ANALISIS MATERI SUBSTANSI MATA PELAJARAN
AL-QUR’AN HADITS MTs
(Aspek Tajwid dan Terjemahan)
Abdul Majid Khon [*]
A. Pengantar
Pendidikan Agama
Islam (PAI) di Madrasah Tsanawiyah yang terdiri atas empat mata pelajaran
tersebut memiliki karakteristik sendiri-sendiri. al-Qur'an-Hadits, menekankan pada kemampuan baca tulis yang baik dan benar,
memahami makna secara tekstual dan kontekstual, serta mengamalkan kandungannya
dalam kehidupan sehari-hari. (Permenag No.2/2008).
Mata pelajaran
Al-Qur'an-Hadits MTs ini merupakan kelanjutan dan kesinambungan dengan mata
pelajaran Al-Qur'an-Hadits pada jenjang MI dan MA, terutama pada penekanan
kemampuan membaca al-Qur'an-Hadits, pemahaman surat-surat pendek, dan
mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari.
Standar Kompetensi
Kelulusan (SKL) Al-Qur'an-Hadits adalah:
1.
Memahami dan
mencintai al-Qur'an dan Hadits sebagai
pedoman hidup umat Islam.
2.
Meningkatkan
pemahaman al-Qur'an, al-Faatihah, dan surat pendek pilihan melalui upaya
penerapan cara membacanya, menangkap maknanya, memahami kandungan isinya, dan
mengaitkannya dengan fenomena kehidupan.
3.
Menghafal dan
memahami makna Hadits-Hadits yang terkait dengan tema isi kandungan surat atau
ayat sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
Ruang lingkup ranah
SK-KD meliputi :
1.
Membaca dan menulis yang merupakan unsur
penerapan ilmu tajwid
2.
Menerjemahkan
makna (tafsiran) yang merupakan pemahaman, interpretasi ayat, dan Hadits dalam
memperkaya khazanah intelektual.
3. Menerapkan isi kandungan ayat/Hadits yang merupakan unsur
pengamalan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
B. Analisis
Materi al-Qur’an Hadits
1.
Dari segi kuantitas SK-KD materi al-Qur’an tidak mengalami kemajuan dari materi
MI atau dapat dikatakan sama dengan materi al-Qur’an MI, yakni surah-surah pendek dari al-Fatihah sd surah al-Dhuha sebanyak 21 surah atau malah berkurang dari itu. Di sini memang ada keganjilan dari
segi materi, surah-surah pendek dari al-Fatihah sampai al-Dhuha menjadi materi
SK-KD MI. Sedang Mts penyajian materinya secara tematik dari beberapa surah pendek
pilihan sementara MA dari beberapa ayat dari berbagai surah yang ada dalam
al-Qur’an. Lantas persoalannya surah-surah lain kapan diberikan ? Termasuk surah-surah pendek pada juz `Amma atau
juz 30 setelah Surah al-Dhuha yakni Surah al-layl sampai dengan al-Naba ?
Kemungkinan
solusi pengembangannya melalui metode penerapan kaedah tajwid dikembangkan dan
diperluas pada berbagai surah dalam
al-Qur’an, menggunakan tugas resetasi
misalnya pendekatan information search. Materi bacaan al-Qur’an sesuai
dengan kemampuan siswa tanpa batas surah tertentu, misalnya program membaca
bersama pada jam tertentu atau hari tertentu secara terpimpin. Terbuka pada penjelasan
atau penafsirannya kiranya dapat dihubungkan dengan ayat-ayat lain atau surah-surah lain.
Materi
Hadits yang disajikan dalam SK-KD Mts tidak sebanyak materi al-Qur’an. Hadits
hanya diberi porsi 5 tema ditambah ilmu dasar al-Qur’an Hadits 2 tema sama dengan 7. Tentunya
porsi Hadits sangat minim, bahkan lebih banyak materi Hadits pada MI yang
mencapai 10 tema Hadits. Perbandingan
materi Hadits dan al-Qur’an pada Mts
adalah 7 : 16 berarti sekitar 44
% dari materi al-Qur’an. Sisi lain
secara fungsiaonal Hadits merupakan penjelas terhadap al-Qur’an, selayaknya
hubungan Hadits dengan al-Qur’an secara integral. Artinya dalam penjelasan
ayat-ayat al-Qur’an tidak mungkin tanpa menyertakan Hadits Nabi, karena Nabi
dalah penafsir utama yang lebih paham tentang makna al-Qur’an (QS. al-Nahl/16 :
44)
Alternatif pengembangan materi Hadits
ada beberapa kemungkinan; misalnya dengan menampilkan beberapa Hadits yang semakna atau
yang dekat dengan tema, setiap penjelasan atau penafsiran ayat atau surah
al-Qur’an, selayaknya dijelaskan dengan Hadits
Nabi. Atau ada tugas tambahan yang berbentuk mahfûzhat hapalan Hadits-Hadits
pendek.
C. Analisis
al-Qur’an Hadits Aspek Tajwid
1.
Baca Tulis al-Qur’an (BTQ)
Banyak
siswa yang hapal surah-surah pendek tertentu tetapi belum bisa membaca
al-Qur’an. Ketika siswa disuruh memegang kalam untuk menunjuk huruf yang
dibaca, kalamnya ke mana-mana tidak sesuai dengan yang dibaca, padahal terampil
dan lancar hapalannya. Atau ketika
disodorkan bacaan al-Qur’an surah-surah yang panjang seperti surah al-Baqarah
tidak berbunyi. Ini suatu indikasi bahwa anak belum bisa atau belum menguasai
bacaan huruf al-Qur’an. Guru bisa
melatih tulisan yang ada di papan tulis
atau whait board dengan cara menunjuk atau tulisan di buku dengan
cara menunjuk.
Pembelajaran awal yang paling esensial adalah pengenalan baca tulis huruf al-Qur’an. Karena
bagaimanapun anak tidak bisa belajar al-Qur’an Hadits manakala tidak menguasai
baca tulis huruf al-Qur’an. Siswa harus sering diberi tugas menulis ayat-ayat
al-Qur’an Hadits dengan tangannya sendiri, agar terlatih dan mampu menulis Arab
dengan benar dan baik, jangan biarkan siswa yang malas menulis Arab dan
kemaunnya foto kopi saja. Demikian juga jangan biarkan guru yang member tugas foto kopi saja,
akibatnya murid but abaca tulis al-Qur’an. Guru harus serius untuk memberantas buta baca tulis
huruf al-Qur’an ini
melalui beberapa pendekatan:
a. Mulailah dari pengenalan yang sederhana secara sabar
tetapi anak mengerti huruf, misalnya
dari huruf satuan dan huruf kesatuan, dengan pendekatan BPH (Bongkar Pasang Huruf) yang dikenal metode Gestalt atau Gelobal dan lain-lain.
b. Lakukan metode yang bervariatif seperti Iqra, Qira’ati,
al-Baghdadi, al-Barqî dan lain-lain.
c. Lakukan pula analisis metode mana yang lebih tepat dipakai
untuk anak-anak tingkat dasar.
Sekalipun dalam silabus al-Qur’an banyak hapalan,
diharapkan hapalan plus
yakni hapalan yang paham bacaan dan tulisan bukan hanya hapalan dari
pendengaran. Akibatnya, banyak anak lulus MTs tetapi masih belum bisa membaca dan menulis huruf al-Qur’an.
Menghapal yes, tetapi membaca no, menulis no !
2.
Materi Tajwid
Ada
dua macam metode dalam penyajian materi Tajwid, yaitu metode induktif (istiqrâ’iy) dan metode deduktif
(istinbâthî).
Untuk lebih jelas berikut ini paparannya:
a. Metode induktif (istiqrâ’iy)
Metode induktif adalah metode penyajian dimulai dari hal yang konkrit yaitu beberapa contoh kemudian dianalisis dan
disimpulkan menjadi kaedah umum atau
dari kasus-kasus yang khusus kemudian menjadi kaedah umum atau penyimحul
rataan. Misalnya dalam pembelajaran Izhar dan Idgham ajaklah membaca contoh-contoh berikut terlebih dahulu kemudian dianalisis dan disimpulkan :
أَنْعَمْتَ مِنْ
نِعْمَةٍ
يَنْهَى فَمَنْ
يَعْمَلْ
وَانْحَرْ
خَيْرٌمِنْ
مِّنْ خَوْفٍ عَنْ رَبِهِمْ
مِنْ عَلَقٍ لَهَبٍ( 3)
وَامْرَأَتُهُ
مَنْ خَفَّتْ حَبْلٌ مِن مَسَدٍ
كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ رَسُوْلٌ مِنَ اللهِ
نَارٌحَامِيَة يَوْ
مَئِذٍ يَصْدُرُالنَّاسُ
Siswa diajak membaca yang benar, bagaimana perbedaannya antara bacaan
kelompok kanan dan kelompok kiri apa saja yang
ditemukan. Nun sukun dan tanwin pada kkelompok kiri dibaca jelas nun
sukun dibaca jelas dan tanwin juga dibaca jelas ketika bertemu dengan huruf
‘ain, ha, ha, dan kha, bacaan jelas itu disebut Izhar. Sedangkan
kelompok kanan Nun sukun dan tanwin hilang bacaannya dan menyatu dengan huruf
setelahnya ketika bertemu dengan huruf nun, ya, mim, ra, dan waw. Penyatuan
bacaan nun sukun dan tanwin pada huruf setelahnya itulah disebut Idgham. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa :
1)
Apa bila nun sukun atau tanwin bertemu dengan salah satu huruf ‘ain,
ha, ha, dan kha bunyi
nun sukun dan tanwin dibaca jelas (Izhar) ِِ
2)
Apa bila nun
sukun atau tanwin bertemu dengan huruf nun, ya, mim, ra, dan waw bunyi nun
sukun dan tanwin dibaca meyatu dengan huruf setelahnya (Idgham).
b. Metode
deduktif (istinbâthiy)
Metode deduktif
atau istinbathiy adalah
seperti yang umum dipakai mayoritas buku-buku Ilmu Tajwid di sekitar kita,
yakni dari kaedah atau definisi terlebih dahulu kemudian diberikan contoh.
Pemberian kaedah atau definisi ini bentuknya masih abstrak seolah masih di di
dunia mimpi, maka perlu diajak ke dunia nyata dengan analisis induksi. Kelemahan metode deduktif di sini siswa
cenderung hapal definisi dan contoh-contohnya tetapi kurang analisis yang tajam dan kurang dapat mengembangkannya,
kecuali jika menggunakan metode campuran.
Tugas penelusuran atau pembedahan ilmu Tajwid bab
tertentu dalam surah tertentu sangat penting dilakukan secara berulang-ulang untuk melatih
kecerdasan anak mempraktekkan
penerapannya ke lapangan di samping
bersifat pendalaman teori yang telah diberikan. Misalnya cari dan telusuri
bacaan Ikhfa dalam surah al-Dhuha. Tugas seperti ini membuat siswa kreatif dan aktif dalam mengembangkan dan menerapkan pengetahuannya di
lapangan di samping lebih
efektif tidak menghabiskan jam pelajaran di kelas.
Pembelajaran Ilmu Tajwid sebaiknya menggunakan metode
induktif (istiqrâ’î) lebih baik dari pada metode deduktif (istinbâthî)
atau menggunakan metode campuran keduanya. Metode deduktif membuat siswa
menghapal dan kurang analisis. Metode induktif akan lebih aktif karena siswa
diajak ke dunia nyata apa yang dilihat, apa yang disaksikan, apa yang dirasakan dan apa yang ditemukan
baru kemudian disimpulkan.
3. Makharijul
Huruf dan Gharaib
Materi
Tajwid Mts merupakan penyempurna atau
pelanjut materi Tajwid di MI. Materi Tajwid di Mts hendaknya sudah
tuntas, karena SK-KD MA sudah tidak diberikan lagi, siswa Mts
dianggap sudah menguasai atau sudah
matang dalam ilmu Tajwid. SKKD materi Tajwid hendaknya
dikembangkan secara mendalam
terutama materi esensial yang belum diungkap secara eksplisit dalalm SKKD
tersebut, misalnya tempat keluarnya huruf dalam bacaan yang benar (makhârij
al-hurûf), sifat-sifat huruf dan
keanehan membaca al-Qur’an yang tidak sesuai dengan kaedah tajwid yang disebut Gharâib
al-Qira’ah.
Peluang mengajarkan makhârij al-huruf dan
sifat-sifatnya dapat dilakukan secara metode praktis mengingat dibatasi waktu
jam pelajaran. Misalnya materi ini diberikan langsung pada saat mengajarkan bunyi huruf, membaca
al-Qur’an murattal dan lain-lain. Demikian juga gharâ’ib al-qira’ah
dapat diakukan seperti tersebut atau tadarus sima’an al-Qur’an atau pengajaran ekstra kurikuler.
Materi makharij dan sifat huruf diutamakan praktik dan
menirukan bacaan guru dari huruf ke huruf sehingga benar. Berikut ini contoh
peta makharijul huruf dan Shifat-shifat Huruf (https://www.
google.com/search?q =makhorijul+huruf &client =firefox-a&hs=Gj2&rls=org.mozilla:en)
Secara
garis besar sepuluh Sifat Huruf yang penting dikuasai: )http//mnasrullohrz.blogspot/makhorijul
huruf.com/(
1. جَهْرٌ (Jahar) = menahan
nafas, hurufnya ada 19 yaitu :
عَظُمَ
وَزْنُ قَارِئٍ ذِيْ غَضٍّ جِدٍّ طَلَبَ
2. هَمْسُ (Hamas) = mengalirkan nafas. Hurufnya ada 10 yaitu : فَحَثَّهُ
شَخْصٌ سَكَتَ
3. شِدَّةٌ (Syiddah) = Menahan aliran suara. Hurufnya ada 8 yaitu : اَجِدُ قِطَّ بَكَتْ
4. رَخَاوَةٌ (Rakhâwah)
= mengalirkan suara. Hurufnya ada 16 yaitu :
خُذْ غَثَّ حَظَّ فّضَّ شُوْصٍ زَيَ سَاهٍ
5. اِسْتِعْلاَءٌ (Isti’lâ’)= mengangkat lidah ke langit-langitan. Hurufnya
ada 7 yaitu : خُصَّ ضّغْطٍ قِظْ
6.اِسْتِفَالٌ (Istifâl)
= Merendahkan lidah dari langit-langitan. Hurufnya ada 22 yaitu :
ثَبَتَ عِزُّ مَنْ
يُجَوِّدُ حَرْفَهُ اِنْ سَلَّ شَكَا
7. اِطْبَاقٌ (Ithbâq)
= Lidah menentang ke langit-langit mulut Hurufnya ada 4 yaitu : صَضْطَظَ
8. اِنْفِتَاحٌ (Infitâh ) = Membuka ruangan
antara langit-langit dan lidah yang menentangnya. Hurufnya 25 yaitu:
مَنْ
اَخَذَ وَجَدَ سَعَةً فَزَكَا حَقٌّ لَهُ شُرْبُ غَيْثٍ
9. اِصْمَاتٌ (Ishmat)= Menahan agar lidah tidak menaik Hurufnya ada
23 yaitu :
جَزُّ غِشَّ سَاخِطٍ صَدَّ ثِقَةٍ اِذْوَعَظَهُ يَحُضُّكَ
10 اِذْلاَقٌ (Idzlaq) = Menaikkan tepi lidah atau tepi bibir. Hurufnya ada 6
yaitu : فَرَّ مِنْ لُبٍّ
Gharaib ada kalanya dalam tulisan dan adakalanya dalam bacaan.
Tulisan karena mengikuti khath Utsmani sedang dalam bacaan minimal guru
menguasai salah satu dari 7 imam sepeti qira’ah Hafash yang biasa diikuti
mayoritas muslim di Indonesia.
Berikut contoh gharâib al-Qira’ah:
No.
|
Tulisan
|
Keterangan
Bacaan
|
01
|
وَيَبْصُطُ
|
Al-Baqarah/2:245, Shu ( صُ ) dibaca Su (سُ), huruf shad dibaca
sin biasa. Oleh karena itu sebagian Mush’haf menulis sin kecil
di atasnya, dibaca : وَيَبْسُطُ
|
02
|
َبصْطَةً
|
Al-A`râf/7: 69, Huruf shad
( صْ ), dibaca sin (سْ) dibaca : بَسْطَةً
|
03
|
مَجْرَىهَا
|
Hud/11:41, Huruf Ra ( رَ ) dibaca Imâlah (اِمَالَة ), artinya kecenderungan fathah kepada kasrah kurang lebih 2/3 ataun 33,3 % sehingga
seolah-olah dibaca Re. Bagi
Imam `Ashim bacaan Imâlah dalam al-Qur’an hanya satu tempat ini.
|
04
|
لاَ تَأْمَنَّا
|
Yûsuf/12 : 11, Huruf Nun
yang bertasydid ( مَنَّا ) dibaca Isymâm ( اِشْمَامْ,) artinya setelah
mendengungkan (meng-ghunnh-kan) Nun kemudian bibirnya monyong
maju dan ditahan satu harakat, karena asalnya
لاَ تَأْمَنُنَا
|
05
|
بِئْسَ اْلاِسْمُ
|
Al-Hujurât/ 49 : 11, Lam Alif ( لاِ) dibaca kasrah Lam-nya, sedangkan
kata Ismun ( اِسْمٌ ) hamzahnya tidak dibaca. Jadi
bacaannya بِئْس
لِسْمُ
. Alasannya adanya pertemuan dua huruf yang mati keduanya dalam satu tempat
yaitu matinya lam ( الْ ) dan Sin ( سْ ) maka huruf mati yang pertama dihidupkan
dengan kasrah sesuai dengan kaedah bahasa Arab :
" وَالسُّكُوْنُ اِذَا حُرِّكَ حُرِّكَ
بِالْكَسْرِ "
“Sukun (huruf mati) jika
dihidupkan, hidupkanlah dengan dengan kasrah”.
Alasan kedua Hamzahnya lafazh Ismun
sebagai hamzah washal, jika dipertengahan tidak terbaca.
|
06
|
اَءَ عْجَمِيٌّ
|
Fushshilat/ Hamîm
al-Sajdah/41 : 44, Hamzah kedua A ( ءَ ) dibaca Tas’hîl ( تَسْهِيْل), artinya hamzah diperlunak dibaca
tengah-tengah antara hamzah dan alif menyambung dari bacaan hamzah pertama
tanpa dipanjangkan. Seolah-olah Hamzah
kedua tersebut menjadi antara alif dan
hamzah mati yang menyambung bacaan
hamzah pertama.
|
D. Analisis al-Qur’an Hadits Aspek Terjemahan (Tafsir)
Metode penyajian al-Qur’an Hadits
Mts pada umumnya menggunakan dua metode yaitu metode tahlîlî
dan maudhu’î. Untuk lebih jelasnya
berikut ini uraiannya sebagai berkut:
1.
Metode tahlîliy adalah menjelaskan
makna ayat-ayat al-Qur’an atau teks Hadits secara terurai sesuai dengan urutan ayat
demi ayat atau urutan surah demi surah dan dari kalimat ke kalimat.
Metode tahlîliy atau yang dinamai oleh Baqir al-Shadr sebagaimana yang dikutip oleh
M Quraysh Shihab sebagai metode ta’jîziy adalah satu metode tafsir yang yang mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an
dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana yang tercantum dalam mushaf.
2.
Metode maudhu’iy
(metode tematik) adalah menampilkan ayat-ayat al-Qur’an atau Hadits Nabi sesuai
dengan tema tertentu i kemudian ditafsirkan atau dijelaskan makna kandungannya sebagaimana penefsiran para
ulama.
Tafsir Metode maudhu’î adalah mufassirnya berupaya menghimpun ayat-ayat
al-Qur’an dari berbagai surah dan ayat yang berkaitan dengan persoalan atau topic yang ditentukan
sebelumnya. Kemudian
mufassir membahas dan menganalisis kandungan ayat-ayat tersebut sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh. (M Quraysh Shihab,
1996: 86-87)
Pendekatan penyajian
al-Qur’an Hadits yakni secara tematik (mawdhû’î) dalam hal pemahaman arti atau
kandungannya serta penerapannya akan lebih baik, lebih memudahkan dan lebih
menggaerahkan siswa. Pemahaman al-Qur’an
layaknya diambil dari ayat-ayat pendek yang berkaitan dengan tema Hadits dan
layaknya ayat-ayat yang ada di sekitar surah-surah pendek atau ayat-ayat pendek
yang ada dalam al-Qur’an. Atau sebaliknya adanya tema-tema tertentu disesuaikan ayat-ayat dan
hadits-haditsnya. Misalnya dalam salah
satu tema ayat atau Hadits tentang fenomena alam dihubungkan dengan gunung Merapi yang meletus,
banjir yang melanda suatu daerah dan seterusnya.
Sistematika pembelajaran yang aktif baik materi al-Qur’an maupun Hadits adalah sebagai
berikut :
1) Teks ayat atau Hadits
2) Kosa kata (mufradât) terbimbing,
agar siswa mampu menerjemahkan sendiri
3) Terjemahan secara mandiri
4) Penjelasan kandungan
5) Pelajaran yang dipetik dari kandungan (kesimpulan)
Teks ayat atau Hadits ditulis di papan, white board atau di layar
monitor. Tulisan guru hendaknya
benar, berharakat, lurus garis dan indah, agar siswa terbiasa menulis yang benar dan indah.
Kosa kata dimaksudkan arti kata yang
dianggap sulit oleh siswa tidak seluruhnya dan tujuannya pembekalan kepada
siswa agar mampu menerjemahkan teks tersebut secara mandiri dengan dibantu kosa
kata ini.
Terjemahan atau alih bahasa dapat dilakukan dengan mudah jika arti kosa
kata dalam teks sudah dikuasai, di
samping adanya kemampuan menyusun bahasa Indonesia dengan kalimat yang benar dan baik. Sususnan bahasa Arab berbeda dengan
susunan bahasa Indonesia, siswa harus diajak berkemampuan membedakannya. Dalam
Jumlah fi’liyah susunan kalimatnya
Prediket + Subyek + Obyek sedang dalam bahasa Indonesia susuna ini tidak
populer. Susunan kalimat yang populer
adalah SPO.
Misalnya dalam bahasa Arab :
قَرَأ مُحَمَّدٌ الْقُرْآنَ
= Muhammad membaca al-Qur’an
Susunan
di atas terjemahan asalnya adalah membaca
Muhammad al-Qur’an. Susunan kalimat ini dalam bahasa Indonesia sulit
dipahami, sebaiknya diubah susunannya
menjadi Muhammad membaca al-Qur’an dan kalimta inilah yang benar dalam
bahasa Indonesia. Dalam al-Qur’an maupun Hadis banyak sekali didapatkan jumlah
fi’lîyah seperti di atas. Misalanya dalam surah al-Fatihah :
إِيَّاكَ
نَعْبُدُ
= Hanya kepada Engka kami menyembah.
Asalnya : Kepada Engkau menyembah kami.
Dasar-dasar terjemahan seperti ini
mestinya sudah diberikan kepada
murid-murid Mts sesuai dengan
tingkiatan kelasnya.
Penjelasan kandungan adalah uraian secara rinci dari matan Hadis atau dari ayat yang
masih gelobal terjemahannya. Uraian ini dimaksudkan memperjelas makna matan atau ayat dengan
menghubungkan dengan kehidupan nyata yang dialami siswa atau dihubungkan dengan pengalaman, pengetahuan dunia nyata,
kisah-kisah, dan perkembangan iptek dengan diberikan contoh-contoh yang
kongkrit. Penjelasan hendaknya lebih luas, lebih dalam dan lebih terurai
dilengkapi dengan latar belakang turunnya ayat atau surah (Asbâb al-Nuzûl) atau latar belakang datangnya Hadits (Asbâb
wurûd al-hadîts) jika didapatkan dan sejarah sebagian pembawa atau
periwayat Hadits jika memungkinkan.
Pelajaran yang dipetik dengan menggali dari kandungan teks sehingga teks
ayat atau matan Hadits itu dapat dijadikan sebagai dalil atau dasar dalam
penggalian tersebut (istinbath). Pelajan yang dipetik ini semacam penyimpulan
induktif tetapi tendensius, karena harus didasarkan pada teks.
E. Terjemah
atau Tafsir
Bahasa Arab
adalah bahasa al-Qur’an Hadits yang sangat berbeda karakteristiknya dan tingkat kesulitannya. Ada dua macam terjemah, yaitu :
1.
Tarjamah Harfiah (Letterleijt),
Tarjamah Harfiyah adalah memindahkan beberapa lafal (mentranslite) bahasa asal kepada bahasa lain dengan
memelihara urutan per-kata atau per-kalimat
2. Tarjamah Tafsiriyyah atau
Maknawiyah
Terjemah secara Tafsiriyyah atau Maknawiyah adalah menjelaskan makna kalimat dengan bahasa lain tanpa terikat dengan urutan per-kata atau per-kalimat.
Terjemah secara Tafsiriyyah atau Maknawiyah adalah menjelaskan makna kalimat dengan bahasa lain tanpa terikat dengan urutan per-kata atau per-kalimat.
Menerjemahkan
al-Qur’an secara harfiah (Letterleijt) menurut kebanyakan ulama merupakan hal
yang mustahil mengingat penerjemahan semacam ini memerlukan beberapa
persyaratan yang tidak mungkin dapat direalisasikan, yaitu:
a. Adanya murâdifât (sinonim) per-huruf
antara bahasa penerjemah dan bahasa
yang diterjemahkan.
b. Adanya tanda baca yang
sama pada bahasa penerjemah dan bahasa yang diterjemahkan atau minimal ada
kemiripan
c. Di dalam susunan kata
harus ada kesamaan antara kedua bahasa baik dalam kalimat, sifat atau pun tambahan-tambahannya.
Para
ahli bahasa menyatakan tarjamah harfiyah tidak mungkin dapat memelihara kontaks
bahasa asal dengan segala maknanya, karena bahasa al-Qur’an memiliki
karakteristik yang berbeda; Misalnya dalam Jumlah Fi’liyah Prediket ( fi’il) lebih dahulu dari Subyek (fa’il), Yang diterangkan (maushuf) lebih dahulu dari
yang menerangkan (shifat) dan seterusnya.(al-Qathan/1973: 313). Sebagian ulama mengatakan bahwa menerjemahkan
secara harfiah bisa terealisasi pada sebagian ayat akan tetapi sekali pun demikian ia tetap
diharamkan sebab tidak mungkin berfungsi menjadi makna yang sempurna apalagi
memiliki pengaruh terhadap jiwa sebagaimana pengaruh al-Qur’an dalam bahasa
Arab yang begitu jelas (Muhammad bin Shaalih al-‘Utsaimiin, tth.: 32-33).
Sedangkan hukum penerjemahan secara
makna terhadap al-Qur’an pada dasarnya adalah dibolehkan karena tidak ada
larangan dalam al-Qur’an atau Hadis. Bahkan terkadang bisa jadi wajib atau suatu keharusan (dharuri) ketika ia
merupakan satu-satunya sarana untuk menyampaikan isi kandungan al-Qur’an atau
ajaran Islam kepada selain bangsa Arab.
Sesuai dengan kaidah:
مالا
يتم الواجب إلا به فهو واجب
Sesuatu wajib menjadi tidak sempurna
tanpa dia maka diapun hukumnya menjadi wajib
Beberapa Syarat Tarjamah Tafsiriyah
sebagaimana yang disampaikan Dr. Muhammad Husen al-Dzahabiy dalam bukunya al-Mufassir wa al-Mufassirûn (1/12)
yaitu sebagai berikut :
a. Persyaratan terjemahan sebagaimana persyaratan Tafsir, yatiu
harus berpedoman pada Hadis Nabi, Ilmu Bahasa yang benar dan ilmu-ilmu dasar
yang ditetapkan dalam syari’ah islamiyah
b. Berakidah yang tidak menyimpang dari Islam
c. Mendalami kedua bahasa yaitu bahasa asal dan bahasa terjemahan
d. Menulis ayatnya terlebih dahulu, kemudian dikuti penafsiaran dan
terjemahan tafsiriyahnya sehingga tidak timbul
kesalah pahaman bahwa ini terjemah harfiyah.( al-Dzahabiy, 1/12)
Untuk memperjelas persyaratan
dia atas bahwa di antara yang pokok dari
beberapa persyaratan di atas bahwa
penerjemah memahami bahasa dan disiplin ilmu berkaitan dengan yang
diterjemahkan.
1.
Penerjemah hendaknya di sampaing menguasai dua bahasa
juga harus menguasai disiplin ilmu yang diterjemahkan. Jika mengangkut ilmu
kedokteran atau kesehatan dia harus memahami ilmu kedokteran atau kesehatan dan
seterusnya. Kalau tidak demikiab, ia akan mengalami kesalahan fatal. Seperti Hadis dalam Shahih Ibnu Hibban
dari Ibnu Abbas ketika ada dua orang
perempuan berkelahi dan saling meempar batu, salah satunya meninggal:
فَقَضَى عَلَى الْعَاقِلَةِ الدِّيَة = Rasulullah memutuskana atas
wanita berakal membaya diat (denda)
Atau senada dengan hadis
tersebut kata Umar riwayat al-Tturmudzi,
Umar berkata:
الدية على العاقلة =Diat (denda) dipikulkan atas wanita berakal
Terjemahan di atas oleh
orang yang hany menguasai bahasa
tanpa memahami disiplin ilmu yang
berkaitan dengan ditrjemahkan. Padahal makna yang sebenarnya tidak demikian,
yang benar di artikan:
Rasulullah memutuskan atas
keluarganya membayar denda.
Diat (denda) atas keluarganya.
Disiplin ilmu yang harus dimiliki di sini adalah Hadis dan Fikih karena hal
tersebut berkaitan disiplin ilmu ini.
Demikian juga akan terjadi kesalahan jika seorang menrjemahkan al-Qur’an hanya
mengenal bahasa Arab saja. Mislnya coba terjemahkan:
الْقَارِعَةُ،
وَالْعَادِيَاتِ ضَبْحًا (1) فَالْمُورِيَاتِ قَدْحًا (2) فَالْمُغِيرَاتِ
صُبْحًا
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّين
2.
Hendaknya penerjemah menguasai dasar-dasar ilmu
al-Qur’an seperti Asbab al-nuzul atau asbab wurud bagi Hadits sehingga maknya kontekstual. Misalnya QS.
al-Baqarah/2: 115
وَلِلَّهِ
الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (115)
Ayat
ini bagi yanag tidak tahu asbab nuzul dijadikan dasar menghadap kemana saja dalam shalat, karena Allah ada di
mana saja. lihat lagi QS. al-Baqarah/2:157
إِنَّ
الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ
فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَنْ
تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ (158)
Hadis
Rasulillah saw
عنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ،
عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ
الإِزَارِ فَفِي النَّارِ. (أخرجه البخاري)
Dari
Abi Hurairah ra dari Nabi saw bersabda: “Sesuatu yang berada di bawah mata kaki
dari pada kain di dalam neraka.” (HR. Bukhari)
عن ام حَمِيْدٍ قالت، قال رسول الله ص م : صَلا تُكُنَّ فِي
بُيُوْتِكُنَّ أَفْضَلُ مِنْ
صَلاَتِكُنَّ فِي حُجُرِكُنَّ…
(أخرجه أحمد والطبراني والبيهقي )
Rasulullah saw bersabda : “Shalat kalian
di rumah kalian lebih baik dari pada shalat kalian di kamar kalian, (HR. Ahmad,
al-Thabarani dan al-Baihaqi)
F. Penutup
Pembelajaran al-Qur’an
hadits memang komplek permasalahannya, karean ia tidak sekedar
menghapal tetapi belajar baca dan menulis huruf Arab (huruf
al-Qur’an), kaligrafi Arab (khath dan
imlak), pelajaran tajwid, Ilmu Hadits dan Ilmu al-Qur’an, Tafsir,
tahfîzh dan lain-lain. Dengan ragam pembelajaran ini guru dituntut berhasil
mengantar siswa mencapai tujuan yang ingin dicapai. Guru harus pandai
menyajikan pmbelajaran yang menarik dan menyenangkan active learning
dengan pendekatan PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan). Guru hendaknya mampu menggunakan metode yang variatif
sehingga tidak menjemukan atau tidak
membosankan.
Dalam pembelajarn terjemahan
atau makna al-Qur’an hadis perlu guru
membekali diri seperangkat persyaratan sebagai penerjemah atau mufasir dalam
al-Qur’an Hadits yang benar. Di antaranya menguasai bahasa Arab dan tata
bahasanya (Nahwu Shafat) , menguasa bahasa terjemahan, mendalami Ilmu-ilmu yang
berkaitan dengan al-Qur’an Hadis seperti Ulum al-Qur’an dan Ulum al-Hadits dan
mendalami disiplin ilmu yang diterjemahkan. Semoga kita semua menjadi guru yang
baik. Amin
G. Daftar
Pustaka
Humam, As’ad, Buku Iqra Cara Cepat Belajar Membaca al-Qur’an, Yogyakarta : Balai Litbang LPTQ Nasional,
2000, Edisi Revisi.
-------, Cara Cepat Belajar Tajwid Praktis, Yogyakarta: Balai
Litbang LPTQ Nasional, 2002
Shihab, M Quraysh, Membumikan
al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, Bandung : Mizan, 1996
Majid Khon, Abdul, Ululuml Hadits, Jakarta : Amzah
Bumi Aksara, 2010, cet. ke 4
--------, Praktikum Qira’at Keanehan Bacaan al-Qur’an qira’at Ashim
dari Hafash, Jakarta : Amzah Bumi Aksara, 2007, cet. ke-1
Mulyasa, E, Implementasi Kurikulum 2004, Bandung : PT Remja
Rosdakarya, 2006, cet. 4
Munadi, Yudhi dan Hamid Faridah, Pembelajaran
Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan, Jakarta : FITK UIN Jakarta, 2009
Al-Nawawy, Shahîh Muslim bi Syarh al-Nawawy, Indonesia : Maktabah Dakhlan,tth.
Pendidikan Nasional, Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen, Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional No. 20 , Jakarta
: 11 Juni 2003
Permenag
No. 2, 2008, standar kompetensi lulusan dan standar isi pendidikan agama standar kompetensi
(SK) dan kompetensi dasar (KD) mata pelajaran pendidikan agama
Islam dan Bahasa Arab Mts
dan MA
al-Qardlâwî, Yûsuf, Kayf
Nata’âmal ma`a al-Sunnah al-Nabawîyah, Mesir: Dâr
al-Wafâ, 1994, Cet. Ke-7
al-Qathan, Mannâ’, Mabâhits fî
Ulûm al-Qur’an, ttp. Mansyurat al-Ashr al-Hadits, 1973
Rahman,
Fazlur, Major Themes of
the Qur’an, Terjemahan ; Anas Mahyudin ; Tema Pokok
al-Qur’an, bandung : Pustaka, 1996,
Cet. 2
-------, Islam, Terjemahan ;
Ahsin Muhammad, Bandung : Pustaka, 1997,
cet. 3
Sanjaya, Wisna, Pembelajaran dalam
Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta : Kencana Prenada
Media Group, 2008, Cet. 3
Tafsir, Ahmad, Strategi Meningkatkan
Mutu Pendidikan Agama Islam, Bandung : Maestro, 2008, Cet. 1
Umam, Khathibul, al-Qur’an Hadits, kelas 7 –9, Semarang : Thaha Putra, 2008
[*]
Makalah disampaikan pada Diklat Teknis
Fungsional Peningkatan Kompetensi Guru
Muda Mata Pelajaran al-Qur’an Hadits MTs Kementerian Agama di Wisma
Iniversitas Terbuka, Jln Cabe Raya, Pondok Cabe Pamulang Tangerang
Selatan 7 September 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar