STRATEGI PENGEMBANGAN
PEMBELAJARAN HADIS PADA PTAI
Oleh Dr.H.Abdul Majid Khon, M.Ag[1]
A. Pengantar
Ada dua
bentuk obyek dalam pembelajaran mata
kuliah Hadis dan Ilmu Hadis. Pertama ; pembelajaran matan/ isi/ content Hadis. Kedua ;
pembelajarann sanad/ estafetas
personal periwayat Hadis dari masa timbulnya yakni pada masa Nabi saw
sampai dengan masa kodifikasinya yakni abad ke-2 atau ke-3 Hijriyah. Kedua
bentuk pembelajaran tersebut saling
berkaitan, karena content Hadis dapat dianggap valid manakala disertai dengan
silsilah sanad yang valid pula. pembelajaran
pertama biasanya menurut para pakar Hadis disebut pembelajaran internal
Hadis sedangkan yang kedua disebut studi eksternal Hadis. Pemebalajaran
internal content Hadis yang tidak disertai dengan pembalajaran eksternal
silsilah sanad yang valid atau disertainya tetapi jika seluruh personal dalam
sanad tidak memiliki kredebilitas yang tinggi
dapat ditolak, Hadisnya disebut tidak shahih.
Iinternal matan/content Hadis adalah tujuan pembelajaran sedangkan
pembelajaran eksternal silsilah sanad adalah sarana proses kevaliditasan suatu
content. Pembelajaran internal matan/content Hadis sebagai out put
sedangkan pembelajaran eksternal silsilah sanad adalah sebagai in put.
Pembelajaran internal content Hadis bertujuan untuk pengamalan Sunah semata
karena Hadis sebagai sumber ajaran Islam yang harus dipatuhi, sedangkan
pembalajaran eksternal silsilah sanad Hadis bertujuan memelihara keoriginilan
syari’ah Islamiyah itu sendiri.
Sesuai dengan masa timbulnya
Hadis memang bersamaan dengan al-Qur’an, namun dalam periwayatan al-Qur’an tidak mengundang masalah, semua umat Islam
menerima tanpa memerlukan pembelajaran
silsilah sanad, karena seluruhnya tertulis sejak masa Rasulillah
hidup di samping itu al-Qur’an diterima
oleh para periwayatnya secara kolektifitas/mutawâtir, dengan demikian
memiliki kepastian hukum/qath’îy al-wurûd. Berbeda dengan Sunah atau
Hadis yang tidak tertulis sejak masa
hidup Rasulillah saw, mayoritas Hadis hanya dihapal dan diingat para sahabat di luar kepala di samping
terjadi pemalsuan Hadis dan penyalahgunaan kepentingan dalam perkembangan
berikutnya. Kondisi Hadis seperti di
atas mengundang para ilmuan dan para ulama
untuk mengadakan pengkajian, penyelidikan dan penelitian Hadis untuk dianalisis obyektifitas dan
otentisitasnya.
Setelah terjadi pemalsuan Hadis terutama oleh beberapa sekte Islam akibat
konflik politik antara pendukung Ali dan pendukung Mu’awiyah (41 H) para ilmuan
bangkit mengadakan research/penelitian Hadis
dengan berbagai langkah, antara lain :
1.
Mempersyaratkan periwayatan Hadis
harus diertai silsilah sanad yang sampai kepada Rasulillah sebagai sumber Hadis
2.
Mengadakan penelitian ke lapangan/fild
research menemui tokoh-tokoh Hadis yang masih hidup untuk checking otentisitas Hadis yang terkait
3.
Menemui para periwayat dan tokoh-tokoh senior Hadis, ahli sejarah, dan lain-lain walaupun
di tempat yang jauh, karena berpindah dari suatu Negara ke Negara lain dalam
rangka ekspansi dakwah Islam untuk
dimintai informasi tentang biodata dan biografi para periwayat baik yang masih
hidup maupun yang sudah mati.
4.
Meneliti dan menganalisis
sifat-sifat biodata dan biografi para periwayat Hadis yang dapat diterima dan ditolak
periwayatannya
5.
Dan seterusnya.
Pembelajaran Hadis dan Ilmu Hadis
adalah pembalajaran ilmiah yang tertua di dunia keilmuan. Sebab sebelum umat
Islam mengenal pembelajaran ilmu-ilmu
lain seperti Fikih, Ilmu Kalam/ Teologi dan lain-lain dalam perkembangannya, terlebih dahulu
mereka telah mengenal pembelajaran
ilmiah Hadis. Bahkan Barat sebelum mengenal penelitian ilmiah dan
sebelum mencapai kemajuan saint dan teknologi umat Islam telah mengenal penelitian
ilmiah yakni penelitian dan pembelajaran Hadis ini.
Di antara persoalan yang muncul dalam pembelajaran
Ilmu Hadis atau Hadis lemahnya asumsi komunitas terhadap Hadis dan Ilmu
Hadis yang seolah-olah merendahkan ilmu
ini. Misalnya sebagai berikut :
1.Masih banyak di
antara mereka yang beranggapan bahwa mempelajari ilmu Hadis identik dengan
sejarah semata, karena yang melakukan penelitian adalah mereka para ulama ahli
hadis zaman dahulu.
2.Mempelajri Hadis
kurang menarik karena hanya teori ulama dahulu dalam peraktek telaahnya
terhadap Hadis
3.Sebagian komunitas
baik intelektual maupun pelajar menghindar dari Ilmu Hadis, dengan alasan
jelimet dan menyulitkan
4.Sebagian lagi melihat
Hadis semata sebagai sumber hukum Islam
atau masalah keakhiratan saja
5.Dan lain-lain
Pengembangan pembelajaran Hadis dan Ilmu Hadis selalu berkembang dan selalu diperbaharui
sehingga mampu menjawab segala persoalan
di atas. Makalah yang sederhana ini akan
mencoba menjawab persoalan ini bagaimana strtategi pembelajaran ilmu ini di Perguruan Tinggi
agama Islam.
.
B.
Setrategi Pembelajaran
Strategi pengembangan pembelajaran sebenarnya sudah tertuang pada kontrak
kuliah atau SAP (Satuan Acara
Perkuliahan). Kontrak Kuliah pada umumnya berisikan beberapa hal di antaranya ;
Manfaat Mata Kuliah, Diskripsi Mata Kuliah, Tujuan intruksional, Metode
perkuliahan, Bahan sumber, Tugas, Cara evaluasi, dan Jadual perkuliahan yang meliputi pertemuan,
topik inti dan sumber pokok. Sedangkan SAP pada umumnya meliputi ; Standar kompetensi, Kompetensi dasar,
Deskripsi perkuliahan, Indikator, Bahan sumber atau referensi, Strategi, metode
dan media, Pola penugasan, Pertemuan, pokok bahasan dan sumber acuan.
Pembelajaran yang dikembangkan adalah demokrasi pembelajaran (learning of
democrazion), di mana mahasiswa diajak mengadakan transaksi dan persetujuan bersama pada
beberapa unsur yang ada pada kontrak kuliah tersebut. Mana hal-hal yang perlu
dan mana yang tidak perlu dapat disepakati bersama, baik menyangkut bahan
perkuliahan, metode, penugasan,
penilaian dan lain-lain. Dengan adanya kontrak kuliah yang merupakan
hasil kesepakatan bersama, kedua belah pihak akan bertanggung jawab
melaksanakanya dengan baik, bahkan termasuk hukuman bagi yang melanggar
kesepakatan.
Secara rinci Kontrak Kuliah dan SAP
dapat diuraikan sebagai berikut :
1.
Manfaat Mata Kuliah
Manfaat
mempelajari Hadis perlu disampaikan kepada
para mahasiswa agar dapat memotivasi mempelajrinya dengan sungguh-sungguh.
Orang pada umumnya akan mau bekerja keras kalau mengetahui manfaatnya dan sebaliknya orang kurang tertarik
mempelajarinya jika manfaatnya kurang dirasakan. Misalnya, Hadits memiliki
eksistensi yang tidak sama dengan
al-Qur’an baik dari segi sistem
penerimaan, periwayatan, dan
kualitasnya, karena hadits tidak tertulis seluruhnya pada masa Nabi masih
hidup, di samping banyaknya penyimpangan dan pemalsuan. Seseorang
tidak akan mampu menelaah dan menilai hadits secara kritis baik segi
kuantitatif dan kualitatif tanpa
mempelajari Ulumul Hadits. Dengan mempelajari Ilmu Hadis seseorang akan
memperoleh beberapa manfaat Hadis di
antaranya :
a.
Mengetahui
permasalahan hadis seperti perlunya periwayatan dan sandaran dalam periwayatan.
b.
Mengetahui
biografi para perawi Hadis
c.
Mengetahui kulaitas Hadis baik sanad dan matannya
d.
Mengenal berbagai kitab Hadis dan Ilmu Hadis
e.
Mempunyai wawasan keilmuan Hadis
f.
Dan lain-lain
2.
Deskripsi Mata Kuliah
Diskripsi mata kuliah perlu disampaikan secara gelobal dan menyeluruh pada
awal perkuliahan yakni tentang status mata kuliah maupun materi yang akan
diperkuliahkan, sehingga mahasiswa
mengetahui dan memeprsiapkan sedemikian rupa materi yang akan dikuliahkan. Misalnya,
penjelasan bahwa mata kuliah Ulumul Hadits
dipelajari di semua jurusan dan semua Fakultas di Perguruan Tinggi Agama
Islam. Bahkan Mata Kuliah Ulumul Hadits
bagi Jurusan tertentu diberikan lebih 2 sks seperti di jurusan Pendidikan Agama Islam
(PAI) diberikan 4 sks. Bagi semua jurusan Mata Kuliah Ulumul Hadits sebagai pengetahuan
dasar bagi mahasiswa yang akan mempelajari Hadits. Seseorang tidak akan mampu menelaah dan
menilai hadits secara kritis baik segi kuantitatif dan kualitatif tanpa mempelajari Ulumul Hadits yang telah
dirumuskan oleh para ulama. Demikian juga seseorang tidak akan dapat memahami dan memilah-milah mana hadits yang
dapat diterima dan mana yang harus ditolak tanpa mempelajari Ulum al-Hadits.
Pembahasan Ulumul Hadits
meliputi pengertian Hadits dan sinonimnya, istilah-istilah dalam ilmu Hadits
dan operasional studi Hadits, sejarah perkembangannya, macam-macam dan cabang-cabangnya, permasalahan
Hadits dan kalasifikasinya baik
dari segi kuantitas dan kualitas, fungsi dan kehujjahannya, dan pengenalan
sebagian tokoh Hadits terutama dari segi
konteribusinya terhadap perkembangan Hadits.
Banyak persoalan yang dihadapi dalam masalah Hadis. Akan tetapi segala persoalan itu akan
dapat diatasi jika seseorang mampu menguasai kunci-kunci solusinya yang
disebutkan dalam Ilmu Hadis. Salah satu hal penting yang harus dikuasai adalah mampu menelusuri Hadits dari sumber asli melalui proses periwayatan
dari tangan ke tangan orang lain sampai kepada pembawa akhir (sanad) yang disebutkan dalam buku-buku Hadits untuk
diadakan penelitian lebih lanjut. Proses penelusuran itu disebut dengan takhrij
yang kemudian diadakan penelitian dan penilaian sanad dan matannya untuk
diketahui kualitasnya. Ilmu Hadis hendaknya terfokus pada materi-materi yang
aplikatif seperti takhrij ini dan ilmu-ilmu pendukungnya seperti biografi para perawi meliputi kelahiran,
kehidupan, dan wafatnya ( Ilmu Tawârîkh al-Rijâl), menilai ketsiqahan atau kedla`ifan seorang
perawi Hadits (Ilmu al-Jarh wa al-Ta’dil), memecahkan keganjilan (Syudzudz),
Hadis-Hadis yang kontra (Ilmu Mukhtalif al-Hadits), latar belakang sebab
terjadinya Hadis (Ilmu Asbab Wurud al-Hadits), tekstual dan kontekstual
Hadis dan lain-lain.
3.
Standar Kompetensi dan kompetensi dasar
Dalam SAP dirumuskan Dasar kompetensi dan kompetensi dasar. Hal ini penting disampaikan agar mahasiswa mempunyai target pembelajaran yang harus dicapai. Misalnya Standar Kompetensi mata kuliah Ulumul Hadis adalah memahami pengetahuan dasar tentang Hadis dan Ulumul Hadis. Sedangkan Kompetensi Dasarnya adalah Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami dengan baik pentingnya ‘Ulumul Hadits, khususnya dalam hubungannya dengan kedudukan hadits (Sunnah), fungsi Hadits, kesejarahan Hadits dan ‘Ulumul Hadits, berbagai istilah yang telah diciptakan oleh ulama, cabang-cabang ‘Ulumul Hadits, kitab-kitab yang menghimpun hadits dan ‘Ulumul Hadits, latar belakang penelitian sanad dan matan, tata cara penelitian Hadits pada sumbernya, kualitas Hadits dan kehujjahannya, dan biografi singkat beberapa ulama yang berjasa besar dalam bidang pembinaan hadits dan ‘Ulumul Hadits. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami lebih mendalam beberapa hal penting tentang periwayatan dalam hadits, menelusuri dan menganalisis sanad dan matan Hadits (takhrij al-Hadits), hadits-hadits yang tampak bertentangan, perbedaan pandangan ulama dalam menilai Hadits, jenis-jenis kitab hadits dan biografi penyusunnya, serta sejumlah istilah dan rumus yang diciptakan oleh ulama hadits.
4.
Strategi, Metode dan Media pembelajarn
Pendekatan perkuliahan menggunakan PAIKEM (Perkuliahan atau
Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif,
Efektif dan Menyenangkan) seperti
inquiry, discovery, problem solving dan lain-lain sesuai dengan karakter
kompetensi yang ingin dicapai. Pendekatan ini sangat penting untuk
menghindarkan dari rasa kejemuan dan keletihan sebagai jawaban terhadap asumsi bahwa pembelajaran Ilmu Hadis itu
jelimet dan membuat orang setres. Terutama dalam pembelajaran Hadis mahasiswa
pada umumnya hanya mendengar terjemahannya
saja sambil duduk dan ngantuk selesai,
kalau dosennya tidak pinter-pinternya memberikan pendekatan yang tepat.
Metode perkuliahan yang digunakan adalah diskusi, ceramah,
tanya jawab, drill dan eksperimen, pemberian tugas dan lain-lain sebagaimana
dalam pembelajaran active learning dan collaborating learning. Dengan
metode ini mahasiswa akan lebih aktif bersama dosennya. Semua mahasiswa diharapkan proaktif dalam seminar diskusi
baik menyampaikan masalah, menjawab
masalah, dan memecahkan masalah. Misalnya pembelajaran takhrij yang lebih tepat
menggunakan metode diskusi, Tanya jawab, pemberian tugas, drill dan eksperimen.
Karena memang takhrij harus dilakukan secara cermat dan pelu waktu khusus.
Penyaji materi dilakukan oleh kelompok tertentu sesuai dengan jadual dan materi yang sudah dipersiapkan. Mahasiswa
kelas dibagi kepada beberapa kelompok sesuai dengan banyaknya tema yang akan
dibahas dalam perkuliahan. Fokus
diskusi sesuai dengan pokok bahasan pada
SAP dan makalah dibagikan kepada mahasiswa
minimal dua hari sebelum hari perkuliahan berlangsung. Seluruh mahasiwa
hendaknya aktif dalam mengikuti diskusi, demikian juga dosen hendak memberi
bimbingan yang optimal.
Media pembelajaran ; laptop, LCD, CDR Kutub al-Tis’ah dan Alfiyat
al-Sunah dan lain-lain. Media pembelajaran ini sangat membantu mahasiswa dan
dosen dalam proses pembelajarn Hadis dan Ilmu Hadis di samping menggunakan
buku-buku Hadis dan pendukungnya secara manual.
5.
Indikator
Indikator yang ingin dicapai pada perkuliahan Mata Kuliah Ulumul Hadits ialah sebagai berikut :
a. Mendeskripsikan hubungan Hadits dengan al-Qur’ân secara fungsional
b. Menjawab penolak Hadits
sebagai hujjah dalam Islam baik secara historis maupun normatif
c. Mendeskripsikan kritik
sejarah perkembangan Hadits dan Ilmu Hadits
d. Mendeskripsikan
istilah-istilah penting dan Hadits
e.
Menelusuri dan meneliti Hadits di berbagai buku
induk
f. Menyebutkan maca-macam Hadits dari berbagai tijauan
g. Menyebutkan para tokoh Hadits dari masa ke-masa dan
kontribusinya terhadap
perkembangan Hadits
h. Mendeskripasikan beberapa
hal penting berkenaan dengan periwayatan Hadis
i.
Menelusuri Hadits dari sumber aslinya baik
secara manual atau electric CDR
Hadits
j.
Menelusuri sifat-sifat para perawi
dan periwayatn Hadits melalui biografi
k. Dan lain-lain
6.
Bahan sumber atau referensi
Bahan sumber adakalanya wajib dan adakalanya bersifat anjuran. Bahan sumber wajib adalah pokok yang
harus dijadikan referensi dalam perkuliahan sedang bahan sumber anjuran adalah
yang bersifat mendukung. Setiap materi inti dalam perkuliahan diberikan
petunjuk adalanya dalam buku apa dan halaman berapa. Buku disebutkan pengarang,
judul buku, penerbit, tahun dan cetakan keberapa. Hal ini dimaksudkan untuk
memudahkan mahasiswa untuk mencari referensi baik diperpustakaan maupun di
toko-toko buku. Misalnya sebagai berikut :
Dr.H.
Abdul Majid Khon, M.Ag, Ulumul Hadis, Amzah Bumi Aksara, Jakarta, 2008
(AMK/UH)
-------, Ulumul Hadits, PSW UIN Jakarta, 2005
Dr. M `Ajaj al-Khathîb, , Mukhtashar
al-Wajîz fî `Ulûm al-Hadîts, Beirut: Muassasah
al-Risâlah, 1985, Cet. Ke-1
Dr. Shubhî, al-Shâlih, `Ulûm al-Hadîts wa Mushthalahuh, Beirut: Dâr
al-`Ilm li al-Malâyîn, 1969, Cet. Ke-5
Dr. Mushthafâ al- Siba`î, al-Sunnah wa Makanâtuhâ fi al-Tasyrî`
al-Islâmî, Cairo: Dâr al-Salâm,
1998, Cet. Ke-1
al-Suyuthi, Tadrîb al-Râwî fi Syarh Taqrîb
al-Nawawi, Mesir : Maktabah
al-Najah, tth
7.
Pola Penugasan
Tugas mahasiswa baik secara individu dan kelompok dalam
perkuliahan ini meliputi 3 T yaitu Tutur, Tamu, dan Turi :
a.
Tutur, artinya Tugas Terstruktur
yaitu tugas penyajian makalah kelompok
sesuai dengan jadual yang
disepakati bersama. Mahasiswa diberikan tugas secara kelompok membuat makalah
dengan tema yang sesuai dengan silabus dan disajikan dalam seminar kelas sesuai dengan jaual pertemuan.
b. Tamu, singkatan dari
Tatap Muka, absensi dan keaktifan dalam
berdiskusi setiap pertemuan. Mahasiswa dipacu untuk proaktif dalam seminar tidak hanya sekedar datang atau absensi saja,
baik bertanya, menyanggah, meluruskan yang salah, membantu pemecahan maslah dan
lain-lain. Absen meninmal boleh mengikuti ujian akhir semester dengan syarat
kehaduran tidak kurang dari 75 %.
c.
Turi, artinya Tugas Mandiri, ada dua bentuk tugas
mandiri :
1)
Tugas mandiri mingguan yang
berbentuk seperti pekerjaan rumah (PR). Tugas ini dimaksudkan untuk
menyelesaikan bahan ajar yang tidak selesai dibahas dalam diskusi kelompok atau
sebagai pendalaman materi yang telah didiskusikan setiap pertemuan
2)
Tugas mandiri takhrij diberikan
mahasiswa mata kuliah Ilmu hadis, tugas
semesteran ini untuk dilaporkan
pada akhir semester. Tugas mandiri takhrij ini dimulai dari yang paling sederhana
dan bertahap misalnya sebagai berikut :
a)
Mahasiswa dipersilahkan memilih
satu Hadis saja yang berbeda dengan pilihan temannya
b)
Tugas mencari dalam kamus
al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadz al-Hadits al-Nabawi yakni takhrij bi al-Lafdzi
kemudian catat bunyi kitab al-Mu’jam ini
sesuai dengan yang tertulis adanya.
c)
Telusuri Hadis yang anda cari ke
dalam beberapa kitab induk hadis sesuai dengan petunjuk kitab al-Mu’jam. Tulis
hasilnya secara lengkap sanad dan matannya
d)
Olah sanadnya dengan membuat akar sanad atau pohon sanad untuk memudahkan
analisis berikutnya
e)
Analisis sanad dan matannya dengan paradigma kualitas atau kuantitas dan
atau yang lain sesuai dengan kemampuan anda
f)
Buat kesimpulan analisis anda
Sedangkan tugas mandiri Hadis adalah
tugas gabungan antara takhrij dan kajian kandungan matannya. Yakni mengkaji
Hadis pilihan yang berbeda dengan Hadis
temannya dengan sistematika dan uraian
penjelasan yang dalam dan luas.
8.
Pola Penilaian
Nilai akhir mahasiswa di dasarkan pada pada 3 test yaitu
test formatif, mid test dan summative test. Masing-masing mempunyai
bobot pilihan yang telah ditetapkan oleh universita. Artinya dosen boleh memilih
salah satu dari beberapa pilihan yang disepakati bersama dengan mahasiswa. Perbandingan alternative
pilihan sebagai berikut :
F : M : S = 1 : 3 : 6
atau F : M : S = 2 : 3 : 5 dan atau F : M : S = 3 : 3 : 4.
Pada umumnya bobot yang disepakati bersama mahasiswa adalah
alternative yang ketiga karena sangat menghargai proses. Rentangan lebih jelas
sebagai berikut :
a. Test Formatif :
1) Presentasi makalah
Kelompok diskusi 10 %
2) Absensi dan
partisipasi aktif dalam diskusi 10
%
3) Lapran tugas Mandiri 10 %
b. Mid Test (UTS) 30 %
c. Summatif Test (UAS) 40 %
Jadi perbandingan beberapa jenis test di atas adalah F : M : S = 30 : 30
: 40
9.
Jadual pertemuan, topik
inti dan sumber acuan
Jadual
pertemuan juga perlu dibuat yang memuat pertemuan keberapa, topik inti dan
sumber acuan. Jadual Pertemuan
disesuaikan dengan jadual perkulihan di
fakultas bulan dan tanggalnya, topik inti sesuaikan dengan silabus dan
pengembangannya kemudian sumber acuan adalah referensi dalam beberapa buku dengan
menunjuk bab dan halaman. Dengan jadual seperti di atas akan memudahkan dosan
dan mahasiswa dalam mempersiapkan makalah, topik inti, dan
permasalahannya.
C.
Penyajian Materi perkuliahan
Materi atau bahan perkuliahan memang sudah ditetapkan oleh Perguruan Tinggi
sebagaimana dalam silabus yang disebut dengan topik inti. Tetapi hal ini tidak
merupakan harga mati. Porsi silabus adalah materi inti yang bobotnya 75 %, yang
25 % dosen hendaknya dapat mengembangkan materi mana yang dianggap perlu baik
sebagai penunjang maupun sebagai wawasan keilmuan. Materi yang akan dikuliahkan
hendaknya manarik, aktual dan yang dapat dimengerti oleh mahasiswa. Agar materi
ini dapat dimengerti dan dipahami oleh mahasiswa pada umumnya pada awal
perkuliahan disampaikan secara geris besar dan menyeluruh disertai manfaat
mempelajarinya sebagaimana yang disebutkan dalam Kontrak Kuliah atau Satuan
Acara Perkuliahan.
1. Ilmu Hadis
Materi Perkuliahan Ilmu Hadis yang sangat esensial adalah takhrij Hadis
dalam arti penelusuran dan penilaian
Hadis baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Karena sesungguhnya
melakukan takhrij al-Hadis berarti
memperaktekkan hampir seluruh topik dan
hampir segala permasalahan yang dibahas
Ilmu Hadis. Ibarat Ilmu Nahwu sebagai i’rabnya, Sharaf I’lalnya, dan
Ilmu Balaghah sebagai tathbiqnya demikian juga Il al-Qawafi. Takhrij tidak
sekedar teori, pengertian dan contoh-contoh saja akan tetapi diperaktikkan.
Mahasiswa diajak atau ditugasi berangkat
ke perpustakaan untuk mencari bahan-bahan yang diperlukan, mulai dari
penelusuran Hadis melalui takhrij bi al-lafdzi
atau dengan metode lainnya seperti takhrij bi al-madhu’, takhrij bi
awwal al-matn, takhrij bi al-sanad al-a’la. Kemudian analisis sanad dan matan.
Analisis sanad dapat dibimbing mulai dengan dengan paradigma kualitas
Hadis :
- Analisis persambungan sanad. Untuk mengetahuinya membaca Ilmu Rijal al-Hadits atau Ilmu Tawarikh al-Ruwah
- Adil dan dhabithnya perawi dibantu dengan Ilmu al-Jarh wa al-Ta’dil
- Untuk mengetahui syadz dan illat menggunakan metode komparasi antar beberapa sanad dan matan
Data Hadis yang akan dianalisis juga matan dan sanad
Hadis, analisisnya disebut Kritik Hadis.
Dalam analisisnya ada dua kritik Hadis,
yaitu kritil matan yang disebut dengan kritik internal (al-dâkhilî)
dan kritik sanad yang disebut dengan kritik eksternal (al-khârijî).
Untuk memperjelas permasalahan dua kritik tersebut berikuti ini akan dipaparkan
penjelasannya :
a.
Kritik internal (al-dâkhilî)
Kritik internal
yakni kritik pada matan, apakah ia bertentangan dengan ratio
manusia, bertentangan dengan Hadis yang
lebih kuat, atau bertentangan dengan al-Qur’an. Para
ulama telah membuat parameter dan kaedah yang dijadikan standar penilaian
apakah Hadis itu shahih, Hasan dan dha`if. Di antaranya, kriteria matan
Hadis Shahih adalah tidak ada cacat yang tersembunyi yang disebut dengan illat
dan tidak ada keganjilan yang disebut dengan
syadz. Illat dan syâdz ini terjadi pada matan sebagaimana
pula terjadi pada sanad. [2]
Untuk mengetahui keganjilan dan cacat pada matan ulama Hadis menyebutkan
kriteria-kriteria Hadis mawdhû`, antara lain :
1)
Hadis bertentangan dengan akal dan tidak
menerima ta’wil
2)
Menyalahi
indra dan persaksian
3)
Menyalahi
dalil-dalil qath`î atau Sunah Mutawâtirah dan atau ijma`
ulama serta tidak munkin dikompromikan
4)
Belebih-lebihan
dalam ancaman suatu perbuatan yang kecil atau
janji pahala yang terlalu besar terhadap perbuatan yang kecil[3].
b.
Kritik eksternal (al-khârijî)
Karitik
eksternal yakni kritik sanad. Para ulama mempersyaratkan masing-masing para periwayat
dalam sanad harus bertemu langsung (ittishâl) dengan periwayat (syeikh) di atasnya dari
awal sampai akhir sanad. Untuk menelusuri katersambungan sanad ini harus dikaji ilmu Rijâl al-Hadîts
atau Târîkh al-Ruwâh. Demikian juga para ulama mempersyaratkan para
perawi harus adil dan kuat hapalannya/dhabith. Untuk mengetahui
periwayat yang adil dhabith atau tidak disediakan regerensi tentang sifat-sifat para periwayat Hadis yang
disebut dengan Ilmu al-Jarh wa
al-Ta`dîl.
Sanad dan matan Hadis
yang telah direntangkan dari berbagai buku primer di atas, dianalisis
secara kritis dengan mengunakan metode deskriptip, perbandingan (comparative/ muqâranah),
normatif, dan kesejarahan.
1) Analisis deskriptip
Metode
deskriptip dilakukan untuk menjelaskan semua komponen tersebut, baik yang berkaitan dengan sanad maupun
dengan matan. Tujuan pendekatan
deskriptip ini adalah mengemukakan penafsiran yang benar secara ilmiah mengenai
gejala kemasyarakatan agar diperoleh kesepakatan umum. Pada sanad terdapat
istilah-istilah khusus yang digunakan dalam periwayatan, misalnya haddatsnâ/haddatsani,…
artinya ; memberitakan kepada kami/
saya… diinterpretasikan seorang perawi bertemu langsung dengan syeikhnya
dan seterusnya. Menurut Cohn [yang
dikutip oleh Ace Suryadi dan A.R. Tilaar] pendekatan deskriptip ini disebut
juga pendekatan positif yang diwujudkan dalam bentuk upaya ilmu pengetahuan
dalam menyajikan suatu state of the
Art atau keadaan apa adanya dari suatu gejala yang sedang diteliti dan yang perlu diketahui oleh para pemakai.[4]
2) Analisis komparatif
(perbandingan)
M. Mushthafâ
al-A`zhamî mengatakan, bahwa sejauh menyangkut kritik nash atau dokumen terdapat banyak metode, akan tetapi hampir
semua metode itu dapat dimasukkan ke dalam kategori metode perbandingan (cross
reference).[5]
Metode perbandingan dalam Hadis dilakukan dengan banyak cara, antara
lain:
a) Perbandingan antara beberapa
Hadis dari berbagai murid seorang guru (syekh).
b) Perbandingan antara
pernyataan-pernyataan dari seorang ulama yang
dikeluarkan pada waktu yang berlainan.
c) Perbandingan antara pembacaan
lisan dengan dokumen tertulis.
d) Perbandingan antara Hadis dengan ayat-ayat al-Qur’an
yang berkaitan.[6]
e) Perbandingan antara sanad dan
matan untuk mengetahui adanya
keganjilan/syâdz, cacat/’illat
atau tidak.
Metode
perbandingan juga dilakukan oleh para ulama Hadis ketika dihadapkan
permasalahan dua Hadis yang kontroversi (Mukhtalif al-Hadîts),
yaitu ada 4 langkah ;, komppromi (al-jam`u wa al-tawfîq), teks
Hadis belakangan menghapus hukum (nasakh) pada teks Hadis
pendahulunya jika diketahui datangnya, diambil yang lebih kuat (tarjîh
), dan ditinggalkan atau tidak diamalkan.
c. Analisis normatif
Secara khusus pendekatan normatif untuk menganalisis pemikiran
yang berkaitan dengan kritik internal (al-dâkhilî) yakni kritik matan, di samping kritik
eksternal yakni sanad. Pendekatan normatif yang sering disebut pendekatan preskriptip merupakan upaya ilmu pengetahuan untuk menawarkan suatu norma kaedah atau
resep yang dapat digunakan oleh pemakai dalam rangka pemecahan suatu
masalah. Tujuannya ialah agar para
pengambil keputusan memahami
permasalahan yang disoroti dari isu suatu kebijakan[7] Tolak ukur penelitian matan ialah
tidak bertentangan al-Qur’an, Hadis yang lebih kuat, akal sehat, indra, sejarah, dan susunan bahasa.[8]
Pendekatan normatif atau pendekatan
preskriptif digunakan dalam rangka pemecahan
suatu masalah (problem solveing), yaitu dengan menawarkan
norma-norma, kaedah-kaedah, dan atau resep-resep dalam dimensi rasionalitas, moralitas, kontekstualitas, dan tekstualitas
(`aqlî dan naqlî).
Kedua pendekatan deskriptip dan normatif juga digunakan untuk menjelaskan pemahaman makna Hadis yang dianggap tidak sesuai dengan zaman dan
situasi sekarang. Karena Sunah yang
salah satu fungsinya sebagai
penjelas dan interpretator al-Qur’an
memiliki universalitas makna
seperti al-Qur’an. Ia juga sebagai
sumber ilmu pengetahuan dan
kemajuan. Oleh karena itu, diperlukan interpretasi
yang dinamis sesuai dengan
perkembangan zaman.[9]
d. Analisis kesejarahan
Sedangkan
pendekatan kesejarahan secara khusus digunakan kritik terhadap pemikiran yang
berkaitan dengan kritik eksternal yaitu sanad, karena Sunah
merupakan fakta sejarah yang berkaitan dengan pernyataan, prilaku, sifat, dan pengakuan
Nabi saw. Para ahli Hadis berpendapat
bahwa studi matan Hadis dan kitab-kitab Riwâyah tidak berarti, jika tidak disertai dengan `Ilm
al–Hadîts Dirâyah, yaitu analisis
kesejarahan terhadap perkataan
dan perbuatan Rasul saw, sifat-sifat dan keadaan para periwayat (transmitter) Hadis dan
matan-nya.[10]
Demikian juga,
salah seorang guru besar Hadis dan Ilmu Hadis di Universitas al-Azhar
Thâhâ al-Dasûqî Hubaysyî
berpendapat, bahwa analisis kesejarahan (târîkh)
merupakan keharusan bagi para peneliti dan periwayat (transmetter) Hadits, karena
tugas transmetter adalah mentransfer informasi dari
beberapa generasi, sedang tugas
peneliti adalah memeriksa sifat
dan kondisi para transmetter tersebut.
Sunah Nabi adalah event
sejarah hidupnya yang benar-benar terjadi, bukan andai-andai
logis yang menetapkan ada atau tidaknya
suatu perkara dan yang memerlukan eksperimen.[11] Sementara Sartono Kartodirdjo
menekankan: “apabila suatu penelitian masyarakat mengambil perspektif atau orientasi historis,
maka bahan dokumenter mempunyai
arti metodologis yang sangat penting.”[12]
Dengan demikian,
pendekatan kesejarahan mutlak
dipergunakan dalam penelitian
Sunah karena Sunah itu sendiri merupakan
dokumentasi sejarah, baik sanad
yang terdiri dari sejarah para periwayat
Hadis (transmetter) dari generasi
ke generasi maupun latar belakang matan yang merupakan materi atau isi
Sunah yang diriwayatkan.
Keempat metode analisis
di atas sangat diperlukan dalam penelitian Sunah secara empiris setelah diadakan
penelusuran data baik sanad maupun
matan Hadis melalui takhrîj, sehingga dapat ditemukan kualitas Hadis apakah diterima sebagai Hadis
yang Shahih atau ditolak sebagai Hadis Dha’if/lemah. Dengan demikian, ditemukan pemahaman yang
benar tentang Hadis baik dari kedudukan
Sunah sebagai sumber hukum Islam maupun
sebagai sumber ilmu pengetahuan dan kemajuan.
Memang agak rumit sedikit pada awal pembelajaran,
tetapi nanti kalau sudah mengerti dan sudah terbiasa akan menjadi mudah dan
berjalan cepat sehingga mendapat banyak penemuan yang manis dan lezat
dirasakan. Oleh karena itu target dari tugas tahrij yang diberikan akan berbeda
antar jurusan dan prodi yang ada. Jurusan Tafsir Hadis memang optimal takhrij
diberikan dan peraktiknyapun dapat dilaksanakan secara optimal. Sedangkan
jurusan lain seperti PAI (Pendidikan Agama Islam) dapat juga diberikan
takhrij sampai tuntas, karena ia
diberikan 4 sks. Tetapi Prodi lain yang hanya menerima Ilmu Hadis 2 sks menurut
hemat saya sampaai target penelusuran ke
beberapa buku induk saja dengan cara takhrij bi al-lafdzi sudah lumayan, apa
lagi kalau dibantu dengan CD.
2.
Hadis
Materi Hadis tentu penyajiannya secara tematik sesuai dengan silabus yang dipakai
oleh fakultas tertentu. Sistematika
penyajian dan pembelajaran metode
maudhu’î setelah ditentukan temanya adalah sebagai berikut :
a. Teks Hadits
yang berkaitan dengan tema
b. Kosa kata
(mufradât), agar siswa mampu menerjemahkan
sendiri
c. Terjemahan yang
baik
d. Penjelasan kandungan
e. Pelajaran yang dipetik dari kandungan (kesimpulan)
f. Asbâb Wurûd al-Hadis jika didapatkan
g. Biografi singkat tentang sahabat yang meriwayatkan
Hadis
Teks ayat atau Hadits hendaknya
benar, berharakat, lurus garis dan indah, agar
siswa terbiasa menulis yang benar dan indah. Siswa sering ditugasi
menulis yang benar dan indah agar rajin berlatih, karena masih sering ditemukan
seorang mahasiswa di Perguruan Tinggi Islam yang masih belum bisa menulis huruf
al-Qur’an bahkan ada guru agama yang
belum pandai menulis huruf al-Qur’an.
Kosa kata dimaksudkan arti kata yang
dianggap sulit oleh siswa tentunya tidak seluruhnya dan tujuannya sebagai pembekalan
kepada siswa agar mampu menerjemahkan teks tersebut secara mandiri dengan
dibantu kosa kata ini. Di samping itu siswa diharapkan mampu mengartikan kata
demi kata dalam teks, tidak hanya mampu menerjemahkan secara hapalan
belaka. Oleh karena siswa perlu digirng
bertanya andaikata masih didapatkan kosa kata yang belum dimengerti artinya.
Terjemahan atau alih bahasa dapat dilakukan dengan mudah jika arti kosa
kata dalam teks sudah dikuasai, di
samping adanya kemampuan menyusun bahasa Indonesia dengan kalimat yang benar dan baik. Sususnan bahasa Arab berbeda dengan susunan
bahasa Indonesia, siswa harus diajak berkemampuan membedakannya. Dalam Jumlah
fi’liyah susunan kalimatnya Prediket +
Subyek + Obyek sedang dalam bahasa Indonesia susuna ini tidak populer. Susunan
kalimat yang populer adalah SPO.
Penjelasan kandungan adalah uraian secara
rinci dari makna ayat atau matan Hadits yang masih gelobal terjemahannya. Uraian ini
dimaksudkan memperjelas makna matan atau
ayat dengan menghubungkan dengan kehidupan nyata yang dialami siswa atau dihubungkan dengan pengalaman, pengetahuan dunia nyata,
kisah-kisah, dan perkembangan iptek dengan diberikan contoh-contoh yang
kongkrit. Penjelasan hendaknya lebih luas, lebih dalam dan lebih terurai
dilengkapi dengan latar belakang
datangnya Hadits (Asbâb wurûd al-hadîts) jika didapatkan dan
sejarah sebagian pembawa atau periwayat Hadits jika memungkinkan.
Pelajaran yang dipetik dengan menggali dari kandungan teks sehingga teks
ayat atau matan Hadis itu dapat dijadikan sebagai dalil atau dasar dalam
penggalian tersebut (istinbath). Pelajaran yang dipetik ini semacam penyimpulan induktif tetapi
tendensius, karena harus didasarkan pada teks.
Asbâb Wurûd al-Hadis yang dapat ditemukan
dalam periwayatan karena tidak seluruh Hadis. Hal ini dimaksudkan untuk
membantu dalam memahami ayat atau hadis secara
kontekstual. Sedang biografi sahabat yang meriwayatkan hadis dimaksudkan
untuk menambah wawasan tentang kehidupan periwayat dan kontribusinya terhadap
perkembangan Hadis.
D.
Penutup
Mata kuliah Hadis dan ilmunya adalah ilmu yang sangat utama
untuk dipelajari. Dia adalah ilmu yang pragmatis bukan hanya teoritis. Tugas
Ilmu Hadis era sekarang masih sangat luas. Banyak Hadis yang bertebaran di
berbagai buku yang belum jelas status kualitasnya, masih banyak Hadis yang
misterius tidak jelas perawi dan sanadnya. Tugas Ilmu Hadis adalah mengadakan
takhrij secara aplikatif yakni menelusuri ke berbagai buku induk Hadis dengan
menggunakan metode tertentu untuk dianalisis kualitas sanad dan matannya. Dosen
di PTI sangat berperan untuk membantu dan mengantarkan mahasiswanya melakukan
takhrijini, karena satu-satunya kesempatan terbaik bagi mahasiswa mempelajari
takhrij secara mendalam adalah di S1. Mahassiwa di S2 sudah tidak ada bimbingan
membaca dan memahami kitab-kitab pendudkung takhrij. Demikian pula Dikti Depag
sangat berberan memberi perhatian dan motivasi bagi para peneliti atau
pentakhrij Hadis baik secara langsung
mapun tidak secara langsung.
Kendala yang dihadapi PTI saat ini adalah kurangnya
sarana dan buku-buku Hadis di perpustakaan. Banyak bukubuku lain di
perpustakaan tetapi buku Hadis sangat langka ditemukan yang ada Riyadh al-Shalihin atau sebagian kitab Shahih
Bukhari yang tidak lengkap jilidnya. Bagimana pelaksanaan takhrij akan berjalan
dengan baik jika perpustakaan sebuah Universita atau PT tidak mengoleksi
buku-buku pendukung takhrij.
[1]
Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Islam Jakarta (UIJ). Makalah disampaikan pada acara work shop dosen-dosen Ilmu Hadis
bagi dosen PTI di Wisma Syahid UIN Jakarta 20-22 Oktober
2009
[2] Muhammad Syuhudi Isma`il ( Isma`il ), Metodologi Penelitian Hadis Nabi, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h.
4-5
[3]
Muhammad `Alawî al-Malikî, al-Manhal
al-Lathîf fi Ushûl al-Hadîts al-Syarîf, (Jiddah : Mathâbi` Sihr,1982), Cet.
Ke-4, h. 32
[4]
Lihat : Ace Suryadi dan A.R.Tilaar
(Suryadi) , Analisis Kebijakan
Pendidikan, (Bandung : PT Rosdakarya, 1994), Cet. Ke-2, h. 46
[5]
Muhammad Mushthafâ al-A`zhamî (al-A`zhamî ), Studies In Hadis
Methodology and Leterature, Terj. A. Yamin, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1992), h. 86.. Ibid. h. 87
[6]
Lihat : Mahmûd al-Thahân (al-Thahân), Taysîr Mushthalah
al-Hadîts, h.56-58 dan Al-Mâlikî al-Hasanî…, h. 165-167
[7].
Ibid.
[8]
Lihat : Shalâh al-Dîn bin Ahmad al-Adlabî (al-Adlabî), Manhaj
Naqd al-Matn, (Beirut: Dâr al-Aflâq al-Jadîdah,1983), h.238
[9]
Yûsuf al-Qardlâwî (al-Qardlâwî), Kayf Nata’âmal ma`a
al-Sunnah al-Nabawîyah,( Mesir: Dâr al-Wafâ, 1994), Cet. Ke-7, h. 16
[10] Shubhî
Al-Shâlih, `Ulûm al-Hadîts wa Mushthalahuh, Beirut:
Dâr al-`Ilm, 1969, Cet, ke-5, h. 278
[11]
Thâhâ al-Dasûqî Hubaysyî (Hubaysyî), al-Sunnah fî Muwâjahat
A`dâ’ihâ, (Cairo: Maktabah
Risywan, 1995), Cet. Ke-1, h. 163
[12]
Sartono Kartodirdjo (Kartodirdjo), Metode Penggunaan Bahan Dokumen, dalam Koentjaraningrat (ed.), Metode-Metode
Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1997), Cet.
Ke-14, h.45
Tidak ada komentar:
Posting Komentar