BAB 4
TAKHRIJ
DAN
PENELITIAN HADIS
A.
Latar Belakang
Tidak seluruh Hadis dari Nabi diterima para sahabat secara kolektif berjumlah
banyak orang dan kemudian disampaikan
kepada orang banyak secara mutawâtir
seperti al-Qur’an bahkan mayoritas Hadis diriwayatkan secara individual
( âhâd) atau beberapa orang saja yang tidak mencapai nilai mutawâtir.
Hadis yang diterima secara mutawâtir dapat diterima secara aklamasi
sebagai hujah tanpa penelitian sifat-sifat individu para periwayatnya seperti sifat keadilan, kecerdasan, daya
ingat, atau daya hapal (dhâbith), dan lain-lain, karena kualitas
kolektifitas tersebut sudah memiliki kualifikasi obyektifitas yang dapat
dipertanggung jawabkan.
Berbeda dengan Hadis âhâd para periwayat dalam sanad
harus memiliki kredibeltas yang dapat dipertanggung jawabkan, seperti sanad-nya
harus bersambung (ittishâl), para periwayatnya harus memiliki sifat adil/’adâlah, hapalan kuat/dhâbith, dan seterusnya. Oleh
karena itu Hadis âhâd perlu penelitian dan pemeriksaan sifat-sifat para
periwayatnya sehingga memenuhi kriteria Hadis yang dapat diterima sebagai Hadis
yang shahih.
Sesuai dengan
masa timbulnya Hadis memang bersamaan dengan sejak turunnya al-Qur’an, namun
dalam periwayatan al-Qur’an tidak mengundang
masalah, semua umat Islam menerima tanpa memerlukan kajian silsilah sanad,
karena seluruhnya tertulis sejak masa Rasulillah hidup di samping al-Qur’an diterima oleh para sahabat secara mutawâtir.
Dengan demikian al-Qur’an memiliki kepastian hukum (qath’îy al-wurûd).
Berbeda dengan Sunah atau Hadis yang tidak tertulis sejak masa hidup Rasulillah saw, mayoritas Hadis hanya
dihapal dan diingat para sahabat di luar
kepala di samping pernah terjadi pemalsuan Hadis dan penyalahgunaan kepentingan
dalam perkembangan berikutnya. Kondisi
Hadis seperti di atas mengundang para peneliti dan para ulama
untuk meneliti secara obyektif untuk mengetahui otentisitasnya.
Setelah terjadi pemalsuan Hadis terutama oleh beberapa
sekte Islam akibat konflik politik antara pendukung Ali dan pendukung Mu’awiyah
(41 H) para ilmuan bangkit mengadakan research atau penelitian Hadis. Secara
garis besar ada beberapa factor yang melatar belakangi perlunya takhrîj dan penelitian Hadis sebagaimana
yang diungkapkan Prof. Dr. Syuhudi Ismail secara garis besar sebagai berikut:
1. Hadis
sebagai sumber ajaran Islam
2. Tidak seluruh Hadis tertulis pada masa Nabi
3. Timbul berbagai pemalsuan Hadis
4. Proses penghimpunan Hadis dalam waktu lama
5. Jumlah kitab Hadis dan teknik penyusunan yang beragam[1]
6. Banyak Hadits yang bertebaran di berbagai buku
yang tidak jelas kualitasnya.
B.
Pengertian Takhrîjul Hadîts
Pengertian Takhrîj
secara etimologi dan terminology telah penulis sebutkan pada buku sebelumnya
Ulumul Hadis.[2]
Secara bahasa berarti; mengeluarkan, menampakkan, meriwayatkan, melatih dan mengajarkan.[3] Sedangkan
dalam terminologi pengertian Takhrij
berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi, di antaranya Prof. Dr. Abdul
Muhdiy [4]
mendefinisikan sebagai berikut :
1.
Takhrij adalah:
ذِكْرُ
الأحَادِيْثِ بِأَسَانِيْدِهَا
Menyebutkan
beberapa hadis dengan sanadnya
2.
Pengrtian
lain:
ذِكْرُ أَسَانِيْدَ
أُخْرَى ِلأَحَادِيْثِ كِتَابٍ ذُكِرَتْ أَسَانِيْدُهُ مِنْ بَابِ التَّقْوِيَةِ فِي
اْلإِسْنَادِ وَالزِّيَادَةِ فِي اْلَمْتنِ
Meneybutkan
beberapa sanad lain bagi beberapa Hadis dalam sebuah kitab. Penyebutkan
beberapa sanad tersebut dalam bab memperkuat sanad dan menambah matan
3.
Pengertian Takhrij Hadis setelah
terbukukan:
عَزْوُ
الأَحَادِيْثِ اِلَى الْكُتُبِ الْمَوْجُوْدَةِ فِيْهَا مَعَ بَيَانِ الْحُكْمِ
عَلَيْهَا
Menunjukkan
asal beberapa Hadis pada kitab-kitab yang ada (kitab Induk Hadis) dengan
menerangkan hukumnya.
Definisi pertama di atas dalam
rangkan mendiskusikan bagaimana keadaan sanad dan matan yang sebenarnya, setelah
ditelaah dalam kitab sumber aslinya menjadi jelas sanad dan matan tersebut. Definisi
kedua menyebutkan beberapa sanad lain bagi
sebuah Hadis dalam satu tema
untuk memperkuat posisi sanad dan untuk memperjelas kondisi matan barang kali
ada yang lebih lengkap sehingga terjadi saling menjelaskan maksud matan.
Definisi ketiga mengadakan penelusuran
Hadis dari berbagai sumber aslinya atau dari buku Induk Hadis untuk diteliti sanad dan matan-nya
sesuai dengan kaedah-kaedah Ilmu Hadis Riwâyah dan Dirâyah,
sehingga dapat ditemukan bagaimana status Hadis baik secara kualitas[5] maupun
kuntitas. Buku indduk Hadis itu seperti
kitab al-Jâmi’ al-Shahîh li al-Bukhâriy, al-Jâmi’ al-Shahîh
li-Muslim, Sunan Abu Dawud, Jâmi’al-Turmudzi, Sunan al-Nasa’î, Sunan Ibn Majah
dan Musnad Ahmad dan lain-lain.
Definisi terakhir inilah pada umumnya berlaku
di Perguruan Tinggi Islam dalam meningkatkan kualitas studi Hadis yang lebih
kritis dan ilmiah yakni penelusuran ke buku induk Hadis dan penelitian mutu
sanad dan matan. Takhrij memang tidak bisa dipisahkan dari research Hadis dan
intinya sebenarnya adalah research tersebut. Bahkan banyak skripsi, thesis dan disertasi
yang telah berhasil melakukan takhrij seperti tersebut di atas.
C.
Obyek Takhrîj al-Hadîts
Ada dua obyek dalam penelitian Takhrîj al-Hadîts. Pertama; penelitian matan atau isi dan content Hadis. Kedua; penelitian
sanad; estafetitas personal
periwayat Hadis dari masa
timbulnya yakni pada masa Nabi saw sampai dengan masa kodifikasi yakni abad
ke-2 atau ke-3 Hijriyah. Kedua obyek penelitian tersebut saling berkaitan, karena content
Hadis dapat dianggap valid manakala disertai dengan silsilah sanad yang valid
pula. Studi pertama yakni penelitian
matan biasanya menurut para pakar Hadis disebut studi internal Hadis (dâkhilî).
Sedangkan yang kedua yakni penelitan
matan disebut studi eksternal Hadis (khârijî). Studi internal content Hadis yang tidak
disertai dengan studi eksternal silsilah sanad yang valid atau disertainya
tetapi jika seluruh personal dalam sanad tidak memiliki kredebilitas yang
tinggi dapat ditolak dan Hadisnya
disebut tidak shahih.
Studi internal matan atau content Hadis adalah tujuan
studi sedangkan studi eksternal silsilah sanad adalah sarana proses
kevaliditasan suatu content. Studi internal matan atau content Hadis sebagai out
put sedangkan studi eksternal silsilah sanad adalah sebagai in put.
Studi internal content Hadis bertujuan untuk pengamalan Sunah semata karena
Hadis sebagai sumber ajaran Islam yang harus dipatuhi, sedangkan studi
eksternal silsilah sanad Hadis bertujuan memelihara keoriginilan syari’ah
Islamiyah itu sendiri.
