secara seimbang;
1.      Bertata krama dan sopan santun kepada Allah adalah tidak menyembah selain kepada Allah, mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Di sini ada keseimbangan antara ibadah, akidah dan akhlak, antara ibadah yang berhubungan langsung dengan Allah seperti shalat  dan berhubungan dengan manusia seperti  zakat.
2.      Bertata karma dan sopan santun  dengan sesama manusia yakni berbuat ihsan (kebaikan) kepada orang tua, kerabat, yatim, miskin dan semua manusia. Perbuatan ihsanpun ada keseimbangan antara perbuat dan ucapan, perbuatan baik dan ucapan yang baik pula.
Dalam Hadispun Rasulullah selalu menyampaikan  keseimbangan antara hak Allah dan hak manusia. sebagaimana Hadis yang diriwayatkan al-Bukhari dari Anas, ketika Nabi ditanya tentang dosa besar beliau menjawab:
 الإِشْراكُ بِاللهِ، وَعُقوقُ الْوالِدَيْنِ، وَقَتْلُ النَّفْسِ، وَشَهادَةُ الزّورِ(أخرجه البخاري)
            Dosa besar adalah menyekutukan Allah, durhaka kepada kedau orang tua, membunuh      jiwa dan saksi palsu. (HR. al-Bukhari)
            Hadis di atas menyebutkan adab atau tata karma yang buruk secara simbang dengan Allah dan sesame manusia. Adab buruk dengan Allah adalah menyekutukan-Nya dengan sesuatu. Sedang adab yang buruk dengan sesame manusia yang paling buruk adalah durhaka kepada kedua orang tua, membunuh jiwa dan saksi palsu.
            Dengan demikian, tidak cukup manusia hanya bersikap baik dengan Allah tetapi bersikap buruk dengan sesame manusia. Tidak selamat manusia beradab, bertata karma dan bersopan santun yang baik dengan Allah tetapi beradab buruk dengan sesama manusia.

D. Kewajiban Bertata Krama dengan Allah
Sebagaimana disebutkan pada QS. Al-Baqarah/2: 83 yaitu Bertata krama dan sopan santun kepada Allah adalah:
1.      Tidak menyembah selain kepada Allah,
2.      mendirikan shalat dan
3.      menunaikan zakat.
Perintah Allah tidak menyembah selain Allah adalah bermakna tauhid yaitu   dengan mengesakan-Na, membenarkan para Rasul dan mengamalkan kitab yang diturunkan kepada mereka. Perintah shalat aspek ibadah dan zakat aspek social. Shalat dilakukan Bani Israil sesuai dengan cara pada masanya. Sedang zakat menurut Ibnu Athiyah sebagaimana dikutip al-Syaukani: Mereka meletakkan harta zakat itu di suatu tempat kemudian api turun datang untuk memakannya jika diterima dan api itu tidak turun bagi zakat yang tidak diterim.[11]
Beberapa hal yang diperintahkan kepada Bani Israil di atas juga diperintahkan kepada umat Nabi Muhammad dan Bani Israil yang hadir masa Nabi Muhammad saw karena mereka juag sama dengan para pendahulunya, kecuali sedikit di antaranya Abdullah Salam dan teman-temannya.[12]  Jika seseorang  menyembah Allah tetapi juga menyekutukan-Nya dengan seauatu berarti ia tidak mempunyai adab dan tidak punya sopan kepada Allah. Bagaimana orang tersebut sopan kalau ia lahirnya shalat menyembah Allah, tetapi hatinya pamer, riya, dan ingin dipuji manusia. Bagaimana seorang itu disebut sopan, kalau ia menyembah batu, pohon, pangkat, jabatan, uang, wanita dan lain-lai. Sementara Allahlah sesungguhnya yang menciptakan dia  dan yang menciptakan benda-benda itu.
Seorang yang sopan santun dengan Allah selalu melaksanakan shalat. Dirikanlah shalat (وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ), mendirikan shalat berbeda dengan melaksanakan shalat. Makna mendirikan shalat adalah mensdirikannya  secara kontinew terus temerus sampai mati sedang melaksanakan berarti mungki sekali-kali atau terkadang. Orang yang sopan dengan Allah berarti selalu mengerjakan shalat dan dilaksanakan secara khusyu’ dan sempurna
       Zakat wajib dikeluarkan bagi yang berharta mencapai ukuran minimal zakat (nishab). Zakat yang dikeluarkan semata tanda syukurnya kepada Allah yang telah memberi kelimpahan harta benda dan sebagai tanda syukurnya kepada fakir miskin yang telah banyak membantu usahanya sehingga sukses. Orang kaya yang tidak mengeluarkan zakatnya berarti tidak sopan dengan Allah.
Yatimin Abdillah  menyebutkan secara garis besar akhlak manusia dengan Allah adalah tawakkal hanya kepada Allah semata, bersyukur hanya kepada Allah, beribadah hanya kepada Allah, minta pertolongan hanya kepada Allah, ikhlas dan rida  akan segala keputusan Allah.[13]       Akhlak di atas hanya  menekankan pada aspek tauhid dan ibadah saja belum menampakkan  social sebagaimana dalam al-Qur’an di atas. 

