Jumat, 27 Desember 2013

Strategi Pengembangan Perkuliahan di PT



STRATEGI PENGEMBANGAN
PEMBELAJARAN HADIS PADA PTAI
                                    Oleh  Dr.H.Abdul Majid Khon, M.Ag[1]

A.    Pengantar
Ada dua bentuk obyek dalam pembelajaran  mata kuliah Hadis dan Ilmu Hadis. Pertama ; pembelajaran  matan/ isi/ content Hadis. Kedua ; pembelajarann sanad/ estafetas  personal  periwayat Hadis  dari masa timbulnya yakni pada masa Nabi saw sampai dengan masa kodifikasinya yakni abad ke-2 atau ke-3 Hijriyah. Kedua bentuk pembelajaran  tersebut saling berkaitan, karena content Hadis dapat dianggap valid manakala disertai dengan silsilah sanad yang valid pula. pembelajaran  pertama biasanya menurut para pakar Hadis disebut pembelajaran internal Hadis sedangkan yang kedua disebut studi eksternal Hadis.  Pemebalajaran  internal content Hadis yang tidak disertai dengan pembalajaran eksternal silsilah sanad yang valid atau disertainya tetapi jika seluruh personal dalam sanad tidak memiliki kredebilitas yang tinggi   dapat ditolak, Hadisnya disebut tidak shahih.
Iinternal matan/content Hadis adalah tujuan pembelajaran sedangkan pembelajaran eksternal silsilah sanad adalah sarana proses kevaliditasan suatu content. Pembelajaran internal matan/content Hadis sebagai out put sedangkan pembelajaran eksternal silsilah sanad adalah sebagai in put. Pembelajaran internal content Hadis bertujuan untuk pengamalan Sunah semata karena Hadis sebagai sumber ajaran Islam yang harus dipatuhi, sedangkan pembalajaran eksternal silsilah sanad Hadis bertujuan memelihara keoriginilan syari’ah Islamiyah itu sendiri.
  Sesuai dengan masa timbulnya Hadis memang bersamaan dengan al-Qur’an, namun dalam periwayatan al-Qur’an  tidak mengundang masalah, semua umat Islam menerima tanpa memerlukan pembelajaran  silsilah sanad, karena seluruhnya tertulis sejak masa Rasulillah hidup  di samping itu al-Qur’an diterima oleh para periwayatnya secara kolektifitas/mutawâtir, dengan demikian memiliki kepastian hukum/qath’îy al-wurûd. Berbeda dengan Sunah atau Hadis yang tidak tertulis sejak masa  hidup Rasulillah saw, mayoritas Hadis hanya dihapal dan diingat  para sahabat di luar kepala di samping terjadi pemalsuan Hadis dan penyalahgunaan kepentingan dalam perkembangan berikutnya.  Kondisi Hadis seperti di atas mengundang para ilmuan dan para ulama  untuk mengadakan pengkajian, penyelidikan dan penelitian  Hadis untuk dianalisis obyektifitas dan otentisitasnya.
Setelah terjadi pemalsuan Hadis terutama oleh beberapa sekte Islam akibat konflik politik antara pendukung Ali dan pendukung Mu’awiyah (41 H) para ilmuan bangkit mengadakan research/penelitian Hadis  dengan berbagai langkah, antara lain :
1.      Mempersyaratkan periwayatan Hadis harus diertai silsilah sanad yang sampai kepada Rasulillah sebagai sumber Hadis
2.      Mengadakan penelitian ke lapangan/fild research menemui tokoh-tokoh Hadis yang masih hidup untuk checking otentisitas  Hadis yang terkait
3.      Menemui para periwayat dan  tokoh-tokoh senior  Hadis, ahli sejarah, dan lain-lain walaupun di tempat yang jauh, karena berpindah dari suatu Negara ke Negara lain dalam rangka ekspansi dakwah Islam  untuk dimintai informasi tentang biodata dan biografi para periwayat baik yang masih hidup maupun yang sudah mati.
4.      Meneliti dan menganalisis sifat-sifat biodata dan biografi para periwayat Hadis  yang dapat diterima dan ditolak periwayatannya
5.      Dan seterusnya.   
Pembelajaran  Hadis dan Ilmu Hadis adalah pembalajaran ilmiah yang tertua di dunia keilmuan. Sebab sebelum umat Islam mengenal pembelajaran ilmu-ilmu  lain seperti Fikih, Ilmu Kalam/ Teologi dan lain-lain   dalam perkembangannya, terlebih dahulu mereka telah mengenal pembelajaran  ilmiah Hadis. Bahkan Barat sebelum mengenal penelitian ilmiah dan sebelum mencapai kemajuan saint dan teknologi umat Islam telah mengenal penelitian ilmiah yakni penelitian dan pembelajaran  Hadis ini.
 Di antara persoalan yang muncul dalam pembelajaran Ilmu Hadis atau Hadis lemahnya asumsi komunitas terhadap Hadis dan Ilmu Hadis  yang seolah-olah merendahkan ilmu ini. Misalnya sebagai berikut :
1.Masih banyak di antara mereka yang beranggapan bahwa mempelajari ilmu Hadis identik dengan sejarah semata, karena yang melakukan penelitian adalah mereka para ulama ahli hadis zaman dahulu.
2.Mempelajri Hadis kurang menarik karena hanya teori ulama dahulu dalam peraktek telaahnya terhadap Hadis
3.Sebagian komunitas baik intelektual maupun pelajar menghindar dari Ilmu Hadis, dengan alasan jelimet dan menyulitkan
4.Sebagian lagi melihat Hadis semata sebagai  sumber hukum Islam atau masalah keakhiratan saja
5.Dan lain-lain
Pengembangan pembelajaran Hadis dan Ilmu Hadis   selalu berkembang dan selalu diperbaharui sehingga  mampu menjawab segala persoalan di atas. Makalah yang sederhana  ini akan mencoba menjawab persoalan ini bagaimana strtategi  pembelajaran ilmu ini di Perguruan Tinggi agama Islam.
.
B.     Setrategi  Pembelajaran
Strategi pengembangan pembelajaran sebenarnya sudah tertuang pada kontrak kuliah  atau SAP (Satuan Acara Perkuliahan). Kontrak Kuliah pada umumnya berisikan beberapa hal di antaranya ; Manfaat Mata Kuliah, Diskripsi Mata Kuliah, Tujuan intruksional, Metode perkuliahan, Bahan sumber, Tugas, Cara evaluasi, dan  Jadual perkuliahan yang meliputi pertemuan, topik inti dan sumber pokok. Sedangkan SAP pada umumnya meliputi ;   Standar kompetensi, Kompetensi dasar, Deskripsi perkuliahan, Indikator, Bahan sumber atau referensi, Strategi, metode dan media, Pola penugasan, Pertemuan, pokok bahasan dan sumber acuan. Pembelajaran yang dikembangkan adalah demokrasi pembelajaran (learning of democrazion), di mana mahasiswa diajak mengadakan  transaksi dan persetujuan bersama pada beberapa unsur yang ada pada kontrak kuliah tersebut. Mana hal-hal yang perlu dan mana yang tidak perlu dapat disepakati bersama, baik menyangkut bahan perkuliahan, metode, penugasan,  penilaian dan lain-lain. Dengan adanya kontrak kuliah yang merupakan hasil kesepakatan bersama, kedua belah pihak akan bertanggung jawab melaksanakanya dengan baik, bahkan termasuk hukuman bagi yang melanggar kesepakatan.
 Secara rinci Kontrak Kuliah dan SAP dapat diuraikan sebagai berikut :
1.      Manfaat Mata Kuliah
Manfaat mempelajari Hadis perlu disampaikan  kepada para mahasiswa agar dapat memotivasi mempelajrinya dengan sungguh-sungguh. Orang pada umumnya akan mau bekerja keras kalau mengetahui manfaatnya  dan sebaliknya orang kurang tertarik mempelajarinya jika manfaatnya kurang dirasakan. Misalnya, Hadits memiliki eksistensi yang  tidak sama dengan al-Qur’an baik dari segi sistem    penerimaan,   periwayatan, dan kualitasnya, karena hadits tidak tertulis seluruhnya pada masa Nabi masih hidup, di samping banyaknya penyimpangan dan pemalsuan. Seseorang tidak akan mampu menelaah dan menilai hadits secara kritis baik segi kuantitatif dan kualitatif   tanpa mempelajari Ulumul Hadits. Dengan mempelajari Ilmu Hadis seseorang akan memperoleh beberapa manfaat  Hadis di antaranya :
a.    Mengetahui permasalahan hadis seperti perlunya periwayatan dan sandaran dalam periwayatan.
b.   Mengetahui biografi para perawi Hadis
c.    Mengetahui kulaitas Hadis baik sanad dan matannya
d.   Mengenal berbagai kitab Hadis dan Ilmu Hadis
e.    Mempunyai wawasan keilmuan Hadis
f.    Dan lain-lain

2.      Deskripsi Mata Kuliah
Diskripsi mata kuliah perlu disampaikan secara gelobal dan menyeluruh pada awal perkuliahan yakni tentang status mata kuliah maupun materi yang akan diperkuliahkan, sehingga  mahasiswa mengetahui dan memeprsiapkan sedemikian rupa materi yang akan dikuliahkan. Misalnya, penjelasan bahwa mata kuliah Ulumul Hadits  dipelajari di semua jurusan dan semua Fakultas di Perguruan Tinggi Agama Islam. Bahkan Mata Kuliah Ulumul Hadits  bagi Jurusan tertentu diberikan lebih 2 sks  seperti di jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) diberikan 4 sks. Bagi semua jurusan  Mata Kuliah Ulumul Hadits sebagai pengetahuan dasar bagi mahasiswa yang akan mempelajari Hadits.  Seseorang tidak akan mampu menelaah dan menilai hadits secara kritis baik segi kuantitatif dan kualitatif   tanpa mempelajari Ulumul Hadits yang telah dirumuskan oleh para ulama. Demikian juga seseorang tidak akan dapat   memahami dan memilah-milah mana hadits yang dapat diterima dan mana yang harus ditolak tanpa  mempelajari Ulum al-Hadits.
Pembahasan Ulumul Hadits meliputi pengertian Hadits dan sinonimnya, istilah-istilah dalam ilmu Hadits dan operasional studi Hadits, sejarah perkembangannya,  macam-macam dan cabang-cabangnya,  permasalahan  Hadits  dan kalasifikasinya baik dari segi kuantitas dan kualitas, fungsi dan kehujjahannya, dan pengenalan sebagian tokoh Hadits  terutama dari segi konteribusinya terhadap perkembangan Hadits.
Banyak persoalan yang dihadapi dalam masalah  Hadis. Akan tetapi segala persoalan itu akan dapat diatasi  jika seseorang  mampu menguasai kunci-kunci solusinya yang disebutkan dalam Ilmu Hadis. Salah satu hal penting  yang harus dikuasai  adalah mampu menelusuri Hadits  dari sumber asli melalui proses periwayatan dari tangan ke tangan orang lain sampai kepada pembawa akhir (sanad)  yang disebutkan dalam buku-buku Hadits untuk diadakan penelitian lebih lanjut. Proses penelusuran itu disebut dengan takhrij yang kemudian diadakan penelitian dan penilaian sanad dan matannya untuk diketahui kualitasnya. Ilmu Hadis hendaknya terfokus pada materi-materi yang aplikatif seperti takhrij ini dan ilmu-ilmu pendukungnya seperti  biografi para perawi meliputi kelahiran, kehidupan, dan wafatnya ( Ilmu Tawârîkh al-Rijâl),  menilai ketsiqahan atau kedla`ifan seorang perawi Hadits (Ilmu al-Jarh wa al-Ta’dil), memecahkan keganjilan (Syudzudz), Hadis-Hadis yang kontra (Ilmu Mukhtalif al-Hadits), latar belakang sebab terjadinya Hadis (Ilmu Asbab Wurud al-Hadits), tekstual dan kontekstual Hadis dan lain-lain.

3.      Standar Kompetensi dan kompetensi dasar

Dalam SAP dirumuskan  Dasar kompetensi dan kompetensi dasar. Hal ini penting  disampaikan agar mahasiswa mempunyai target pembelajaran yang harus dicapai. Misalnya Standar Kompetensi mata kuliah Ulumul Hadis adalah memahami  pengetahuan dasar  tentang Hadis dan Ulumul Hadis. Sedangkan Kompetensi Dasarnya adalah Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami dengan baik pentingnya ‘Ulumul Hadits, khususnya dalam hubungannya dengan kedudukan hadits (Sunnah), fungsi Hadits, kesejarahan Hadits dan ‘Ulumul Hadits, berbagai istilah yang telah diciptakan oleh ulama, cabang-cabang ‘Ulumul Hadits, kitab-kitab yang menghimpun hadits dan ‘Ulumul Hadits, latar belakang penelitian sanad dan matan, tata cara penelitian Hadits pada sumbernya, kualitas Hadits dan kehujjahannya, dan biografi singkat beberapa ulama yang berjasa besar dalam bidang pembinaan hadits dan ‘Ulumul Hadits. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami lebih mendalam beberapa hal penting tentang periwayatan dalam hadits, menelusuri dan menganalisis sanad dan matan Hadits (takhrij al-Hadits),  hadits-hadits yang tampak bertentangan, perbedaan pandangan ulama dalam menilai Hadits, jenis-jenis kitab hadits dan biografi penyusunnya, serta sejumlah istilah dan rumus yang diciptakan oleh ulama hadits.


4.      Strategi, Metode dan Media pembelajarn
Pendekatan perkuliahan menggunakan PAIKEM (Perkuliahan atau Pembelajaran Aktif,  Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) seperti  inquiry, discovery, problem solving dan lain-lain sesuai dengan karakter kompetensi yang ingin dicapai. Pendekatan ini sangat penting untuk menghindarkan dari rasa kejemuan dan keletihan sebagai jawaban terhadap  asumsi bahwa pembelajaran Ilmu Hadis itu jelimet dan membuat orang setres. Terutama dalam pembelajaran Hadis mahasiswa pada umumnya  hanya mendengar terjemahannya saja sambil duduk dan  ngantuk selesai, kalau dosennya tidak pinter-pinternya memberikan pendekatan yang tepat. 
Metode perkuliahan yang digunakan adalah diskusi, ceramah, tanya jawab, drill dan eksperimen, pemberian tugas dan lain-lain sebagaimana dalam pembelajaran active learning dan collaborating learning. Dengan metode ini mahasiswa akan lebih aktif bersama dosennya. Semua mahasiswa  diharapkan proaktif dalam seminar diskusi baik menyampaikan  masalah, menjawab masalah, dan memecahkan masalah. Misalnya pembelajaran takhrij yang lebih tepat menggunakan metode diskusi, Tanya jawab, pemberian tugas, drill dan eksperimen. Karena memang takhrij harus dilakukan secara cermat dan pelu waktu khusus.
Penyaji materi dilakukan oleh kelompok tertentu  sesuai dengan jadual dan  materi yang sudah dipersiapkan. Mahasiswa kelas dibagi kepada beberapa kelompok sesuai dengan banyaknya tema yang akan dibahas dalam perkuliahan.  Fokus diskusi  sesuai dengan pokok bahasan pada SAP dan makalah  dibagikan kepada mahasiswa minimal dua hari sebelum hari perkuliahan berlangsung. Seluruh mahasiwa hendaknya aktif dalam mengikuti diskusi, demikian juga dosen hendak memberi bimbingan yang optimal.
Media pembelajaran ; laptop, LCD, CDR Kutub al-Tis’ah dan Alfiyat al-Sunah dan lain-lain. Media pembelajaran ini sangat membantu mahasiswa dan dosen dalam proses pembelajarn Hadis dan Ilmu Hadis di samping menggunakan buku-buku Hadis dan pendukungnya secara manual.

5.      Indikator
Indikator yang ingin dicapai pada perkuliahan Mata Kuliah Ulumul Hadits  ialah sebagai berikut :
a.        Mendeskripsikan  hubungan Hadits dengan al-Qur’ân secara fungsional
b.      Menjawab  penolak Hadits sebagai hujjah dalam Islam baik secara historis maupun      normatif
c.       Mendeskripsikan  kritik sejarah perkembangan Hadits dan Ilmu Hadits
d.      Mendeskripsikan   istilah-istilah penting dan Hadits
e.       Menelusuri dan meneliti Hadits di berbagai buku induk
f.       Menyebutkan maca-macam Hadits dari berbagai tijauan
g.      Menyebutkan para tokoh Hadits dari masa ke-masa dan kontribusinya terhadap
     perkembangan Hadits
h.      Mendeskripasikan  beberapa hal penting berkenaan dengan periwayatan Hadis
i.         Menelusuri Hadits dari sumber aslinya  baik  secara  manual atau electric CDR Hadits
j.        Menelusuri sifat-sifat para perawi dan periwayatn Hadits melalui biografi
k.      Dan lain-lain

6.      Bahan sumber atau referensi
Bahan sumber adakalanya wajib dan adakalanya bersifat  anjuran. Bahan sumber wajib adalah pokok yang harus dijadikan referensi dalam perkuliahan sedang bahan sumber anjuran adalah yang bersifat mendukung. Setiap materi inti dalam perkuliahan diberikan petunjuk adalanya dalam buku apa dan halaman berapa. Buku disebutkan pengarang, judul buku, penerbit, tahun dan cetakan keberapa. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan mahasiswa untuk mencari referensi baik diperpustakaan maupun di toko-toko buku. Misalnya sebagai berikut :
  Dr.H. Abdul Majid Khon, M.Ag, Ulumul Hadis, Amzah Bumi Aksara, Jakarta, 2008 (AMK/UH)
-------,   Ulumul Hadits, PSW UIN Jakarta, 2005
Dr. M `Ajaj al-Khathîb, ,  Mukhtashar al-Wajîz fî  `Ulûm al-Hadîts, Beirut: Muassasah al-Risâlah, 1985, Cet. Ke-1
Dr.  Shubhî, al-Shâlih, `Ulûm al-Hadîts  wa Mushthalahuh, Beirut: Dâr al-`Ilm li al-Malâyîn, 1969, Cet. Ke-5
Dr. Mushthafâ al- Siba`î,  al-Sunnah wa Makanâtuhâ fi al-Tasyrî` al-Islâmî,  Cairo: Dâr al-Salâm, 1998, Cet. Ke-1
 al-Suyuthi, Tadrîb al-Râwî fi Syarh Taqrîb al-Nawawi,  Mesir : Maktabah al-Najah, tth

7.      Pola  Penugasan
Tugas mahasiswa baik secara individu dan kelompok dalam perkuliahan ini  meliputi 3 T yaitu  Tutur, Tamu, dan Turi :
a.       Tutur, artinya Tugas Terstruktur yaitu tugas penyajian makalah kelompok  sesuai   dengan jadual yang disepakati bersama. Mahasiswa diberikan tugas secara kelompok membuat makalah dengan tema yang sesuai dengan silabus dan disajikan dalam seminar kelas  sesuai dengan jaual pertemuan.  
b.      Tamu, singkatan dari Tatap Muka, absensi dan  keaktifan dalam berdiskusi setiap pertemuan. Mahasiswa dipacu untuk proaktif dalam seminar  tidak hanya sekedar datang atau absensi saja, baik bertanya, menyanggah, meluruskan yang salah, membantu pemecahan maslah dan lain-lain. Absen meninmal boleh mengikuti ujian akhir semester dengan syarat kehaduran tidak kurang dari 75 %.
c.          Turi, artinya Tugas Mandiri, ada dua bentuk tugas mandiri :
1)         Tugas mandiri mingguan yang berbentuk seperti pekerjaan rumah (PR). Tugas ini dimaksudkan untuk menyelesaikan bahan ajar yang tidak selesai dibahas dalam diskusi kelompok atau sebagai pendalaman materi yang telah didiskusikan setiap pertemuan
2)         Tugas mandiri takhrij diberikan mahasiswa mata kuliah Ilmu hadis, tugas  semesteran  ini untuk dilaporkan pada akhir semester. Tugas mandiri takhrij ini dimulai dari yang paling sederhana dan bertahap  misalnya sebagai berikut :
a)               Mahasiswa dipersilahkan memilih satu Hadis saja yang berbeda dengan pilihan temannya
b)               Tugas mencari dalam kamus al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadz al-Hadits al-Nabawi yakni takhrij bi al-Lafdzi kemudian  catat bunyi kitab al-Mu’jam ini sesuai dengan yang tertulis adanya.
c)               Telusuri Hadis yang anda cari ke dalam beberapa kitab induk hadis sesuai dengan petunjuk kitab al-Mu’jam. Tulis hasilnya secara lengkap sanad dan matannya
d)              Olah sanadnya dengan membuat  akar sanad atau pohon sanad untuk memudahkan analisis berikutnya
e)               Analisis  sanad dan matannya  dengan paradigma kualitas atau kuantitas dan atau yang lain sesuai dengan kemampuan anda
f)                Buat kesimpulan analisis anda
Sedangkan tugas mandiri Hadis adalah tugas gabungan antara takhrij dan kajian kandungan matannya. Yakni mengkaji Hadis pilihan  yang berbeda dengan Hadis temannya  dengan sistematika dan uraian penjelasan yang dalam dan luas.  

8.      Pola Penilaian
Nilai akhir mahasiswa di dasarkan pada pada 3 test  yaitu  test formatif, mid test dan summative test. Masing-masing mempunyai bobot pilihan yang telah ditetapkan oleh universita. Artinya dosen boleh memilih salah satu dari beberapa pilihan yang disepakati bersama  dengan mahasiswa. Perbandingan alternative pilihan sebagai berikut :
F : M : S  = 1 : 3 : 6 atau  F : M : S =  2 : 3 : 5 dan atau F : M : S =  3 : 3 : 4.
Pada umumnya bobot yang disepakati bersama mahasiswa adalah alternative yang ketiga karena sangat menghargai proses. Rentangan lebih jelas sebagai   berikut :
 a. Test Formatif :
1)  Presentasi makalah Kelompok diskusi                               10 %
2) Absensi dan partisipasi aktif dalam diskusi                        10 %
3)  Lapran tugas Mandiri                                                        10 %
b. Mid Test (UTS)                                                                        30 %
c. Summatif Test (UAS)                                                              40 %
            Jadi perbandingan  beberapa jenis test di atas adalah  F : M : S  =  30 : 30 : 40
9.       Jadual pertemuan, topik inti dan sumber acuan
Jadual pertemuan juga perlu dibuat yang memuat pertemuan keberapa, topik inti dan sumber acuan.         Jadual Pertemuan disesuaikan dengan  jadual perkulihan di fakultas bulan dan tanggalnya, topik inti sesuaikan dengan silabus dan pengembangannya kemudian sumber acuan adalah referensi dalam beberapa buku dengan menunjuk bab dan halaman. Dengan jadual seperti di atas akan memudahkan dosan dan mahasiswa dalam mempersiapkan makalah, topik inti, dan permasalahannya. 

C.     Penyajian Materi perkuliahan
Materi atau bahan perkuliahan memang sudah ditetapkan oleh Perguruan Tinggi sebagaimana dalam silabus yang disebut dengan topik inti. Tetapi hal ini tidak merupakan harga mati. Porsi silabus adalah materi inti yang bobotnya 75 %, yang 25 % dosen hendaknya dapat mengembangkan materi mana yang dianggap perlu baik sebagai penunjang maupun sebagai wawasan keilmuan. Materi yang akan dikuliahkan hendaknya manarik, aktual dan yang dapat dimengerti oleh mahasiswa. Agar materi ini dapat dimengerti dan dipahami oleh mahasiswa pada umumnya pada awal perkuliahan disampaikan secara geris besar dan menyeluruh disertai manfaat mempelajarinya sebagaimana yang disebutkan dalam Kontrak Kuliah atau Satuan Acara Perkuliahan.
1.      Ilmu Hadis
Materi Perkuliahan Ilmu Hadis yang sangat esensial adalah takhrij Hadis dalam arti penelusuran dan penilaian  Hadis baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Karena sesungguhnya melakukan takhrij al-Hadis  berarti memperaktekkan hampir seluruh topik  dan hampir segala permasalahan yang dibahas  Ilmu Hadis. Ibarat Ilmu Nahwu sebagai i’rabnya, Sharaf I’lalnya, dan Ilmu Balaghah sebagai tathbiqnya demikian juga Il al-Qawafi. Takhrij tidak sekedar teori, pengertian dan contoh-contoh saja akan tetapi diperaktikkan. Mahasiswa diajak atau ditugasi  berangkat ke perpustakaan untuk mencari bahan-bahan yang diperlukan, mulai dari penelusuran Hadis melalui takhrij bi al-lafdzi  atau dengan metode lainnya seperti takhrij bi al-madhu’, takhrij bi awwal al-matn, takhrij bi al-sanad al-a’la. Kemudian analisis sanad dan matan.      
Analisis sanad dapat dibimbing mulai dengan dengan paradigma kualitas Hadis :
    1. Analisis  persambungan sanad. Untuk mengetahuinya membaca Ilmu Rijal al-Hadits atau Ilmu Tawarikh al-Ruwah
    2. Adil dan dhabithnya perawi dibantu dengan Ilmu al-Jarh wa al-Ta’dil
    3. Untuk mengetahui syadz dan illat menggunakan metode komparasi antar beberapa sanad dan matan
Data Hadis yang akan dianalisis juga matan dan sanad Hadis, analisisnya disebut  Kritik Hadis. Dalam analisisnya ada  dua kritik Hadis, yaitu kritil matan yang disebut dengan kritik internal (al-dâkhilî) dan kritik sanad yang disebut dengan kritik eksternal (al-khârijî). Untuk memperjelas permasalahan dua kritik tersebut berikuti ini akan dipaparkan penjelasannya :
a. Kritik internal (al-dâkhilî)
Kritik internal  yakni kritik pada matan, apakah ia bertentangan dengan ratio manusia, bertentangan dengan  Hadis yang lebih kuat, atau bertentangan dengan al-Qur’an. Para ulama telah membuat parameter dan kaedah yang dijadikan standar penilaian apakah Hadis itu shahih, Hasan dan dha`if. Di antaranya, kriteria matan Hadis Shahih adalah tidak ada cacat yang tersembunyi yang disebut dengan illat dan tidak ada keganjilan yang disebut dengan  syadz. Illat dan syâdz ini  terjadi pada matan sebagaimana pula  terjadi pada sanad. [2] Untuk mengetahui keganjilan dan cacat pada matan ulama Hadis menyebutkan kriteria-kriteria Hadis mawdhû`, antara lain :
1)             Hadis bertentangan dengan akal dan tidak menerima ta’wil
2)             Menyalahi  indra dan persaksian
3)            Menyalahi dalil-dalil qath`î atau Sunah Mutawâtirah dan atau ijma` ulama  serta tidak munkin dikompromikan
4)            Belebih-lebihan dalam ancaman suatu perbuatan yang kecil atau  janji pahala yang terlalu besar terhadap perbuatan yang kecil[3].

b. Kritik eksternal (al-khârijî)
Karitik eksternal  yakni kritik sanad. Para ulama mempersyaratkan masing-masing para periwayat dalam sanad harus bertemu langsung (ittishâl)  dengan periwayat (syeikh) di atasnya dari awal sampai akhir sanad. Untuk menelusuri katersambungan sanad  ini harus dikaji ilmu Rijâl al-Hadîts atau Târîkh al-Ruwâh. Demikian juga para ulama mempersyaratkan para perawi harus adil dan kuat hapalannya/dhabith. Untuk mengetahui periwayat yang adil dhabith atau tidak disediakan regerensi  tentang sifat-sifat para periwayat Hadis yang disebut dengan  Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dîl.
Sanad dan matan Hadis  yang telah direntangkan dari berbagai buku primer di atas, dianalisis secara kritis dengan mengunakan metode deskriptip,   perbandingan (comparative/ muqâranah), normatif, dan kesejarahan.
      1)  Analisis deskriptip
Metode deskriptip dilakukan untuk menjelaskan semua komponen tersebut, baik  yang berkaitan dengan sanad maupun dengan  matan. Tujuan pendekatan deskriptip ini adalah mengemukakan penafsiran yang benar secara ilmiah mengenai gejala kemasyarakatan agar diperoleh kesepakatan umum. Pada sanad terdapat istilah-istilah khusus yang digunakan dalam periwayatan, misalnya haddatsnâ/haddatsani,… artinya ; memberitakan kepada  kami/ sayadiinterpretasikan seorang perawi bertemu langsung dengan syeikhnya dan seterusnya.  Menurut Cohn [yang dikutip oleh Ace Suryadi dan A.R. Tilaar] pendekatan deskriptip ini disebut juga pendekatan positif yang diwujudkan dalam bentuk upaya ilmu pengetahuan dalam menyajikan suatu  state of the Art atau keadaan apa adanya dari suatu gejala  yang sedang diteliti  dan yang perlu diketahui oleh para pemakai.[4] 
      2)  Analisis komparatif (perbandingan)
M. Mushthafâ al-A`zhamî mengatakan, bahwa sejauh menyangkut kritik nash atau dokumen  terdapat banyak metode, akan tetapi hampir semua metode itu dapat dimasukkan ke dalam kategori metode perbandingan (cross reference).[5]   Metode perbandingan dalam Hadis dilakukan dengan banyak cara, antara lain:
a)  Perbandingan antara beberapa Hadis dari berbagai murid seorang guru (syekh). 
b)  Perbandingan antara pernyataan-pernyataan dari seorang ulama yang
   dikeluarkan pada waktu yang berlainan.
c)   Perbandingan antara pembacaan lisan dengan dokumen tertulis.
d)  Perbandingan  antara Hadis dengan ayat-ayat al-Qur’an yang   berkaitan.[6]
e)  Perbandingan antara sanad dan matan untuk  mengetahui adanya keganjilan/syâdz,  cacat/’illat atau tidak.
Metode perbandingan juga dilakukan oleh para ulama Hadis ketika dihadapkan permasalahan dua Hadis yang kontroversi (Mukhtalif al-Hadîts), yaitu ada 4 langkah ;, komppromi (al-jam`u wa al-tawfîq),  teks  Hadis belakangan menghapus hukum (nasakh) pada teks Hadis pendahulunya jika diketahui datangnya, diambil yang lebih kuat (tarjîh ), dan  ditinggalkan  atau tidak diamalkan.
   c.  Analisis normatif
Secara khusus pendekatan normatif untuk menganalisis pemikiran yang berkaitan dengan kritik internal (al-dâkhilî) yakni  kritik matan, di samping kritik eksternal yakni sanad. Pendekatan  normatif yang sering  disebut pendekatan preskriptip merupakan  upaya ilmu pengetahuan  untuk menawarkan suatu norma kaedah atau resep yang dapat  digunakan  oleh pemakai dalam rangka pemecahan suatu masalah. Tujuannya ialah  agar para pengambil keputusan  memahami permasalahan  yang disoroti dari isu  suatu kebijakan[7]  Tolak ukur penelitian matan ialah tidak bertentangan al-Qur’an, Hadis yang lebih kuat,  akal sehat, indra,  sejarah, dan susunan bahasa.[8] Pendekatan normatif atau  pendekatan preskriptif digunakan dalam rangka pemecahan  suatu masalah (problem solveing), yaitu dengan menawarkan norma-norma, kaedah-kaedah, dan atau resep-resep  dalam dimensi rasionalitas,  moralitas, kontekstualitas, dan tekstualitas (`aqlî dan naqlî).
Kedua pendekatan deskriptip dan normatif juga digunakan  untuk menjelaskan  pemahaman makna Hadis  yang dianggap tidak sesuai dengan zaman dan situasi  sekarang. Karena Sunah yang salah satu fungsinya  sebagai penjelas  dan interpretator  al-Qur’an  memiliki  universalitas makna seperti al-Qur’an. Ia juga  sebagai sumber  ilmu pengetahuan  dan  kemajuan. Oleh karena itu, diperlukan  interpretasi  yang dinamis  sesuai dengan perkembangan zaman.[9]
   d.  Analisis kesejarahan
Sedangkan pendekatan kesejarahan secara khusus digunakan kritik terhadap pemikiran yang berkaitan dengan kritik eksternal yaitu sanad, karena  Sunah  merupakan fakta  sejarah  yang berkaitan dengan  pernyataan, prilaku, sifat, dan pengakuan Nabi saw.  Para ahli Hadis   berpendapat  bahwa  studi matan  Hadis dan kitab-kitab Riwâyah tidak berarti, jika tidak disertai dengan `Ilm al–Hadîts Dirâyah, yaitu analisis  kesejarahan  terhadap perkataan dan  perbuatan Rasul saw,  sifat-sifat dan keadaan para  periwayat (transmitter)   Hadis dan  matan-nya.[10]
Demikian juga, salah seorang guru besar Hadis dan Ilmu Hadis di Universitas al-Azhar  Thâhâ al-Dasûqî Hubaysyî  berpendapat,  bahwa  analisis  kesejarahan (târîkh)  merupakan  keharusan  bagi para peneliti dan periwayat (transmetter) Hadits, karena  tugas transmetter adalah mentransfer informasi  dari  beberapa generasi, sedang tugas  peneliti adalah  memeriksa sifat dan kondisi  para transmetter  tersebut.  Sunah Nabi  adalah  event  sejarah hidupnya yang benar-benar terjadi, bukan  andai-andai  logis yang menetapkan ada atau tidaknya  suatu perkara dan yang memerlukan eksperimen.[11] Sementara Sartono Kartodirdjo menekankan:   “apabila  suatu penelitian masyarakat  mengambil perspektif atau orientasi historis, maka bahan dokumenter  mempunyai arti  metodologis yang  sangat penting.”[12]
Dengan demikian, pendekatan kesejarahan mutlak  dipergunakan dalam  penelitian Sunah karena Sunah itu sendiri  merupakan dokumentasi sejarah,  baik sanad yang terdiri dari  sejarah para periwayat Hadis (transmetter)  dari generasi ke generasi maupun latar belakang matan yang merupakan materi atau isi Sunah yang diriwayatkan.
Keempat metode analisis  di atas sangat diperlukan dalam penelitian   Sunah secara empiris setelah diadakan penelusuran data baik sanad maupun  matan Hadis melalui takhrîj, sehingga dapat ditemukan  kualitas Hadis apakah diterima sebagai Hadis yang Shahih atau ditolak sebagai Hadis Dha’if/lemah.  Dengan demikian, ditemukan pemahaman yang benar tentang Hadis  baik dari kedudukan Sunah sebagai sumber hukum Islam  maupun sebagai sumber ilmu pengetahuan dan kemajuan.
                Memang  agak rumit sedikit pada awal pembelajaran, tetapi nanti kalau sudah mengerti dan sudah terbiasa akan menjadi mudah dan berjalan cepat sehingga mendapat banyak penemuan yang manis dan lezat dirasakan. Oleh karena itu target dari tugas tahrij yang diberikan akan berbeda antar jurusan dan prodi yang ada. Jurusan Tafsir Hadis memang optimal takhrij diberikan dan peraktiknyapun dapat dilaksanakan secara optimal. Sedangkan jurusan lain seperti PAI (Pendidikan Agama Islam) dapat juga diberikan takhrij  sampai tuntas, karena ia diberikan 4 sks. Tetapi Prodi lain yang hanya menerima Ilmu Hadis 2 sks menurut hemat saya sampaai target penelusuran  ke beberapa buku induk saja dengan cara takhrij bi al-lafdzi sudah lumayan, apa lagi kalau dibantu dengan CD.
2.      Hadis
      Materi Hadis tentu penyajiannya  secara tematik sesuai dengan silabus yang dipakai oleh fakultas tertentu. Sistematika penyajian dan pembelajaran  metode maudhu’î  setelah ditentukan temanya  adalah sebagai berikut :
a. Teks  Hadits yang berkaitan dengan tema
b. Kosa kata (mufradât), agar siswa mampu menerjemahkan  sendiri
c. Terjemahan  yang baik
d. Penjelasan   kandungan 
e. Pelajaran yang dipetik dari kandungan (kesimpulan)
f. Asbâb Wurûd al-Hadis jika didapatkan
g. Biografi singkat tentang sahabat yang meriwayatkan Hadis
Teks ayat atau Hadits  hendaknya benar, berharakat, lurus garis dan indah, agar  siswa terbiasa menulis yang benar dan indah. Siswa sering ditugasi menulis yang benar dan indah agar rajin berlatih, karena masih sering ditemukan seorang mahasiswa di Perguruan Tinggi Islam yang masih belum bisa menulis huruf al-Qur’an bahkan ada guru agama yang  belum pandai menulis huruf al-Qur’an.
Kosa kata dimaksudkan arti  kata yang dianggap sulit oleh siswa tentunya tidak seluruhnya dan tujuannya sebagai pembekalan kepada siswa agar mampu menerjemahkan teks tersebut secara mandiri dengan dibantu kosa kata ini. Di samping itu siswa diharapkan mampu mengartikan kata demi kata dalam teks, tidak hanya mampu menerjemahkan secara hapalan belaka.  Oleh karena siswa perlu digirng bertanya andaikata masih didapatkan kosa kata yang belum dimengerti artinya.
Terjemahan atau alih bahasa dapat dilakukan dengan mudah jika arti kosa kata dalam teks  sudah dikuasai, di samping adanya kemampuan menyusun bahasa Indonesia dengan kalimat  yang benar dan  baik. Sususnan bahasa Arab berbeda dengan susunan bahasa Indonesia, siswa harus diajak berkemampuan membedakannya. Dalam Jumlah fi’liyah susunan kalimatnya  Prediket + Subyek + Obyek sedang dalam bahasa Indonesia susuna ini tidak populer. Susunan kalimat  yang populer adalah SPO.
Penjelasan kandungan adalah uraian secara  rinci dari makna ayat atau matan Hadits yang  masih gelobal terjemahannya. Uraian ini dimaksudkan  memperjelas makna matan atau ayat dengan menghubungkan dengan kehidupan nyata yang dialami siswa  atau dihubungkan dengan  pengalaman, pengetahuan dunia nyata, kisah-kisah, dan perkembangan iptek dengan diberikan contoh-contoh yang kongkrit. Penjelasan hendaknya lebih luas, lebih dalam dan lebih terurai dilengkapi dengan latar belakang  datangnya Hadits (Asbâb wurûd al-hadîts) jika didapatkan dan sejarah sebagian pembawa atau periwayat Hadits jika memungkinkan.
Pelajaran yang dipetik dengan menggali dari kandungan teks sehingga teks ayat atau matan Hadis itu dapat dijadikan sebagai dalil atau dasar dalam penggalian tersebut (istinbath). Pelajaran yang dipetik ini semacam penyimpulan induktif tetapi tendensius, karena harus didasarkan pada teks.
       Asbâb Wurûd al-Hadis yang dapat ditemukan dalam periwayatan karena tidak seluruh Hadis. Hal ini dimaksudkan untuk membantu dalam memahami ayat atau hadis secara  kontekstual. Sedang biografi sahabat yang meriwayatkan hadis dimaksudkan untuk menambah wawasan tentang kehidupan periwayat dan kontribusinya terhadap perkembangan Hadis. 

D.                 Penutup
Mata kuliah Hadis dan ilmunya adalah ilmu yang sangat utama untuk dipelajari. Dia adalah ilmu yang pragmatis bukan hanya teoritis. Tugas Ilmu Hadis era sekarang masih sangat luas. Banyak Hadis yang bertebaran di berbagai buku yang belum jelas status kualitasnya, masih banyak Hadis yang misterius tidak jelas perawi dan sanadnya. Tugas Ilmu Hadis adalah mengadakan takhrij secara aplikatif yakni menelusuri ke berbagai buku induk Hadis dengan menggunakan metode tertentu untuk dianalisis kualitas sanad dan matannya. Dosen di PTI sangat berperan untuk membantu dan mengantarkan mahasiswanya melakukan takhrijini, karena satu-satunya kesempatan terbaik bagi mahasiswa mempelajari takhrij secara mendalam adalah di S1. Mahassiwa di S2 sudah tidak ada bimbingan membaca dan memahami kitab-kitab pendudkung takhrij. Demikian pula Dikti Depag sangat berberan memberi perhatian dan motivasi bagi para peneliti atau pentakhrij  Hadis baik secara langsung mapun tidak secara langsung.
Kendala yang dihadapi PTI saat ini adalah kurangnya sarana dan buku-buku Hadis di perpustakaan. Banyak bukubuku lain di perpustakaan tetapi buku Hadis sangat langka ditemukan yang ada  Riyadh al-Shalihin atau sebagian kitab Shahih Bukhari yang tidak lengkap jilidnya. Bagimana pelaksanaan takhrij akan berjalan dengan baik jika perpustakaan sebuah Universita atau PT tidak mengoleksi buku-buku pendukung takhrij.    





[1] Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Islam Jakarta (UIJ).  Makalah disampaikan  pada acara work shop dosen-dosen Ilmu Hadis bagi dosen  PTI di Wisma Syahid   UIN  Jakarta 20-22 Oktober 2009
[2] Muhammad Syuhudi Isma`il ( Isma`il ), Metodologi Penelitian Hadis Nabi, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1992),  h. 4-5
[3] Muhammad `Alawî al-Malikî,  al-Manhal al-Lathîf fi Ushûl al-Hadîts al-Syarîf, (Jiddah : Mathâbi` Sihr,1982), Cet. Ke-4,  h. 32
[4] Lihat : Ace Suryadi  dan A.R.Tilaar (Suryadi) , Analisis  Kebijakan Pendidikan, (Bandung : PT Rosdakarya, 1994), Cet. Ke-2, h. 46
[5] Muhammad Mushthafâ al-A`zhamî (al-A`zhamî ), Studies In Hadis Methodology and Leterature, Terj. A. Yamin, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1992),  h. 86.. Ibid. h. 87
[6] Lihat : Mahmûd al-Thahân (al-Thahân), Taysîr Mushthalah al-Hadîts, h.56-58 dan Al-Mâlikî al-Hasanî…,  h. 165-167
[7].  Ibid.
[8] Lihat : Shalâh al-Dîn bin Ahmad al-Adlabî (al-Adlabî), Manhaj Naqd al-Matn, (Beirut: Dâr al-Aflâq al-Jadîdah,1983), h.238
[9] Yûsuf al-Qardlâwî (al-Qardlâwî), Kayf Nata’âmal  ma`a   al-Sunnah al-Nabawîyah,( Mesir: Dâr al-Wafâ, 1994), Cet. Ke-7, h. 16
[10] Shubhî Al-Shâlih, `Ulûm al-Hadîts wa Mushthalahuh,  Beirut: Dâr al-`Ilm,  1969, Cet, ke-5,  h. 278
[11] Thâhâ  al-Dasûqî Hubaysyî (Hubaysyî),  al-Sunnah  fî Muwâjahat  A`dâ’ihâ,  (Cairo: Maktabah Risywan, 1995), Cet. Ke-1, h. 163
[12] Sartono Kartodirdjo (Kartodirdjo), Metode Penggunaan  Bahan Dokumen, dalam  Koentjaraningrat (ed.), Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1997), Cet. Ke-14, h.45

Tidak ada komentar:

Posting Komentar