Takhîj dan penelitian Hadis adalah studi ilmiah yang tertua di dunia
keilmuan. Sebab sebelum umat Islam mengenal studi ilmu-ilmu lain seperti Fikih, Ilmu Kalam, Teologi, saint
dan lain-lain dalam perkembangannya,
terlebih dahulu mereka telah mengenal studi ilmiah Hadis. Bahkan Barat sebelum
mengenal studi ilmiah dan sebelum mencapai kemajuan saint dan teknologi umat
Islam telah mengenal studi ilmiah yakni studi penelitian Hadis ini.
Obyek Takhrîj dan penelitian dalam Hadis
adalah sanad dan matan-nya.
Untuk meneliti kualitas suatu Hadis apakah shahih atau tidak, kiranya perlu di-takhrîj
atau ditelusuri terlebih dahulu sanad dan matan-nya dari berbagai
buku sumber asli yaitu Buku Induk Hadis sehingga dapat ditemukan siapa pembawa
berita atau para periwayat yang ada dalam sanad dan bagaimana isi berita
yang dikandung dalam matan Hadis tersebut, untuk diverifikasi
kebenarannya.
D.
Tujuan dan Manfaat Takhrîj
Dalam melakukan Takhrîj tentunya ada tujuan dan manfaat yang ingin
dicapai, di antaranya sebagai berikut :
1.
Menemukan suatu Hadis dari
berbagai sumber aslinya yakni di beberapa buku induk Hadis.
2.
Mengetahui eksistensi suatu Hadis
apakah benar suatu Hadis yang ingin diteliti terdapat dalam buku-buku Hadis
atau tidak.
3.
Terkumpul berbagai redaksi matan
dan berbagai sanad dan mukharrij yang berbeda.
4.
Mengetahui status suatu Hadis baik
secara kualitas pada sanad dan matan maupun kuantitas sanad sehingga dapat
menetapkan makbul/diterima atau
mardud/tertolak suatu Hadis. [6] Atau
mengetahui jumlah para perawinya
5.
Menemukan berbagai cacat atau tidaknya suatu Hadis baik
pada sanad maupun pada matan Hadis, keadaan sanad yang bersambung (muttashil)
dan yang terputus (munqathi’) dan mengetahui kadar kemampuan periwayat
dalam mengingat Hadis serta kejujuran
dalam pewayatan.
6.
Mengetahui status suatu Hadis,
barang kali ditemukan sanad suatu Hadis
dha’if, kemudian melalui sanad lain hukumnya shahih. Dengan
demikian akan meningkatkan suatu Hadis yang dha’if menjadi Hasan li Ghayrihi atau dari Hasan menjadi shahih li ghayrihi
7.
Mengetahui bagaimana para imam
Hadis menilai suatu kualitas Hadis dan bagaimana kritikan yang disampaikan.
E. Metode Takhrîj
Sebenarnya
metode Takhrij sama dengan metode research
atau penelitian yang pada umumnya meliputi 3 proses yaitu; pengumpulan data, pengolahan data dan analisa
data. Gambar berikut ini mengilustrasikan langkah-langkah dalam Takhrij:
1. Pengumpulan Data Hadis
Langkah awal yang dilakukan seorang pentakhrij Hadis adalah mengumpulkan data Hadis yang
teridiri dari matan dan sanad yang lengkap melalui berbagai jalan sanad di
berbagai buku induk Hadis. Dalam takhrij usaha menelusuri dan menyertakan
sanad-sanad lain untuk suatu Hadis
tertentu disebut I’tibar. I’tibar ini dimaksudkan untuk mengetahui
adakah periwayat lain pada bagian sanad-sanad Hadis tersebut sebagai pendukung.
Jika ditemukan periwayat lain di kalangan sahabat disebut Syâhid atau Syawâhid.
Jika ditemukan periwayat lain di kalangan
setelah sahabat yakni tabi’in dan setelahnya disebut Tâbi’ atau Tawâbi’.
Pada masa dahulu
sebelum masa pengkodifikasian Hadis, para pentakhrij mengumpulkan Hadis lansung
dari para penghapal yang menyampaikannya
disertai dengan sanad. Setelah masa
pengkodifikasian para pentakhrij mengumpulkaan data-data Hadis dari buku-buku
induk Hadis dengan menggunakan metode Takhrîj.
Metode takhrij dalam arti penelusuran Hadis
dari sumber beberapa buku induk dalam rangka mengumpulkan beberapa data Hadis
paling tidak ada lima metode yang dapat dipergunakan sebagaimana dalam denah
berikut:
Pada denah di atas
menggambarkan ada 5 metode taakhrîj yaitu :
a. Takhrîj
bi al-lafzhi, yaitu penelusuran
Hadis melalui lafazh atau satu kata matan-nya baik dari
permulaan, pertengahana, dan atau akhiran. Satu kata ini yang mempunyai akar
kata tentunya atau yang dapat di-tashrîf. Kamus yang diperlukan metode takhrij
ini adalah Kamus al-Mu`jam al-Mufahras li Alfâzh al-Hadîts al-Nabawiy yang disusun
A.J. Wensinck dan kawan-kawannya sebanyak 8 jilid yang berefensi pada 9
buku Induk Hadis. Tujuh buku induk di atas ditambah al-Muwththa’ karya
Imam Malik dan Sunan al-Dârimiy.
b. Takhrîj
bi al-Mawdhû`, yaitu penelusuran Hadis yang didasarkan pada topik (mawdhû`),
misalnya bab shalat, bab nikah, bab jual beli, dan lain-lain. Salah satu kamus yang digunakan dalam Takhrîj ini
adalah Miftâh min Kunûz al-Sunnah oleh Dr. Fuad Abd al-Bâqî, terjemahan dari A
Handbook of Early Muhammadan karya A.J. Wensink pula yang berefensi pada 14
buku iInduk Hadis.
c. Takhrîj bi Awwal al-Matn, takhrîj menggunakan permulaan matan,
misalnya dengan menggunakan kitab al-Jâmi`
al-Shaghîr karangan al-Suyuthi dan Mu`jam Jâmi` al-Ushûl fî Ahâdîts
al-Rasûl, karya Ibn al-Atsîr.
d. Takhrîj bi al-Râwî al-A’lâ yaitu takhrij melalui nama perawi pertama
dalam sanad yakni nama sahabat
yang meriwayatkannya dengan menggunakan kitab Musnad seperti kitab Musnad al-Imam Ahmad.
e. Takhrîj bi al-Shifah yaitu takhrij berdasarkan
status Hadis, misalnya status Hadis maudhu’ dicari dalam buku
himpunan Hadis Mawdhû` seperti kitab al-Mawdhû`ât karya
Ibn al-Jawziy, status Hadis mutawâtir dicari dalam kitab al-Azhâr al-Mutanâtsirah `an
al-Akhbâr al-Muawâtirah, karya al-Suyûthiy, dan lain-lain. (Untuk lebih
jelasnya baca buku saya Ulumul Hadis 1).
Seorang pentakhrij bisa memilih salah
satu dari 5 metode Takhrîj di atas sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada. Dengan itu seorang pentakhrij akan mendapatkan petunjuk dan
informasi bahwa Hadis yang dicari dapat
ditemukan di berbagai buku induk Hadis kemudian diolah dan dianalisis matan dan sanadnya.
Penelusuran Hadis ke berbagai buku induk juga dapat dibantu dengan CDR
seperti al-Maktabah al-Syâmilah,
al-Kutub al-Tis’ah, Alfiyat al-Sunah
dan lain-lain.
2. Pengolahan Data
Hadis
Setelah data Hadis dapat terhimpun dari berbagai buku
induk Hadis kiranya dapat dihitung ada berapa tempat Hadis tersebut
tertulis pada masing-masing buku induk,
pada bab atau kitab apa, nomor berapa, halaman berapa dan juz berapa. Kemudian
data Hadis ditelaah ulang mana yang
masih reliable dan valid untuk direntangkan sanadnya dalam bentuk skema atau seperti pohon misalnya. Bentuk
rentangan seperti ini dimaksudkan untuk memudahkan peneliti dalam analisis
sanad di samping lebih efensiensi dan efektif karena matan Hadis yang berulang
di beberapa tempaat disebutkan satu kali
kecuali jika berbeda dan nama seorang
perawi yang terulang-ulang di berbagai sanad hanya
disebut sekali. Seluruh matan dan seluruh sanad suatu Hadis dapat terinventarisir ke dalam skema sanad atau pohon sanad dengan
menggunakan metode kongklusi
induktif atau deduktif.
Berikut
ini diberikan contoh Skema Sanad :
Rasulullah saw
bersabda :
Abu
Hurairah Ibn
Abbas Ibn
Umar
Muhammad bin Ziyad Ibn Hunain Nafi’ Ibn
Zaid Ibn Dinar
Syu’bah Ubaidillah Ashim
Malik
Al-Bukhari al-Nasa’i Muslim
Ibn Khuzaimah al-Syafi’i
3. Analisa
data Hadis
Data
Hadis yang akan dianalisis juga matan dan sanad Hadis, analisisnya disebut kritik Hadis. Dalam analisisnya ada dua kritik Hadis, yaitu kritil matan
yang disebut dengan kritik internal (al-dâkhilî) dan kritik sanad
yang disebut dengan kritik eksternal (al-khârijî). Untuk memperjelas
permasalahan dua kritik tersebut berikuti ini akan dipaparkan penjelasannya :
1.
Kritik internal (al-dâkhilî)
Kritik
internal yakni kritik pada matan,
apakah ia bertentangan dengan ratio manusia, bertentangan dengan Hadis yang lebih kuat, atau bertentangan
dengan al-Qur’an. Para ulama telah membuat
parameter dan kaedah yang dijadikan standar penilaian apakah Hadis itu shahih,
Hasan dan dha`if. Di antaranya, kriteria matan Hadis Shahih adalah tidak
ada cacat yang tersembunyi yang disebut dengan illat dan tidak ada
keganjilan yang disebut dengan syadz.
Illat dan syâdz ini
terjadi pada matan sebagaimana pula terjadi pada sanad. [7]
Untuk mengetahui keganjilan dan cacat pada matan ulama Hadis menyebutkan
kriteria-kriteria Hadis mawdhû`, antara lain :
a. Hadis bertentangan
dengan akal dan tidak menerima ta’wil (interpretasi)
b. Menyalahi indra dan persaksian
c. Menyalahi dalil-dalil qath`iy atau Sunah Mutawâtirah
dan atau ijma` ulama serta tidak munkin
dikompromikan
d. Belebih-lebihan dalam ancaman suatu perbuatan yang kecil
atau janji pahala yang terlalu besar
terhadap perbuatan yang kecil. [8]
2.
Kritik eksternal (al-khârijî)
Karitik
eksternal yakni kritik sanad. Para ulama mempersyaratkan masing-masing para periwayat
dalam sanad harus bertemu langsung (ittishâl) dengan periwayat (syeikh) di atasnya dari
awal sampai akhir sanad. Untuk menelusuri katersambungan sanad ini harus dikaji dalam Ilmu Rijâl al-Hadîts
atau Târîkh al-Ruwâh. Demikian juga para ulama mempersyaratkan para
perawi harus adil dan kuat hapalannya(dhabith). Untuk mengetahui
periwayat yang adil atau dhabith dapat dilihat dalam Ilmu al-Jarh wa
al-Ta`dîl nanti akan dibahas pada bab berikutnya dalam buku ini.
Berbagai metode penelitian ilmiah secara kualitatif dapat diterapkaan
dalam Takhrîj atau penelitian Hadis, misalnya mengunakan metode
deskriptip, perbandingan (comparative/
muqâranah), normatif, dan kesejarahan.
a.
Metode deskriptip dilakukan untuk
menjelaskan makna teks Hadis (matan) dan lambang ungkapan perawi dalam sanad
Hadis sehingga mengetahui mana yang dapat diterima dan mana yang tidak.
b.
Analisis komparatif (perbandingan), dilakukan
untuk membandingkan antara satu sanad dengan sanad lain atau antara satu matan
dengan matan lain dalam satu tema untuk adanya syadz (kehanjilan) dan ‘illat
(cacat).
c.
Analisis normative, merupakan upaya ilmu pengetahuan untuk menawarkan suatu norma kaedah atau
resep yang dapat digunakan oleh pemakai dalam rangka pemecahan suatu
masalah. Tolak ukur penelitian matan ialah tidak bertentangan al-Qur’an,
Hadis yang lebih kuat, akal sehat,
indra, sejarah, dan susunan bahasa.[9]
d. Analisis kesejarahan, dipergunakan dalam penelitian Sunah karena Sunah itu
sendiri merupakan dokumentasi
sejarah, baik sanad yang terdiri
dari sejarah para periwayat Hadis (transmetter)
dari generasi ke generasi maupun
latar belakang matan yang merupakan materi atau isi Sunah yang
diriwayatkan. [10]
Untuk mengetahui ketersambungan sanad, adil dan kedhabithannya.
Keempat metode analisis di atas
sangat diperlukan dalam penelitian
Sunah secara empiris setelah diadakan penelusuran data baik sanad
maupun matan Hadis melalui takhrîj,
sehingga dapat ditemukan beberapa hal:
a. Kualitas Hadis apakah diterima sebagai Hadis yang Shahih dan
Hasan atau ditolak sebagai Hadis Dha’if
dengan berbagai macamnya.
b. Kuantitas Hadis apakah Mutawâtir atau Âhad; Masyhur, Azîz dan
Gharîb
c. Sumber berita utama apakah Qudsi, Marfû`, Mawqûf dan Maqthu`.
d. Dan lain-lain
G. Contoh Praktik Takhrîj
Praktik Takhrîj
ini sangat penting untuk melakukan percobaan
dalam penelusuran dan penelitian suatu Hadis. Untuk memudahkan praktik ini
berikut ini dipaparkan langkah-langkah Takhrîj :
Pada denah di atas dapat kit abaca ada 6 langkah dalam Takhrîj:
- Penelusuran Hadis ke berbagai buku induk Hadis
Dalam
penelusuran suatu Hadis, misalnya dengan
menggunakan metode Takhrîj bi al-Lafdziy:
اللّهمَّ
إنِّى أعُوْذُ بِكَ مِنَ الْعَجْز ِ وَالْكسَلِ, وَالْجُبْنِ
وَالْهَرَمِ,
Dicari
melalui kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâdz al_Hadîts al-Nabawiy menggunakan
salah satu kata digaris bawahi. Hadis tersebut ditemukan pada juz 4 h. 137
dengan berbunyi :
خ دعوات 28,
26, 40, جهاد 35, 74, م ذكر 49, 51, 73, د وتر 22, ت دعوات 70, 115, ن استعاذة 6,
7, حم 2, 112,
Maksud
ungkapan di atas memberikan informasi bahwa Hadis tersebut adanya dalam
berbagai kitab induk Hadis, yaitu:
a.
خ دعوات
28, 26, 40, جهاد 35, 74,40 =
dalam kitab Shahih al-Bukhari, kitab (bab) Da’awât, nomor urut Hadis 26,
28 dan 40, didapatkan pula pada kitab (bab) Jihad, urutan hadis nomor 35,
40 dan 74
b.
م ذكر 49,
51, 73 = dalam kitab Shahih
Muslim kitab Dzikir nomor urut Hadis 49, 51 dan 73
c.
د وتر 22 = dalam kitab Sunan Abi Dawud,
kitab Witir nomor urut Hadis 22
d.
ت دعوات
70, 115 = dalam kitab Jami’
al-Turmudziy kitab Da’awât nomor urut Hadis 70 dan 115
e.
ن استعاذة
6, 7 = dalam kitab Sunan
al-Nasai kitab Isti’âdzah nomor urut Hadis 6 dan 7
f.
حم 2, 112 = dalam kitab
Musnad Ahmad pada juz 2 halaman 112
Keterangan
dalam kitab al-Mu’jam itu hendak ditelusuri di berbagai kitab induk
sebagaimana di atas. Penelusuran Hadis juga bisa dibantu dengan CDR seperti al-Maktabah
al-Syâmilah, al-Kutub al-Tis’ah, Alfiyat al-Sunah dan lain. Keterangan
kitab al-Mu’jam dan CDR tersebut tentunya berdasarkan buku-buku induk yang
diteliti pada masanya atau didasarkan pada terbitan pada tahun-tahun tertentu.
Perkembangan penerbitan buku akan sangat pesat dan terkadang ada unshur
subyektifitas untuk kepentingan penghematan dan komersial sehingga mengalami
perbedaan dalam system penomoran adakalanya longgar dan ada kalanya peringkasan
atau penyederhaanaan. Oleh kaarena itu pentakhrij memaklumi perbedaan itu,
sebaiknya terfokus pada matan Hadis yang sama atau yang satu tema sekalipun
nomor-nomornya sedikit berbeda.
- Penghimpunan hasil penelusuran Hadis
Penghimpunan
dan penelusuran Hadis di samping secara manual menggunakan kitab al-Mu’jam juga
dapat dilakukan secara e-takhrîj yakni menggunakan CDR. Dalam CDR juga demikian
akan mengalami perkembangan yang berbeda dalam sistem penomoran bergantung yang
dijadikan rujukan tetapi sedikit banyak akan membantu sementara dan hendaknya
ditindak lanjuti secara manual karena terkadang terjadi keslahan. Berikut ini
hasil penelusuran Hadis melalui al-Maktabah al-Syâmilah yang hanya
diambil sebagian tidak seluruhnya mengingat situasi dan kondisi:
صحيح البخاري - (9 / 405)
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا مُعْتَمِرٌ
قَالَ سَمِعْتُ أَبِي قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
قَال َكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اللَّهُمَّ
إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ
وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ
عَذَابِ الْقَبْر
صحيح البخاري - (19 / 465)
حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ
الْوَارِثِ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ صُهَيْبٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَتَعَوَّذُ يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْكَسَلِ وَأَعُوذُ
بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَرَمِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْبُخْل
صحيح مسلم - (3 / 249)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى
حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ عَنْ هِشَامٍ عَنْ يَحْيَى عَنْ أَبِي سَلَمَةَ
أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُا قَالَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ
وَفِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَشَرِّ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
سنن الترمذى - (11 / 389)
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ حَدَّثَنَا
إِسْمَعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
يَدْعُو يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْكَسَلِ وَالْهَرَمِ
وَالْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَفِتْنَةِ الْمَسِيحِ وَعَذَابِ الْقَبْرِقَالَ أَبُو
عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيح
سنن النسائي - (16 / 324)
أَخْبَرَنَا حُمَيْدُ بْنُ مَسْعَدَةَ قَالَ
حَدَّثَنَا بِشْرٌ عَنْ حُمَيْدٍ قَالَ قَالَ أَنَسٌ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُو اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ
الْكَسَلِ وَالْهَرَمِ وَالْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَفِتْنَةِ الدَّجَّالِ وَعَذَابِ
الْقَبْرِ
- Setelah terhimpun buatkan skema sanad untuk memudahkan analisis sebagai berikut:
- Analisis Hadis
Aanalisa pada temuan Hadis di atas bergantung pada tujuan
Takhrîj, jika tujuan Takhrîj ingin mengetahui kuantitas sanad;
a.
Hadis di atas dengan berbagai
sanad Marfu’ maknanya disandarkan kepada Rasulillah saw
b.
Hadis di atas Aziz karena di
kalangan sahabat thabaqat pertama hanya diriwayatkan oleh dua orang sahabat
yaitu; Abu Hurairah dan Anas bin Malik, sedangkan pada thabaqat berikutnya
yakni di kalangan tabi’in dan setelahnya tergolong Hadis Masyhur.
Jika tujuan Takhrîj
mengetahui kualitas sanad dan matan keduanya harus dianalisa sesuai dengan
parameter kualitas keshahihan. Karena keterbatasan kondisi Sanad di atas akan
dicoba dianalisa pada salah satu jalur Bukhari melalui Musaddad sekalipun
mayoritas ulama sepakat berdasarkan hasil penelitian para ulama yang ahli dalam
bidang Hadis bahwa semua Hadis Bukhari
Muslim dalam kitab Shahihnya adalah shahih seluruhnya.
a.
Sanad-nya muttashil (bersambung)
dari awal sampai akhir. Anas seorang sahabat yang mendengar Hadis ini dari Nabi
langsung. Sulayman bin Tharkhan bapaknya Mu`tamir menegaskan dengan kata al-samâ` (mendengar) dari Anas.
Demikian juga Mu`tamir menegaskan dengan al-samâ` dari ayahnya. Musaddad
syaikhnya al-Bukhari juga menegaskan
dengan kata haddatsanâ dari Mu`tamir, sedang al-Bukhari menegaskan pula
dengan haddatsanâ dari syaikhnya.
b.
Semua para periwayat dalam sanad
Hadis di atas menurut ulama al-jarh wa al-ta`dîl telah memenuhi
persyaratan adil dan dhâbith. Anas bin Malik seorang sahabat ulama sepakat
bahwa semua sahabat bersifat adil tidak perlu diteliti. Sulayman bin Tharkhan
seorang terpercaya dan amat jujur ( ثِقَةٌ صدوق),[11] bapaknya Mu`tamir bersifat terpercaya dan ahli ibadah ( ثِقَةٌ عَابِدٌ).[12]
Musaddad bin Musarhad memiliki titel terpercaya
( ثِقَةٌ ).[13]
c.
Tidak ada Syâdz
Antara
satu sanad dan sanad lain pada hasil temuan beberapa Hadis di atas tidak ada keganjilan (syâdz)
atau pertentangan. Demikian juga matannya, andaikata ada perbedaan hanya pada redaksi lafal matan tetapi maknanya sama.
d.
Tidak ada Illat
Pada hasil temuan beberapa Sanad dan matan Hadis di atas tidak
didapatkan illat atau cacat yang tersembunyi.
Hasil penelitian dari segi kualitas adalah shahih sebagaimana
pula hasil penelitian para ulama, di
antarnya Syekh al-Albaniy dalam kitabnya Shahîh wa Dha’îf al-Jami’ al-Sgaghîr, juz
1, h. 313. Dari segi kuantitas Hadis tersebut marfu’ karena sandaran beritanya
kepada Rasulillah, di kalangan sahabat Hadis Aziz karena hanya dua orang
sahabat yang meriwayatkananya yakitu;
Anas bin Malik dan Abu Hurairah, sedangkan di kalangan setelah sahabat yakni
tabi’in dan ttir.abi’ tabi’in masyhur karena perawi berjumlah lebih dari tiga
orang tetapi tidak mencapai mutawatir.
[1]
M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta : Bulan
Bintang,1991 ), h. 7-18
[2]
Untuk lebih luas beberapa pengertian Takhrij lihat: Abdul Majid Khon, Ulumul
Hadis, h. 115-116
[3]
Tim Majma’ al-Lughah al-Arabiyah, al-Mu’jam al-Wajîz, (Mesir: Wazarah
al-Tarbiyah wa al-Ta’lîm, 1997), h. 189
[4]
Prof. Dr. Abdul Muhdiy bin Abdil Maujud, Thuruq Takhrîj Hadîtsi Rasulillah saw,
(Mesir: Dâr al-I’tishâm, 1987) h. 9-11. Eliau adalah seorang Hadis dan Ilmu Hadis Universitas al-Azhar Cairo Mesir
dan Dekan Fakultas Tafsir Hadis masa kini, penulis mendapat banyak pelajaran
Hadis selama di Mesir. Di antara kitabnya tentang Takhrij adalah
[5]
Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi , h.42
[6]
Abdu al-Muhdî, Thuruq Takhrîj…, h. 11
[7] Muhammad Syuhudi Isma`il ( Isma`il ), Metodologi Penelitian Hadis Nabi, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h.
4-5
[8] Muhammad
`Alawî al-Malikî, al-Manhal al-Lathîf
fi Ushûl al-Hadîts al-Syarîf, (Jiddah : Mathâbi` Sihr,1982), Cet.
Ke-4, h. 32
[9] Lihat :
Shalâh al-Dîn bin Ahmad al-Adlabî (al-Adlabî), Manhaj Naqd
al-Matn, (Beirut: Dâr al-Aflâq al-Jadîdah,1983), h.238
[10]
Abdul Majid Khon, Pemikiran Modern dalam Sunnah…,
[11]
Al-’Asqalaniy, Tahdzîb al-Tahdzîb, juz
10, h. 205
[12]
Al-’Asqalaniy, Tahdzîb al-Tahdzîb, juz 4, h. 176
[13]
Al- Raziy, al-Jarh wa al-Ta’dîl, juz 1, h. 344