E.  Kewajiban Bertata Krama dengan Manusia
Urutan manusia yang paling berhak  mendapatkan perlakuan tata karma dan sopan santun  yang baik adalah sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Baqarah/2: 83 yaitu sebagai berikut:
1.      Orang tua,
Orang pertama yang berhak mendapat penghargaan tata karma dan sopan santun adalah orang tua. Bertata karma dengan kedua orang tua berarti mempergauli dengan baik (mu’âsyarah bi al-ma’rûf), rendah hati (tawâdhu’) di hadapannya, mengikuti segala perintahnya dan  segala hak orang tua yang diwajibkan Allah swt. [14] Karena merekalah yang menjadi sebab wujudnya  anak, merekalah yang merawat anak sejak kecil. Kata “Ihsan” berbuat baik berarti berbuat sesuatu yang melebihi dari kewajiban.[15]
Berdosa besar seorang anank yang tidak punya sopan santun kepada kedua orang tuanya yakni anak yang mengutuk, mencaci atau mencela kepada orang tuanya baik secara langsung maupun tidak secara langsung. Pada Hadis di atas yang muttafaq ‘alaih menjelaskan keadaan anak yang  mengutuk orang tuanya sendiri. Yakni anak itu mencela bapaknya seorang anak lain, kemudian ia membalas mencela bapaknya. Maka ia berarti sama dengan mencela bapaknya sendiri.
2.      Kerabat sanak famili,
Kerabat adalah orang kedua setelah orang tua.  Tata karma dengan kerabat adalah dengan mengadakan shilaturrahim dan membantu segala yang dibutuhkan sesuai dengan kemampuan. Andaikata semua orang melakukan hal ini yakni bertanggung jawab terhadak kerabat, bertata karma dengan kerabat maka tidak ada keluarga yang kekurangan. Kerabat ini jika miskin memiliki dua hak; yaitu hak miskin dan hak kerabat. Hadis yangdiriwayatkan  imam Ahmad dari Salman bin Amir, Rasulullah saw bersabda:
الصَّدَقَةُ عَلَى الْمِسْكِينِ صَدَقَةٌ وَالصَّدَقَةُ عَلَى ذِي الرَّحِمِ اثْنَتَانِ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ
 Sedekah terhadap miskin adalah sedekah sedang sedekah terhadap kerabat mempunai dua pahala yaitu pahala sedekah dan pahala shilaturrahim (HR. Ahmad)
3.      Anak-anak yatim
Anak yatim adalah anak yang ditinggal wafat  bapaknya semasa usia masih kecil, sedang yatim pada binatang adalah yang ditinggal mati ibunya.  Anak yatim kehilangan seorang  bapak yang mengurus kehidupannya. Tata karma terhadap anak yatim menjadikan masyarakat Islam sebagai bapaknya yang melindungi dan mencukupi segala kebutuhannya.   Hadis yang diriwayatkan al-Bukhari dari Sahal bin Sa’ad Rasulullah saw bersabda:
(( أَنَا وَكَافلُ اليَتِيمِ في الجَنَّةِ هَكَذا )) وَأَشارَ بالسَّبَّابَةِ وَالوُسْطَى ، وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا (رواه البخاري)
Saya dan yang mengurus  yatim di dalam surga begini, beliau  isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah dan merenggangkan antara keduanya. (HR. al-Bukhari)
 Secara umum  al-Qur’an memandang perlunya bertata karma dengan anak yatim:
a.       Berbuat baik  sebagai tanda orang yang benar imannya
b.      Menyantuni adalah kewajiban social setiap orang Islam
c.       Membela dan melindungi adalah salah satu perjuangan Islam
d.      Problema social timbul karena empat sebab; a) tidak memuliakan anak yatim, b) tidak memberi makan kepada orang miskin, c) memakan kekayaan dengan rakus, d) mencintai harta benda secara berlebihan
e.       Bila orang membagikan harta warisan diperintahkan  agar sebagian dibagikan kepada kerabat, yatim, dan msikin yang tidak mempunyai hak waris
f.       Orang Islam diperintahkan berhati-hati dalam memelihara harta anak yatim, jangaan dicampur adukannya dengan harta sendiri, karena memakan harta anak yatim berdosa besar.
g.      Orang Islam dilarang mempelakukan anak yatim seweang-wenang  dan dilarang menghardiknya.[16]

4.      Orang miskin
Miskin lebih sengsara  dibandingkan  fakir, miskin tidak memiliki pekerjaan yang tetap dan tidak memiliki harta apa-apa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tata karma terhadap orang miskin  menjadikan masyarakat Islam bertanggung jawab terhadap kemiskinan mereka dengan bantuan harta zakat, sedekah dan infak. Dengan demikian akan menghilangkan rasa benci dan dendam. 
5.      Semua manusia
Tata karama dengan sesama manusia dengan ucapan yang baik  menurut syara’ sebagian ulama mengatakan ungkapan kalimah tauhid  [17] dan menurut logic. Rasulullah saw bersabda pada Hadis yang diriwayatkan oleh al-Turmudzi dari Muadz bin Jabal:
(( اتَّقِ الله حَيْثُمَا كُنْتَ وَأتْبعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا ، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ )) رواه الترمذي ، وَقالَ : (( حديث حسن )) .
       Takutlah kepada Allah di mana saja engkau berada, ikutilah kejahatan dengan kebaikan maka ia menghapuskannya dan pergaulan manusia dengan akhlak yang baik. (HR. al-Turmudzi dan berkata Hadis hasan)
F.    Rangkuman
Tata karma, adab dan sopan santun di sini dimaksudkan bersifat nashshiy berdasarkan al-Qur’an Hadis dan ijitihadiy berdasarkan budaya dan tradisi yang diseleksi secala islami.
Ayat di atas QS. Al-Baqarah/2: 83 perintah  bertata karma atau  bersopan santun secara seimbang antara  kepada Allah dan kepada  sesama manusia:
1.      Bertata krama dan sopan santun kepada Allah adalah tidak menyembah selain kepada Allah, mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Di sini ada keseimbangan antara ibadah, akidah dan akhlak, antara ibadah yang berhubungan langsung dengan Allah seperti shalat  dan berhubungan dengan manusia yakni zakat.
2.      Bertata karma dan sopan santun  dengan sesama manusia yakni berbuat ihsan (kebaikan) kepada orang tua, kerabat, yatim, miskin dan semua manusia. Perbuatan ihsanpun ada keseimbangan antara perbuat dan ucapan, perbuatan baik dan ucapan yang baik pula.
G.   Latihan
1.      Diskusikan dengan teman-teman kelas saudara  tentang  panti jompo
2.      Diskusikan dengan teman-teman kelas saudara  tentang zakat harta (mal) diurus negara


















MODUL  7
BERPIKIR KRITIS DAN  BERSIKAP DEMOKRATIS

Kompetensi Dasar                    :  3.1. Menganalisis Q.S. Ali Imran (3): 190-191, dan Q.S. Ali Imran (3): 159, serta hadits tentang berpikir kritis dan bersikap demokratis
Tujuan Pembelajaran     :
3.1.1. Menebutkan dalil Al Quran (Q.S. Ali Imran (3): 190-191, dan Q.S. Ali Imran (3): 159) dan Al Hadis terkait dengan berfikir kritis
3.1.2.  Mendeskripsikan makna  berfikir kritis (ulil Albab) dan bersikap demokratis, Ciri-ciri  berfikir kritis (ulil Albab), Ciri-ciri bersikap demokratis dan  Langk-langkah dalam membangun berfikir kritis dan bersikap demok ratis

A.     Makna  Berfikir Kritis (ulil Albab) dan Bersikap Demokratis
        Kritis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan bersifat tidak lekas percaya; bersifat selalu berusaha menemukan kesalahan atau kekeliruan;  tajam dalam penganalisisan.[18] Maknanya kritis sama dengan cerdas, berfikir kritis adalah berfikir cerdas,  tajam, dan pandai. Cendekia diartikan  sebagai cepat mngerti situasi dan pandai  mencari jalan keluar.  Sedangkan cendekiawan adalah orang yang cerdik pandai, orang intelek atau orang yang memiliki sikap hidup yang  terus  menerus  meningkatkan kemampuan berpikirnya untuk dapat mengetahui atau memahami sesuatu.[19] Dalam al-Qur’an berfikir kritis ini salah satunya disebut sebagai Ulil Albab yang berarti orang berakal cerdas. Kata Ulil Albab disebut 16 kali dalam al-Qur’an salah satunya disebutkan dalam QS. Ali Imran/3: 190.
  Bersikap demokratis berarti bersifat demokrasi,  yang  berarti (bentuk atau sistem) pemerintahan yg seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya; pemerintahan rakyat;  atau gagasan atau pandangan hidup yg mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara.[20] Bersikap demokratis berarti sikap pandangan hidup mengutamakan persamaan hak dan kewajiban atau perlakuan yang sama bagi semua warga Negara. Demokrasi berasal dari bahasa Yunani. Yakni kata “Demos” berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan “cratein” atau “demos” yang berate kekuasaan atau kedaulatan, dengan demikian maka demokrasi dapat diartikan kekuasaan atau kedaulatan rakyat.Demokrasi  juga diartikan kerakyatan, pemerintahan atas azaz kerakyatan, pemerintahan rakyat.[21]    Azaz demokrasi adalah musyawarah dalam segala hal yang menyangkut orang lain, ditentukan secara bersama untuk kepentingan bersama. Azaz musyawarah disebitkan dalam QS. QS. Ali Imran /3: 159 yang akan dibahas pada pembahasan berikut nanti.  Wujud demokrasi dalam suatu Negara adalah majlis syura atau MPR (Majlis Permusyaratan Rakyat). Menurut al-Maududiy pemerintahan theo-demokrasi pernah dikembangkan  pada pemerintahan Khulafaur rasyidin yang merupakan pelanjut kepemimpnan Rasulillah saw wafat. Theo-demokrasi diartikan bahwa Islam  memberikan kedaulatan itu tidak mutlak karena dibatasi  oleh norma-norma yang datangnya dari Tuhan, dengan kata lain  kedaulatan rakyat terbatas di bawah pengawasan Tuhan.[22]
 Secara sederhana sikap demokratis dapat diartikan adalah  sikap  menghargai  pendapat orang lain dan  sikap menerima pendapat  orang lain, sikap mau mengkrtik dan mau dikritik dan lain-lain.
B.      Ayat al-Qur’an Hadis tentag Berpikir Kritis Dan  Bersikap Demokratis

Firman Allah  dalam QS. Ali Imran/3: 190-191
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ (190) الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (191)
Kosa Kata:
فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ = dalam ciptaan langit dan bumi, keindahan dan kekuasaan
لَآيَاتٍ =  sungguh menjadi tanda-tanda kekuasaan Allah
لِأُولِي الْأَلْبَابِ = bagi orang-orang berakal, berpikir kritis
يَذْكُرُونَ اللَّهَ = menyebut Allah, dzikir kepada Allah, mengingat Allah
Terjemahan:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (QS. 3:190)
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):"Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. 3:191)

Firman Allah  dalam QS. Ali Imran /3: 159
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ (159)
Kosa Kata:
لِنْتَ لَهُمْ =engkau lemah lembut kepada mereka
فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ =keras, kejam dan  kasar hati
فَإِذَا عَزَمْتَ = jika engkau berazam, bercita-cita, berencana, membulatkan tekad

Terjemahan:
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS. 3:159)

Hadis Nabi tentag Berpikir Kritis
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ كَرَمُ الرَّجُلِ دينُهُ وَمُرُوءَتُهُ عَقْلُهُ وَحَسَبُهُ خُلُقُهُ  (أحمد )
Kosa Kata:
َمُرُوءَتُهُ = kehormatan  dirinya
حَسَبُهُ = kedudukannya
Terjemahan
Dari Abi Hurairah ra dari Nabi  saw bahwa beliau bersabda : “Kemuliaan seseorang bergantung pada agamanya, kehormatan diri bergantung pada  akalnya, dan kedudukannya pada akhlaknya”. (HR. Ahmad)
C.   Ciri-ciri  Berfikir Kritis (Ulil Albab),
Ciri sikap demokratis sebgaimana yang disebutkan dalam QS. Ali Imran/3: 190-191 ada tiga cirri utama; yaitu    berdzikir, memikirkan atau mengamati  fenomena alam dan berkreasi. Dari uraian tersebut  dapat dipahami bahwa  berfikir kritis  memiliki tiga tuntutan besar:
1.      Berdzikir
Seorang yang berfikir kritis dan cerdas, cirri pertama adalah selalu berdzikir kepada Allah swt  الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ  baik siang dan malam, pada saat berdiri, duduk dan berbaring. Maknanya tiada waktu tanpa berdzikir, segala waktu diisi dengan dzikir baik dalam shalat maupun di luar shalat. Berdzikir bukan saja hanya ingat tetapi juga membaca kitab Allah, memahami isinya, menyebar luaskan dan mengamalkan isi kandungannya. Membelajari kitab suci dalam rangka memahami , menyebar luaskan dan menerapkan nilai-nilainya di tengah-tengah masyarakat yang sangat beragam kebutuhan dan problemanya.

2.      Berfikir Kritis
Berfikir kritis berarti  mengamati, meneliti, menyimpulkan dan membuktikan kebenarannya. Mengamati ayat-ayat Tuhan  di alam raya ini baik dalam diri manusia  secara perorangan  maupun berkelompok, di samping juga mengamati feomena alam. Mereka  berfikir tentang ciptaan langit dan bumi وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ 
Muhammad Quthub dalaam bukunya Manhaj al-Tarbiyah  al-Islamiyah dikutip oleh M Quraish Shihab bahwa ayat-ayat tersebut  merupakan metode  yang sempurna bagi penalaran dan pengamatan Islam terhadap alam. Ayat-ayat itu mengarahkan akal manusia  kepada fungsi pertama di antara  sekian banyak  fungsinya, yakni mempelajari  ayat-ayat Tuhan  yang tersaji dalam alam jagat raya ini.  Ayat tersebut bermula dari tafakkur dan berakhir dengan amal.[23]
Di asmping itu  membuka tabir  sejarah penciptaan  langit bumi, juga bermakna  memikirkan tentang  tata kerja  alam semesta. Karena kata Khalq selain  berarti penciptaan  juga berarti pengaturan dan pengukuran yang cermat. Pengetahuan yang terakhir ini mengantarkan ilmuan  kepada rahasia-rahasia alam dan pada gilirannya mengantarkan kepada penciptaan  teknologi yang menghasilkan  kemudahan  dan manfaat bagi manusia.

