SHILAT AL-RAHIM
DALAM MASYARAKAT MODERN
A. Pengantar
Setiap hadir Hari Raya Lebaran `Id al-Fithri kata “Shilat al-Rahim” banyak dibicarakan orang terutama umat Islam Indonesia, sekalipun sesungguhnya Shilat al-Rahim tidak harus dilakukan secara musiman yakni pada hari-hari lebaran saja. Namun, memang ada relevansi yang berkait yaitu melakukan kontak horizontal secara baik setelah mendapat pengampunan vertikal dengan Tuhan. Bagi sebagian mereka berlebaran identik dengan shilat al-rahim dan halal bi halal dalam arti yang sangat sederhana yaitu berkunjung dan minta maaf atas segala kesalahan. Kata “Lebaran” diambil dari kata “lebar” (bahasa Jawa) yang diartika “selesai.” Dalam kontek ini Lebaran berarti selesai melakukan puasa Ramadlan, maka hari itu disebut hari “ifthâr” atau “fithri” yang berarti hari berbuka (tidak berpuasa). Atau Lebaran diambil dari kata “lebar” (bahasa Indonesia) yang diartikan lebar antonim dari kata panjang, yang memiliki konotasi makna segala pintu terbuka lebar baik pintu rumah, pintu hati, dan pintu genggaman tangan. Pintu rumah terbuka lebar untuk para tamu pengunjung, pintu dada terbuka lebar untuk saling memberikan maaf atas segala kesalahan yang kemudian disebut juga Halal bi Halal (saling menghalalkan), dan pintu tangan menyegarkan kembali tali ukhuwah Islamiyah dengan berjabatan, memberkan hadiah, dan santunan yang disebut dengan THR (Tunjangan Hari Raya).