3.      Berusaha dan  berkreasi
Berusaha dan berkreasi  pada hasil-hasil yang diperoleh dari penemuan ilmiah dan teknologi. Setelah mereka menemukan ilmu pengetahuan dan teknologi  mereka berkata: …رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا  Wahai Tuhan, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Adanya usaha dan kreasi dalam bentuk nyata dari ilmuan (ulul albab), khususnya dalam kaitan  hasil-hasil yang diperoleh  dari pemikiran dan perhatian  tersebut.[24] Hal ini berarti  bahwa mereka harus selalu  peka  terhadap kenyataan-kenyataan social dan alam dan bahwa peran mereka  tidak sekedar merumuskan  atau mengarahkan tujuan-tujuan  tetapi juga sekaligus memberi contoh pelaksanaan dan  sosialisasinya.[25] Keindahan alam dan keberhasilan saintek yang dihasilkan dari prosess berfikir dan berdzikir itu memperkuat keimanan kepada  Allah swt dan dalam  meningkatkan kepatuhannya kepada Sang Pencipta.
Layaknya semakin tinggi ilmu npengetahuan ang diperoleh seseorang, semakin tinnggi pula keimanan dan pengabdiannya. Apalah artinya pengetahuan yang tinnggi tetapi berpaling dari Sang Pencipta alam. Hadis di atas yang diriwayatkan oleh Ahmad  memperkuat ayat-ayat al-Qur’an ini.
وَمُرُوءَتُهُ عَقْلُهُ وَحَسَبُهُ خُلُقُهُ
Kehormatan diri bergantung pada  akalnya, dan kedudukannya pada akhlaknya”. (HR. Ahmad)
Kehormatan dan harga diri seseorang ditentukan oleh kecerdasan akalnya. Manusia adalah makhluk yang paling cerdas di antara sekian banyak makhluk. Dengan akalnya inilah manusia dapat menguasai ilmu pengetahuan yang kemudian dapat mengungguli makluk lain termasuk malaikat. Oleh karena itu manusia wajib bersyukur atas nikmat yang besar ini dengan menjaga baik-baik tidak boleh dirusak dengan cara apapun dan haram hukumnya minum-minuman keras yang memabukkan dengan alas an merusaak akal.
Manusia dengan akal fikirannya  dapat menyaingi makhluk-makhluk lain apapun bentuk kelebihan makhluk lain. Misalnya binatang yang mampu membuat rumah di dalam tanah seperti semut dan sebangsanya manusia dengan akalnya juga mampu membuat terowongan-terowongan. Manusia yang terkalahkan kuda dalam lari cepat manusi dengan akalnya mempunyai kreatif membuat sepeda, motor dan mobil. Burung yang terbang dengan sayapnya, manusia dengan akalnya mampu membuat pesawat terbang. Ikan yang tinggal di dalam air dan menyelam di dalamnya, manusia dengan akalnya mampu membuat kapal selam dan seterusnya. Bahkan dengan akalnya pula manusia mampu terbang ke planit-planit lain yang dulunya mustahil ditaklukkan manusia dengan menggunakan pesawat-pesawat yang canggih dan mampu berkomunikasi dengan orang lain dalam jarak jauh. Itulah di antara peran akal yang menyertai manusia untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. 
       Dengan akal manusia dapat memilih mana yang benar dan mana yang salah dan dengan akal pula manusia dapat menyeleksi perbuatan mana yang bermanfaat dan perbuatan mana yang madharat. Keddudukan manusia juga ditentukan oleh akhlakanya. Jika seseorang  berakhlak yang baik, maka ia bermartabat mempunyai kedudukan yang tinggi di hadapan manusia. Sebaliknya jika ia tidak berakhlak, maka tidak punya kedudukan di antara mereka. Dengan demikian manusia dilihat dari akhlaknya bukan yang lain

D.   Ciri-ciri Bersikap Demokratis
 Di antara cirri  seorang bersikap demokrtis adalah cinta bermusyawarah. Musyawarah diartikan berunding dan berembuk. Pada mulanya diartikan mengeluarkan madu dari sarang lebah. al-Qur’an memilihnya musyawarah untuk  menunjukkan arti membahas bersama dengan maksud mencapai  keputusan dan penyelesaian bersama dalam bentu yang sebaik-baiknya.[26]
Kaitannya dengan madu, madu bukana saja manis, melainkan juga  obat untuk banyak penyakit, sekaligus sumber kesehatan dan kekuatan. Itu sebabnya madu dicari  dimanapun dan oleh siapapun.  Madu dihasilkan oleh lebah, orang yang bermusyawarah  bagaikaan lebah; makhluk  yang sangat  berdisiplin, kerjasamanya mengagumkan, makanannya sari kembang dan hasilnya madu.[27]
Ayat  di atas yakni QS. Ali Imran /3: 159 secara redaksional  ditujukaan kepada Nabi Muhammad saw agar memusyawarahkan persoalan-persolan tertentu dengan sahabat dan anggota masyarakatnya. Ayat ini juga petunjuk, khususnya setiap  pemimpin  agar bermusyawarah dengan anggota-anggotanya. [28]
Tiga sikap yang ditunjukan seorang bersikap demokratis dalam QS. Ali Imran /3: 159  yaitu:
1.      Sikap lemah lembut
Seorang pimpinan dan  atau yang melakukan musyawarah  harus menghindari  tutur kata yang kasar serta sikap keras kepala. Jika mereka bersikap seperti itu maka anggota musayawarah akar berlarioan dari padanya:
وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
2.      Memberi maaf
Maaf secara harfiah  berarti menghapus . memaafkan berarti  menghapus  bekas luka di hati akibat perlakuan pihak lain yang dinaiali tidak wajar.  Sikap pemaaf adalah sikap yang baik untuk memberi support kepada anggota musyawarah yang bersalah untuk melanjutkan musyawarahnya untuk mencapai hasil yang lebih baik. 
3.      Memohonkan ampunan
Untuk mencapai hasil yang terbaik ketika bermusyawarah, hubungan dengan Tuhanpun  harus harmonis.
Beberapa petujuk al-Quran menegani sikap  yang harus dilakukan  seseorang untuk  menyukseskan musyawarah. Tiga sikap  yang secara berurutan  diperintahkan Nabi Muhammad untuk beliau lakukan  sebelum datangnya  perintah musyawarah. Penyebutan ketiga sikap  dikemukakan sesuai dengan  konteks turunnya. Namun dari segi pelaksanaanya  dan esensi  musawarah  agaknya sifat-sifat tersebut sengaja dikemukakan  agar ketiganya menghiasi  diri Nabi dan  yang melakukan musyawarah. [29] Setelah musyawarah ada tekad yang bulat  untuk melaksanakan  apa yang telah ditetapkan  dalam musawarah.
Kemudian setelah bermusawarah masing-masing berazam atau  membulatkan tekad untuk melaksanakan hasil keputusan bersama yang nerupakan konsekwensi bersama dengan penuh tawakkal kepada Allah swt.
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

E.  Langk-Langka Menuju Berfikir Krtis dan  Sikap  Demokratis
Beberapa langkah yang dapat dilakukan  untuk membangun masayakat yang berfikir kritis dan bersikap demokratis. Dalam mengembangkan berfikir kritis dan sikap demokratis perlu ada pengembangan kultur kritis dan demokrasi. Almond mengatakan sebagaimana yang dikutip oleh Dr. Farida Hanum bahwa suatu bangsa yang menuju bangsa yang demokratis harus melewati tiga tahapan:
1.  Tahap pengembangan institusi yang demokratis. Tahap ini dalam batas-batas menciptakan kondisi sosial dan personalitas individu yang mendukung terwujudnya demokrasi.
2. Tahap  proses untuk mewujudkan sikap individu yang mendukung demokrasi. Pada awal reformasi, kiranya hampir sebagian besar warga bangsa bersikap rodemokrasi.
3. Tahap  upaya mewujudkan struktur sosial dan kultur politik yang demokratis. [30]
Tahapan-tahapan ini dapat dimulai melalui institusi pendidikan, khususnya melalui pendidikan multikultural. Tujuan utama pendidikan multikultural adalah mengubah pendekatan pengajaran dan pembelajaran ke arah memberi peluang yang sama pada setiap anak.  Untuk ini kelompok-kelompok harus damai, saling memahami, mengakhiri konflik tetapi tetap menekankan pada tujuan umum untuk mencapai persatuan. Pada siswa atau mahasiswa ditanamkan pemikiran lateral, keaneka ragaman dan keunikan itu dihargai. Itu berarti harus ada perubahan sikap, perilaku dan nilai-nilai khususnya bagi civitas akademika di sekolah. Ketika siswa atau mahasiswa berada diantara sesamanya yang berlatar belakang berbeda mereka harus belajar satu sama lain, berinteraksi dan berkomunikasi, sehingga dapat menerima perbedaan diantara mereka sebagai suatu yang memperkaya mereka.
Suasana sekolah amat penting dalam penanaman nilai multibudaya. Sekolah harus dibangun dengan suasana yang menunjang penghargaan budaya lain. Relasi guru, karyawan, siswa yang berbeda budaya diatur dengan baik, ada saling penghargaan. Anak dari kelompok lain tidak ditolak tetapi dihargai. Bahkan yang tidak kalah penting, terlebih di tingkat SD-SMU, dekorasi sekolah perlu diatur dengan nuansa multikultural. Meski sekolah itu di Pulau Jawa, hiasan, dan dekorasi ruang dibuat beraneka ragam budaya suku-suku yang ada di Indonesia, misalnya, sehingga mengerti nilai lain.
Peran Guru dalam Pengembangan Pendidikan Multikultural Peran dalam pendidikan multikultural juga amat penting. Guru harus mengatur dan mengorganisir isi, proses, situasi, dan kegiatan sekolah secara multikultural, di mana tiap siswa dari berbagai suku, jender, ras, berkesempatan untuk mengembangkan dirinya dan saling menghargai perbedaan itu
Dari beberapa keterangan di atas guru di sekolah dapat melakukan pengembangan berfikir kritis dan bersikap demokratis pada anak didik  dengan beberapa langkah  sebagai berikut:
1.      Melakukan pembaharuan kurikulum materi pembelajaran yang dapat memacu berfikir  inovatif,  kreatif dan demokratis
2.      Metode pembelajaran variatif,  kritis dan demokratis seperti berdiskusi, dialog, tanya jawab dan  kerja sama  serta tugas-tugas  kerja kelompok
3.      Membuat suasana lingkungan gotong royong dan kebersamaan  seperti kerja bakti, kebersihan lingkungan, lomba masak memasak dan lain-lain
4.      Adanya keteladanan para guru, karyawan dan kepala sekolah di lingkungan sekolah.
5.      Terlatih saling mengkritik antar teman dan saling menerima kritikan
6.      Terlatih berorganisasi secara musyawarah dan mufakan mulai dari kepengurusan kelas sampai kepada OSIS dan Himpunan Mahasiswa

F.    Rangkuman
     Dalam al-Qur’an berfikir kritis ini salah satunya disebut sebagai Ulil Albab yang berarti orang berakal cerdas. Bersikap demokratis berarti sikap pandangan hidup mengutamakan persamaan hak dan kewajiban atau perlakuan yang sama bagi semua warga Negara. Berfikir kritis  memiliki tiga tuntutan besar yang merupakan cirri-cirinya yaitu: berdzikir, berfikir kritis dan berusaha dan berkreasi. Bersikap demokratis. Tiga sikap yang ditunjukan seorang bersikap demokratis dalam QS. Ali Imran /3: 159  yaitu: lemah lembut, member maaf dan memohonkan ampunan. Ada tiga tahapa menuju bangsa yang demokratis. Tahapan menuju bangsa yang demokratis yaitu:
1.      Tahapan pengembangan institusi yang demokratis
2.      Mewujudkan sikap individu pendukung demokrasi
3.      ewujudkan struktur sosial dan kultur politik yang demokratis
Sedang langkah-langkah menuju berfikir kritis dan bersikap demokratis adalah sebagai berikut:
1.      Melakukan pembaharuan kurikulum
2.      Metode pembelajaran variatif,  kritis dan demokratis
3.      Membuat suasana lingkungan gotong royong dan kebersamaan dengan keteladanan
4.      Latihan  saling mengkritik  dan saling menerima kritikan
5.      Latihan  berorganisasi secara musyawarah dan mufakat















MODUL 8 
NASEHAT DAN IHSAN

Kompetensi Dasar :  3.2. Menganalisis Q.S. Luqman (31): 13-14 dan Q.S. Al-Baqarah (2): 83, serta hadits tentang saling menasihati dan berbuat baik (ihsan).
Tujuan Pembelajaran:
3.2.1.  Menyebut dalii Al Quran (Q.S. Luqman (31): 13-14 dan Q.S. Al-Baqarah (2): 83, ) dan  Hadis terkait saling menasehati dan berbuat Ihsan,
3.2.2. Mampu menjelaskan makna saling menasehati dan ber buat ihsan,nasehat bersyukur kepada Allah dan manusia, ihsan kepada Allah dan manusia dan  Bentuk-bentuk perbuatan ihsan kepada sesama manusia,

A.  Makna Saling Menasehati dan Berbuat Ihsan
Nasihat berasal dari bahas Arab, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia  nasihat diartikan  secara sederhana mauizah yaitu; ajaran atau pelajaran yang baik; atau diartikan anjuran (petunjuk, peringatan, teguran) yang baik, kehendak baik. Saling menasihati berarti saling menganjurkan kebaikan, saling menghendaki kebaikan, dan saling mengingatkan.  Dalam al-Qur’an tidak didapati kata nasihat kecuali akar kata seperti kata  nashahû نَصَحُوا  yang berarti ikhlas nasihat kepada Allah  dalam QS. Al-Taubah/9: 91  dan kata Nâshihun berarti  penasehat
dalam QS. Al-A’raf/7: 68.
Kata “nasihat” banyak disebutkan dalam beberapa Hadis di antaranya Hadis yang diriwayatkan oleh  Muslim dari  Tamim al-Dariy, Rasulullah saw bersabda:
الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ قَالَ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ (صحيح مسلم)
Agama itu nasihat, kami bertanya: Untuk siapa ? Beliau menjawab untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pimpinan kaum msulimin dan umumnya kaum msulimin. (HR. Muslim)
            Mayoritas isi kandungan agama adalah nasihat. Ada beberapa pengertian nasihat yang berbeda bergantuk konteks kepada siapa nasihat itu diberika. Al-Khathabiy dan ulama lain memberikan arti nasihat sebagaimana  yang dikutib oleh al-Nawawi pada sayarah Muslim sebagai berikut:
1.      Nasihat untuk Allah diartikan beriman kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya, mematuhi segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.
2.      Nasihat begi kitab Allah, maknanya beriman keagungan kalam Allah al-Qur’an, membaca, memahami dan mengamalkannya
3.      Nasihat kepada Rasul-Nya, maknanya mengimani kebenarannya, patuh segala yang datang dari padanya dan menghidupkan Sunah-sunahnya
4.      Nasihat terhadap para pimpinan umat Islam, artinya membantu mereka dalam melaksanakan kebenaran, taat segala perintahnya dan memberikan masukan saran secara sopan jika mereka menyimpang.
5.      Nasihat kepada kaum muslimin semuanya, artinya memberikan petunjuk dan bimbingan kepada mereka untuk kemaslahatan dunia dan akhirat serta mencegah gangguan mereka.[31]
Kata  Nasihat   sinonim  mauizhah sebagaimana yang disebutkan akar kata pada QS. Lukman/31 : 13 mauizhanya Lukman terhadap anaknya.
            Sedangkan Ihsan secara sederhana  diartikan berbuat baik. Berbuat baik adakalanya dalam ibadah dan adakalanya bermuamalah dengan sesame manusia. Ihsan dalam ibadah sebagaimana Hadis Rasulillah ketika ditanya oleh Jibril:
قَالَ فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِحْسَاِن قَالَ : أَنْ تَعْبُدَ اللهِ كَأَنــَّـكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ   (رواه مسلم)
Kemudian dia berkata lagi, “Beritakan  padaku tentang Ihsan”. Lalu Rasul bersabda: “Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, dan jika kamu tidak dapat melihat-Nya maka sesungguhnya Allah melihat kamu”…(HR. Muslim)

Ihsan dalam ibadah berarti membaguskan ibadah, yaitu menyembah Allah seolah melihat-Nya atau kalau tidak bisa sesungguhnya Allah melihat kita. Maknanya  usahakan ibadahnya dibuat yang paling bagus dengan menjaga adab dan tata kramanya baik lahir maupun batin, terutama, keikhlasan,  kekhusyu’an  dan ke khudhu’annya. Sedangkan ihsan berbuat baik dalam bermuamalah dengan sesama saudara  dengan shilatur rahim, membantu kerepotan dan kekurangannya.

B.   Ayat al-Qur’an dan Hadis Nabi  Tentang  Saling Nasehat dan Ihsan
Firman Allah dalam QS. Lukman/31 : 13-14 tentang nasihat
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (13) وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (14)
Kosa kata:
يَعِظُهُ = memberi nasihat akan dia , memberi mau’izhah kepadanya
لَظُلْمٌ = sungguh kegelapan, penganiayaan
وَفِصَالُهُ =bersapih dari susuan
Terjemahan:
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS. 31:13)
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibubapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS. 31:14)

Firman Allah QS.  al-Baqarah/2: 83 tentang berbuat ihsan. Namun di sini paparkan QS. al-Nisa/4 : 36    mengingat  QS.  al-Baqarah/2: 83 sudah dibahas pada bab sebelumnya KD 3.5. materi kelas 3 SMP tentang tata kraman dan sopan santun. Pada bab ini diganti dengan ayat yang senada atau hamper sama kandungannya.
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
Kosa Kata:
إِحْسَانًا = berbuat baik
وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى = tetangga dekat
وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ = tetangga  yang jauh
Terjemahan:
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang tua ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.(QS.2:

      Hadis  tentang  memberi mau’izhah adalah sebagaimana   Hadits berikut:
عَنْ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ قَالَ وَعَظَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا بَعْدَ صَلَاةِ الْغَدَاةِ مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقَالَ رَجُلٌ إِنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ يَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّهَا ضَلَالَةٌ فَمَنْ أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَعَلَيْهِ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ ُ (أخرجه الترمذي)
Dari `Irbadh bin sariyah berkata : Rasulullah saw pernah memberikan mauizhah kepada kita pada suatu hari setelah shalat shubuh dengan nasihat yang mengharukan sehingga meneteskan air mata dan membuat hati menjadi takut. Maka ada seorang laki-laki bertanya : “Apakah ini mauizhah terakhir apa yang engkau sampaikan kepada kita Ya Rasulullah ?” Beliau bersabda : Aku wasiatkan kepada kalian hendaklah taqwa kepada Allah, mendengar dan taat kepada pimpinan sekalipun ia seorang hamba Habsyi (berkulit hitam).  Sesungguhnya siapa di antara kalian yang hidup nanti akan melihat banyak perpecahan dan perbedaan, jauhilah hal-hal yang baru sesungguhnya ia adalah sesat. Barang siapa di antara kalian yang mendapatinya maka ikutilah sunnahku dan sunnah khulafaur-Rasyidin yang mendapat petunjuk, gigitlah dengan gigi gerahammu. (HR. al-Turmudzi, Hadis Hasan Shahih)
  

C.  Nasihat  Bersyukur Kepada Allah,
Sebagaimana dijelaskan  pada QS. Lukman/31 : 13-14 tentang nasehat Lukman al-Hakim kepada anaknya. Lukman al-Hakim adalah seorang ahli hikmah bukan seorang Nabi yang diberi wahyu.[32] Al-Hikmah artinya paham agama diberi akal yang kritis dan selalu benar.[33] Isi nasihat agar anak kesayangannya beryukur kepada Allah  tidak meyekutukan-Nya  (tidak syirik) dengan sesuatu karena susungguhnya syirik itu suatu penganiayaan  yang agung. Nasihat syukur kepada anak Lukman  sebagaimana perintah Allah kepada Lukman agar bersyukur kepada-Nya atas segala nikmat yang telah diberikannya. Perintah syukur dengan tegas disebutkan pada ayat sebelumnya yakni  QS. Lukman/31 : 12.
وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيد
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu:"Bersyukurlah kepada Allah.Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (QS. 31:12)

Perintah bersyukur kepada Allah juga diulangi dan diperkuat pada ayat 14 Surat Lukman  أَنِ اشْكُرْ لِي  hendaklah engkau bersyukur kepada-Ku. Bersyukur kepada Allah berarti taat dan taqwa kepadanya, sebagaimana mau’izhah Nabi kepada para sahabat dengan suatu mau’izhah yang meneteskan air mata dan menggetarkan hati agar para sahabat taqwa kepada Allah swt. Rasul bersaabda: أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ  Aku wasiatkan kepada kalian agar takwa kepada Allah.
                      Isi mau’izhah yang diberikan Nabi Muhammd pada Hadis di atas realisasi syukur kepada Allah  yaitu  taqwa, taat kepada pimpinan sekalipun dipimpin seorang hamba yang  rendah berkulit hitam dan berpegang teguh kepada Sunah nabi dan Sunah para sahabat Khulafaur Rasyidin.



D. Nasihat  Berterima Kasih Kepada Kedua Orang Tua
Redaksi  ayat di atas menunjukkan betapa agung dan tingginya bersyukur  kepada kedua orang tua yang dijatuhkan setelah perintah menyembah kepada Allah. Orang tua adalah manusia pertama dan utama di antara sekian banyak manusia yang lebih berhak manerima kebaikan dari  anak-anaknya. Karena sebab adanya orang tua inilah anak menjadi ada. Andaikata tidak ada orang tua,  anak tidak mungkin wujud di bumi ini. Dari orang tua inilah anak lahir, karena kasih sayang orang tua inilah anak bisa hidup dengan sempurna, dengan perhatian orang tua inilah anak menjadi dewasa   bahkan dengan kesungguhan orang tua inilah anak menjadi orang yang pandai dan berkat do’a orang tua inilah anak menjadi orang  sukses.
Karena besar jasa orang tua inilah mulai mengandung yang sangat berat dan menyusui selama 2 tahun. Anak diperintah bersyukur, hormat da patuh kepada kedua orang tua setelah bersyukur kepada Allah.  Firman Allah QS. Lukman/31 : 13-14
أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
Hendaklah kamu bersyukur kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu dan kepada-Kulah tempat kembali
 Anak sekalipun menjadi pejabat teratas tetap harus hormat kepada orang tua. Anak sekalipun menjadi orang pandai  dan lebih pandai dari pada orang tuanya tetap harus taat kepada orang tua. Orang tua ibarat seperti al-Qur’an sekalipun sudah rusak tetap harus dihormati tidak boleh dihina, diremehkan  dan diinjak-injak apalagi  al-Qur’an yang masih bagus.
D.   Berbuat Ihsan Kepada Allah

Perintah berbuat Ihsan (berbuat baik)  secara seimbang, yakni berbuat ihsan kepada Allah dan berbuat Ihsan kepada manusia sebagaimana Allah firmankan pada QS. al-Nisa/4 : 36 
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا 
Dan sembahlah Allah jangan kamu sekutukan Dia dengan sesuatu dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua. Ibadah kebada Allah berarti:
عبادة اللّه هى الخضوع له وتمكين هيبته وعظمته من النفس ، والخشوع لسلطانه فى السر والجهر
Ibadah kepada Allah adalah tunduk (khudhu’) kepada-Nya dan menghayati dalam jiwa akan  kehaibatan da keagungan-Nya  serta khusyu’ terhadap kerajaan-Nya baik dalam sembunyi maupun terbuka.[34]
 Pengertian ibadah di atas sudah memasukkan makna ihsan kepada Allah yakni beribadah secara khudhu’ dan khusyu’. Perintah menyembah kepada Allah, artinya taat segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dengan rasa rendah hati, dan rendah diri disertai rasa cinta dan agung. Ihsan dalam beribadah maknanya sebagaimana penjelasan di atas  menyembah kepada Allah dengan sebaik-baiknya dengan menjalankan wajib dan sunah-sunahnya bahkan adab-adabnya, menjauhi yang membatalkan, yang haram dan yang makruh. Ihsan dalam ibadah adalah melaksanakan ibadah dengan sebaik-baiknya yakni dengan khusyu’ dan khudhu’. Ibadah yang baik adalah ibadah yang dikerjakan  seolah-olah melihat Allah atau Allah meliht engkau.

E.   Berbuat  Ihsan Kepada Sesama Manusia
Berbaut Ihsan atau berbuat baik  dengan sesama manusia setelah berbuat baik dengan Allah swt. Berbuat ihsan sesuai dengan urutan dalam al-Qur’an mesti orang tua terlebih dahulu kemudian yang terdekat dan yang terdekat.Urutannya sesuai dengan urutan al-Qur’an yaitu:
1.           Kedua orang tua, dialah yang melahirkan dan membesarkan menjadi manusia yang sempurna.
2.           Kerabat, orang yang dekat hubungan keturunan seperti anak, cucu, saudara kandung, paman, bibik dan seterusnya. Mereka lebih berhak menerima ihsan (kebikan) dari saudaranya, karena mereka orang yang terdekat kepada orang tua.Berbuat Ihsan kepda kerabat setelah berbuat ihsan kepada kedua orang tua dan setelah berbuat ihsan kepada Allah swt.
Al-Maraghiy mengatakan, jika seseorang telah melakukan ihsan kepada Allah, maka lulurs imannya dan baik amalnya. Jika seseorang telah melaksanakan hak-haka orang tua dengan baik, maka menjadi baik pula rumah tangganya dan kemuarganya. Dan jika penghuni rumah itu saling berbuat baik kepada kerabtnya, maka rumah tangga itu memiliki potensi yang besar untuk membentuk persatuan umat.[35]
3.           Yatim, seorang anak yang ditinggal wafat bapaknya. Bapak yang menjadi harapan masa depannya telah tiada, sementara sang ibu tidak semampu bapak untuk mencukupi dan memenuhi kehidupan sang anak, terutama dalam pendidika masa  depan si anak. Tanggung jawab ihsan dipikulkan kepada seluruh umat Islam yang ada kamampuan. Dalam ayat ini kedudukan yatim disandingkan dengan kerabatlum kerabat da yakni setelah kerabat dan sebelum miskin, seolah yatim dijadikan bagian kerabat kaum muslimin.
4.           Miskin, orang yang tidak memiliki pekerjaan tetap dan tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarganya. Miskin perlu mendapat ihsan dari kaum muslimin agar kondisi masyarakat mendapat ketenangan dan tidak timbul pencurian atau kejahatan. Miskin ada dua macam; miskin yang uzur karena kelemahannya tidak mampu berusaha perlu mendapaat ihsan. Kedua miskin yang tidak uzur orang yang miskin karena hidup berpoya-poya, bentuk ini perlu mendapat nasihat dan petunjuk mencari pekerjaan.
5.           Tetangga dekat, sebagian ahli Tafsir ada yang mengartikan tetangga yang masih ada hubungan kerabat atau tetangga yang dekat rumahnya sebagian pendapat sorang muslim
6.           Tetangga jauh, tetangga yang jauh rumahnya tetpi masih dinamai tetangga atau diartikan perantau) singkatnya tetangga baik dekat maupun jauh.
Sebagian pendapat tetangga jauh adalam non muslim seperti Yahudi dan Nashrani. Sebagian pendapat mengatakan tetangga adalah 40  rumah di berbagai arah, atau mereka yang mendengar adzan.
7.           Teman sejawat, teman sepekerja, teman  musafir, teman, murid, dan istri.[36] 
8.           Budak, seorang berstatus budak.


G. Bentuk-Bentuk Perbuatan Ihsan Kepada Sesama Manusia
Bentuk berbuat Ihsan  dengan sesama manusia dalam berbagai bentuk,ucapan, perbuatan dan sikap, secara moral maupun material dan social yang disebut dengan shialaturahim. Pengertian Shilaturrahim secara terminologi menurut  al-Shan`ani dan Ibn al-Atsir adalah sebagai berikut :
صلة الرحم كناية عن الإحسان الى الأقربين  من ذوى النسب والأصهار والتعطف عليهم والرفق بهم والرعاية لأحوالهم وكذلك ان بعدوا أي أساءوا. 
 Artinya : “Shilat al-rahim adalah suatu ungkapan  perbuatan baik terhadap kerabat baik karena keturunan atau persambungan, perbuatan kasih sayang, dan pemeliharaan kondisi mereka sekalipun berbuat jahat.”[37] 
            Pengertian Shilat al-rahim di atas menunjukkan adanya akumulasi perbuatan baik (ihsan)  yang mencakup segala perbuatan baik karena konteksnya dalam hubungan sosial (mu`amalah) bukan dalam ibadah[38] yang bersifat lebih umum baik lahir dan batin, bersifat materi dan immateri, tanpa batasan bentuk dan ruang waktu tertentu. Demikian juga dalam shilat al-rahim mempunyai rasa tanggung jawab yang lebih besar terhadap kerabat, keluarga, dan sanak famili, baik dalam  moral  dan material, sosial dan agama yang didasarkan pada kasih sayang  yang lebih tinggi pula, karena mereka adalah bagian dari darah daging yang dilahirkan dari kandungan (rahim) sang ibunya sendiri.    Jadi shilat al-rahim bukan identik dengan berlebaran yang diartikan secara sangat sederhana yakni  kunjungan, pertemuan, dan minta maaf atau halal bi halal, apa lagi  dibatasi pada saat-saat tertentu saja. Mungkin dapat dikatakan bahwa unshur-unshur dalam berlebaran dan dalam halal bi halal terdapat bagian dari shilat al-rahim.


H. Rangkuman
Makna nasehat beragam intinya anjuran (petunjuk, peringatan, teguran) yang baik, kehendak baik. Saling menasihati berarti saling menganjurkan kebaikan, saling menghendaki kebaikan, dan saling mengingatkan. Kata “nasihat” banyak disebutkan dalam beberapa Hadis di antaranya Hadis yang diriwayatkan oleh  Muslim bahwa agama itu nasihat. Sedangkan Ihsan secara sederhana  diartikan berbuat baik. Berbuat baik adakalanya dalam ibadah dan adakalanya bermuamalah dengan sesama manusia.
            Isi kandungan QS. Lukman/31 : 13-14 bersyukur kepada Allah dan bersyukur kepada kdua orang tua. Syukur kepada Allah berarti taqwa, taat kepada pimpinan sekalipun dipimpin seorang hamba yang  rendah berkulit hitam dan berpegang teguh kepada Sunah nabi dan Sunah para sahabat Khulafaur Rasyidin. Sedang bersyukur kepada kedua orang tua adalah hormat da patuh  mereka.  Isi kandungan QS. al-Nisa/4 : 36 Perintah berbuat Ihsan (berbuat baik)  secara seimbang, yakni berbuat ihsan kepada Allah dan berbuat Ihsan kepada manusia; dua orang tua ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Bentuk bererbuat Ihsan  dengan sesama manusia dalam berbagai bentuk,ucapan, perbuatan dan sikap, secara moral maupun material dan social yang disebut dengan shialaturahim.




[1] Ridha Ahmad Shamadiy, Tharîqah li Khidmat al-Dîn, Juz 1, h. 194 
[2] Al-Zarnuji, Ta’lîm  l-Muta’allimn Tharîq al-Ta’allum, (Semarang: Thaha Putra, tth.)
[3] Abdul Majid Khon, Hadis Tarbawi Hadis-hadis Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), Cet. 1 2012, h. 45-49
[4] al-Zarnujiy, Ta’lîm al-Muta’allimn Tharîq al-Ta’allum, (Semarang: Thaha Putra, tth.), h. 18
[5] al-Zarnujiy, Ta’lîm….h. 17
[6] Barîqah Mahmudiyah Syarah Tharîqah Muhammadiyah wa Syari’ah Nabawiyah,(ttp. Mauqi’ al-Islâm, tth.)  juz 5, h. 185
[7]  Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III, http://pusat bahasa. diknas.go.id/kbbi/
[8] Ibid.
[9] Ibid.
[10] al-Suyuthi, Jami’ al-Ahâdîts, juz 2, h.88
[11] al-Syaukaniy, Fath al-Qadîr al-Jâmi’ bain Fannay al-Riwâyah wa al-Dirâyah min Ilm al-Tafsîr, http://www.altafsir.com, juz 1, h. 133
[12]  al-Syaukaniy, Fath al-Qadîr…, juz 1, h. 133
[13] Henny Narendrani Hidayati, Pengukuran Akhlakul karimah Mahasiswa, (Jakarta: UIN Press, 2009), cet. 1, h.11-12
[14] al-Syaukaniy, Fath al-Qadîr…, juz 1,  h. 132
[15] al-Sya’rawi, Tafsir al-Sya’rawiy, juz 1, h. 249
[16] Jalauddin Rahmat, Islam Alternatif, (Bandung: Mizan, 1991), h. 86-87
[17] al-Syaukaniy, Fath al-Qadîr…, juz 1,  h. 132
[18] Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III, http://pusat bahasa. diknas.go.id/kbbi/
[19] Ibid.
[20] Ibid.
[21] Pius A Partanto dan  M Dahlan al-Barri, Kamus Lengkap Populer, (Surabaya: Arkola, 1994), h. 100
[22] Amin Rais dalam mengomentari Abu al-Ala al-Maududiy, Khilafah dan Kerajaan, terjemahan Haidar Baqir (Jakarta: Mizan, 1994) h. 20-24
[23] Shihab, Wawasan.., h. 443
[24] M Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam  Kehidupan Masyakat, (Bandung: Mizan, 1996   ), cet. 8,  h. 389
[25] Quraish Shihab, Lentera Hati, Kisah dan Hikmah Kehidupan, (Bandung: Mizan, 1997), Cet. 7, h. 359-360
[26] Quraish Shihab, Lentera….h. 375-376
[27] M Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an Tafsir Maudhui atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan,1996) cet. 3, h. 469
[28] M Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an…, h. 470
[29] M Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an…, h. 472
[30] http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/farida-hanum-msi-dr/pentingnya-pendidikan-multikultural-dalam-mewujudkan-demokrasi-di-indonesia.pdf  Dia Dosen Sosiologi FSP FIP UNY. Makalah disampaikan pada acara  Seminar Nasional dengan tema “Pendidikan Multikultural dan Demokrasi di Indonesia“ dan Wisuda Program Akta IV Angkatan I, STIT Alma Ata Yogyakarta, h. 8

[31] Al-Nawawiy, Muslim bi Syarh al-Nawawiy, (Cairo : Dâr al-Fajr, 1420),  juz 2, h.38-39
[32] Abu al-Fidâ’  al-Dimasyqiy, Tafsir al-Qur’an al-Azhîm (Tafsir Ibnu Katsîr), (ttp. Dar Thibah, 1999), h. 412
[33] Al-Jazairiy, Aisar al-Tafâsîr, h. 412
[34] Al-Maraghi, Tafsir Syeikh al-Maraghiy, (Mesir: al-halabiy, tth), h. 32
[35] Al-Maraghiy, Tafsir al-Maraghiy, h. 32
[36] M al-Syaukaniy, Fath al-Qadîr…, h.
[37] al-Shan`ani,  Subul al-Salam, (Semarang : Thaha Putra, tth.), Juz 4, h. 160
[38] Ihasan ada kalanya dalam  ibadah dan dalam mu`amalah. Ihsan dalam ibadah, sebagaimana jawaban Nabi ketika ditanya oleh Jibril : “Apa itu Ihsan ?”  “Ihsan adalah  engkau menyembah Allah seolah-olah melihat-Nya atau  sesungguhnya Allah melihat engkau.” (HR. Bukhari dan Muslim).  Sedangkan  Ihsan dalam mu`amalah sebagaimana penjelasan  beberapa ayat al-Qur’an  yang perintah berbuat  ihsan kepada orang tuan, kerabat,  miskin, tetangga dekat, tetangga  jauh,  teman sejawat, dan lain-lain. Lihat : QS. Al-Baqarah/2: 83 dan al-Nisa/4: 36. Ihsan  dalam mu`amalah inilah yang dimaksudkan dalam shilaturrahim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar