Selasa, 30 April 2013

Takhrijul Hadis










BAB 4
TAKHRIJ  DAN  PENELITIAN HADIS

                                                      
A.    Latar Belakang
Tidak seluruh Hadis dari Nabi  diterima para sahabat secara kolektif berjumlah banyak orang  dan kemudian disampaikan kepada orang banyak secara mutawâtir  seperti al-Qur’an bahkan mayoritas Hadis diriwayatkan secara individual ( âhâd) atau beberapa orang saja yang tidak mencapai nilai mutawâtir. Hadis yang diterima secara mutawâtir dapat diterima secara aklamasi sebagai hujah tanpa penelitian sifat-sifat individu para periwayatnya  seperti sifat keadilan, kecerdasan, daya ingat, atau daya hapal (dhâbith), dan lain-lain, karena kualitas kolektifitas tersebut sudah memiliki kualifikasi obyektifitas yang dapat dipertanggung jawabkan.
Berbeda dengan Hadis âhâd para periwayat dalam sanad harus memiliki kredibeltas yang dapat dipertanggung jawabkan, seperti sanad-nya harus bersambung (ittishâl), para periwayatnya harus memiliki sifat adil/’adâlah,  hapalan  kuat/dhâbith, dan seterusnya. Oleh karena itu Hadis âhâd perlu penelitian dan pemeriksaan sifat-sifat para periwayatnya sehingga memenuhi kriteria Hadis yang dapat diterima sebagai Hadis yang shahih.
  Sesuai dengan masa timbulnya Hadis memang bersamaan dengan sejak turunnya al-Qur’an, namun dalam periwayatan al-Qur’an  tidak mengundang masalah, semua umat Islam menerima tanpa memerlukan kajian silsilah sanad, karena seluruhnya tertulis sejak masa Rasulillah hidup  di samping  al-Qur’an diterima oleh para sahabat secara mutawâtir. Dengan demikian al-Qur’an memiliki kepastian hukum (qath’îy al-wurûd). Berbeda dengan Sunah atau Hadis yang tidak tertulis sejak masa  hidup Rasulillah saw, mayoritas Hadis hanya dihapal dan diingat  para sahabat di luar kepala di samping pernah terjadi pemalsuan Hadis dan penyalahgunaan kepentingan dalam perkembangan berikutnya.  Kondisi Hadis seperti di atas mengundang para peneliti  dan para ulama  untuk meneliti secara obyektif  untuk mengetahui  otentisitasnya.
Setelah terjadi pemalsuan Hadis terutama oleh beberapa sekte Islam akibat konflik politik antara pendukung Ali dan pendukung Mu’awiyah (41 H) para ilmuan bangkit mengadakan research atau penelitian Hadis. Secara garis besar ada beberapa factor yang melatar belakangi  perlunya takhrîj dan penelitian Hadis sebagaimana yang diungkapkan Prof. Dr. Syuhudi Ismail  secara garis besar sebagai berikut:
1. Hadis  sebagai  sumber ajaran Islam
2. Tidak seluruh Hadis tertulis pada masa Nabi
3. Timbul berbagai pemalsuan Hadis
4. Proses penghimpunan Hadis  dalam waktu lama
5. Jumlah kitab Hadis  dan teknik penyusunan yang beragam[1]
6. Banyak Hadits yang bertebaran di berbagai buku yang tidak jelas kualitasnya.

B.     Pengertian Takhrîjul Hadîts
Pengertian  Takhrîj secara etimologi dan terminology telah penulis sebutkan pada buku sebelumnya Ulumul Hadis.[2] Secara bahasa berarti; mengeluarkan,  menampakkan, meriwayatkan, melatih  dan mengajarkan.[3] Sedangkan dalam  terminologi pengertian Takhrij berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi, di antaranya Prof. Dr. Abdul Muhdiy [4] mendefinisikan sebagai berikut :
1.    Takhrij adalah:
ذِكْرُ الأحَادِيْثِ بِأَسَانِيْدِهَا
Menyebutkan beberapa hadis  dengan sanadnya
2.     Pengrtian lain:
ذِكْرُ أَسَانِيْدَ أُخْرَى ِلأَحَادِيْثِ كِتَابٍ ذُكِرَتْ أَسَانِيْدُهُ مِنْ بَابِ التَّقْوِيَةِ فِي اْلإِسْنَادِ وَالزِّيَادَةِ فِي اْلَمْتنِ
Meneybutkan beberapa sanad lain bagi beberapa Hadis dalam sebuah kitab. Penyebutkan beberapa sanad tersebut dalam bab memperkuat sanad dan menambah matan
3.    Pengertian Takhrij Hadis setelah terbukukan:
عَزْوُ الأَحَادِيْثِ اِلَى الْكُتُبِ الْمَوْجُوْدَةِ فِيْهَا مَعَ بَيَانِ الْحُكْمِ عَلَيْهَا
Menunjukkan asal beberapa Hadis pada kitab-kitab yang ada (kitab Induk Hadis) dengan menerangkan hukumnya. 
Definisi pertama di atas  dalam rangkan mendiskusikan bagaimana keadaan sanad dan matan yang sebenarnya, setelah ditelaah dalam kitab sumber aslinya menjadi jelas sanad dan matan tersebut. Definisi kedua  menyebutkan beberapa sanad  lain bagi  sebuah Hadis  dalam satu tema untuk memperkuat posisi sanad dan untuk memperjelas kondisi matan barang kali ada yang lebih lengkap sehingga terjadi saling menjelaskan maksud matan. 
Definisi ketiga mengadakan penelusuran  Hadis dari berbagai sumber aslinya atau dari buku Induk Hadis  untuk diteliti sanad dan matan-nya sesuai dengan kaedah-kaedah Ilmu Hadis Riwâyah dan Dirâyah, sehingga dapat  ditemukan  bagaimana status Hadis baik secara  kualitas[5] maupun kuntitas. Buku indduk Hadis itu seperti  kitab al-Jâmi’ al-Shahîh li al-Bukhâriy, al-Jâmi’ al-Shahîh li-Muslim, Sunan Abu Dawud, Jâmi’al-Turmudzi, Sunan al-Nasa’î, Sunan Ibn Majah dan Musnad Ahmad  dan lain-lain.
  Definisi terakhir inilah pada umumnya berlaku di Perguruan Tinggi Islam dalam meningkatkan kualitas studi Hadis yang lebih kritis dan ilmiah yakni penelusuran ke buku induk Hadis dan penelitian mutu sanad dan matan. Takhrij memang tidak bisa dipisahkan dari research Hadis dan intinya sebenarnya adalah research tersebut.  Bahkan banyak skripsi, thesis dan disertasi yang telah berhasil melakukan takhrij seperti tersebut di atas.

C.    Obyek Takhrîj al-Hadîts
Ada dua obyek dalam penelitian  Takhrîj al-Hadîts. Pertama; penelitian   matan atau isi dan content Hadis. Kedua; penelitian  sanad; estafetitas  personal  periwayat Hadis  dari masa timbulnya yakni pada masa Nabi saw sampai dengan masa kodifikasi yakni abad ke-2 atau ke-3 Hijriyah. Kedua obyek penelitian   tersebut saling berkaitan, karena content Hadis dapat dianggap valid manakala disertai dengan silsilah sanad yang valid pula. Studi  pertama yakni penelitian matan biasanya menurut para pakar Hadis disebut studi internal Hadis (dâkhilî). Sedangkan yang kedua  yakni penelitan matan disebut studi eksternal Hadis (khârijî).  Studi internal content Hadis yang tidak disertai dengan studi eksternal silsilah sanad yang valid atau disertainya tetapi jika seluruh personal dalam sanad tidak memiliki kredebilitas yang tinggi   dapat ditolak dan Hadisnya disebut tidak shahih.
Studi internal matan atau content Hadis adalah tujuan studi sedangkan studi eksternal silsilah sanad adalah sarana proses kevaliditasan suatu content. Studi internal matan atau content Hadis sebagai out put sedangkan studi eksternal silsilah sanad adalah sebagai in put. Studi internal content Hadis bertujuan untuk pengamalan Sunah semata karena Hadis sebagai sumber ajaran Islam yang harus dipatuhi, sedangkan studi eksternal silsilah sanad Hadis bertujuan memelihara keoriginilan syari’ah Islamiyah itu sendiri.
Takhîj dan penelitian  Hadis  adalah studi ilmiah yang tertua di dunia keilmuan. Sebab sebelum umat Islam mengenal studi ilmu-ilmu  lain seperti Fikih, Ilmu Kalam, Teologi, saint dan lain-lain   dalam perkembangannya, terlebih dahulu mereka telah mengenal studi ilmiah Hadis. Bahkan Barat sebelum mengenal studi ilmiah dan sebelum mencapai kemajuan saint dan teknologi umat Islam telah mengenal studi ilmiah yakni studi penelitian Hadis ini.
  Obyek Takhrîj dan penelitian dalam Hadis adalah  sanad dan matan-nya. Untuk meneliti kualitas suatu Hadis apakah shahih atau tidak, kiranya perlu di-takhrîj atau ditelusuri terlebih dahulu sanad dan matan-nya dari berbagai buku sumber asli yaitu Buku Induk Hadis sehingga dapat ditemukan siapa pembawa berita atau para periwayat yang ada dalam sanad dan bagaimana isi berita yang dikandung dalam matan Hadis tersebut, untuk diverifikasi kebenarannya.
D.    Tujuan  dan Manfaat Takhrîj
Dalam melakukan Takhrîj tentunya ada tujuan dan manfaat yang ingin dicapai, di antaranya  sebagai berikut :
1.    Menemukan suatu Hadis dari berbagai sumber aslinya yakni di beberapa buku induk Hadis.
2.    Mengetahui eksistensi suatu Hadis apakah benar suatu Hadis yang ingin diteliti terdapat dalam buku-buku Hadis atau tidak.
3.    Terkumpul berbagai redaksi matan dan berbagai sanad dan mukharrij yang berbeda.
4.    Mengetahui status suatu Hadis baik secara kualitas pada sanad dan matan maupun kuantitas sanad sehingga dapat menetapkan  makbul/diterima atau mardud/tertolak suatu Hadis. [6] Atau mengetahui jumlah para perawinya
5.    Menemukan  berbagai cacat atau tidaknya suatu Hadis baik pada sanad maupun pada matan Hadis, keadaan sanad yang bersambung (muttashil) dan yang terputus (munqathi’) dan mengetahui kadar kemampuan periwayat dalam mengingat Hadis serta kejujuran  dalam pewayatan.
6.    Mengetahui status suatu Hadis, barang kali ditemukan sanad suatu Hadis  dha’if,  kemudian  melalui sanad lain hukumnya shahih. Dengan demikian akan meningkatkan suatu Hadis yang dha’if menjadi Hasan  li Ghayrihi  atau dari   Hasan menjadi shahih li ghayrihi
7.    Mengetahui bagaimana para imam Hadis menilai suatu kualitas Hadis dan bagaimana kritikan yang  disampaikan.

E.     Metode Takhrîj
Sebenarnya metode  Takhrij sama dengan metode research atau penelitian yang pada umumnya meliputi 3 proses yaitu;  pengumpulan data, pengolahan data dan analisa data. Gambar berikut ini mengilustrasikan langkah-langkah  dalam Takhrij:
   
1.   Pengumpulan Data Hadis
Langkah awal yang dilakukan seorang  pentakhrij  Hadis adalah mengumpulkan data Hadis yang teridiri dari matan dan sanad yang lengkap melalui berbagai jalan sanad di berbagai buku induk Hadis. Dalam takhrij usaha menelusuri dan menyertakan sanad-sanad lain  untuk suatu Hadis tertentu disebut I’tibar. I’tibar ini dimaksudkan untuk mengetahui adakah periwayat lain pada bagian sanad-sanad Hadis tersebut sebagai pendukung. Jika ditemukan periwayat lain di kalangan sahabat disebut Syâhid atau Syawâhid. Jika ditemukan periwayat lain di kalangan  setelah sahabat yakni tabi’in dan setelahnya disebut Tâbi’ atau Tawâbi’.
 Pada masa dahulu sebelum masa pengkodifikasian Hadis, para pentakhrij mengumpulkan Hadis lansung dari para penghapal  yang menyampaikannya disertai dengan sanad.  Setelah masa pengkodifikasian para pentakhrij mengumpulkaan data-data Hadis dari buku-buku induk Hadis dengan menggunakan metode Takhrîj.  
Metode takhrij dalam arti penelusuran Hadis dari sumber beberapa buku induk dalam rangka mengumpulkan beberapa data Hadis paling tidak ada lima metode yang dapat dipergunakan sebagaimana dalam denah berikut:

Pada denah di atas  menggambarkan ada 5 metode taakhrîj yaitu :
a.  Takhrîj bi al-lafzhi, yaitu penelusuran  Hadis melalui lafazh atau satu kata matan-nya baik dari permulaan, pertengahana, dan atau akhiran. Satu kata ini yang mempunyai akar kata tentunya atau yang dapat di-tashrîf. Kamus yang diperlukan metode takhrij ini adalah Kamus al-Mu`jam al-Mufahras li Alfâzh al-Hadîts al-Nabawiy  yang disusun  A.J. Wensinck dan kawan-kawannya sebanyak 8 jilid yang berefensi pada 9 buku Induk Hadis. Tujuh buku induk di atas ditambah al-Muwththa’ karya Imam Malik dan Sunan al-Dârimiy.
b.  Takhrîj bi al-Mawdhû`, yaitu penelusuran Hadis yang didasarkan pada topik (mawdhû`), misalnya bab shalat, bab nikah, bab jual beli, dan lain-lain. Salah satu  kamus yang digunakan dalam Takhrîj ini adalah  Miftâh min Kunûz al-Sunnah  oleh Dr. Fuad Abd al-Bâqî, terjemahan dari A Handbook of Early Muhammadan karya A.J. Wensink pula yang berefensi pada 14 buku iInduk Hadis.
c. Takhrîj bi Awwal al-Matn,  takhrîj menggunakan permulaan matan, misalnya dengan menggunakan  kitab al-Jâmi` al-Shaghîr karangan al-Suyuthi dan Mu`jam Jâmi` al-Ushûl fî Ahâdîts al-Rasûl, karya Ibn al-Atsîr.
d. Takhrîj bi al-Râwî al-A’lâ  yaitu takhrij melalui nama perawi pertama dalam sanad  yakni nama sahabat yang meriwayatkannya dengan menggunakan kitab Musnad  seperti kitab Musnad al-Imam Ahmad.
e. Takhrîj bi al-Shifah yaitu takhrij berdasarkan status Hadis, misalnya status Hadis maudhu’ dicari  dalam buku  himpunan Hadis Mawdhû` seperti kitab al-Mawdhû`ât karya Ibn al-Jawziy, status Hadis mutawâtir dicari  dalam kitab al-Azhâr al-Mutanâtsirah `an al-Akhbâr al-Muawâtirah, karya al-Suyûthiy, dan lain-lain. (Untuk lebih jelasnya baca buku saya Ulumul Hadis 1).
   Seorang pentakhrij bisa memilih salah satu  dari 5 metode Takhrîj di atas  sesuai dengan kebutuhan  dan kondisi yang ada. Dengan itu  seorang pentakhrij akan mendapatkan petunjuk dan informasi bahwa Hadis yang dicari  dapat ditemukan di berbagai buku induk Hadis kemudian  diolah dan dianalisis matan dan sanadnya. Penelusuran Hadis ke berbagai buku induk juga dapat dibantu dengan CDR seperti  al-Maktabah al-Syâmilah, al-Kutub al-Tis’ah, Alfiyat al-Sunah  dan lain-lain.
2. Pengolahan Data Hadis
Setelah  data Hadis dapat terhimpun dari berbagai buku induk Hadis kiranya dapat dihitung ada berapa tempat Hadis tersebut tertulis  pada masing-masing buku induk, pada bab atau kitab apa, nomor berapa, halaman berapa dan juz berapa. Kemudian data Hadis ditelaah ulang mana  yang masih reliable dan valid   untuk direntangkan sanadnya dalam bentuk  skema atau seperti pohon misalnya. Bentuk rentangan seperti ini dimaksudkan untuk memudahkan peneliti dalam analisis sanad di samping lebih efensiensi dan efektif karena matan Hadis yang berulang di beberapa tempaat  disebutkan satu kali kecuali jika berbeda  dan nama seorang perawi  yang  terulang-ulang di berbagai sanad hanya disebut sekali. Seluruh matan dan seluruh sanad suatu Hadis  dapat terinventarisir  ke dalam skema sanad atau pohon sanad dengan menggunakan  metode kongklusi induktif  atau deduktif.
                        Berikut ini diberikan  contoh Skema Sanad :
Rasulullah saw bersabda :


Abu Hurairah                          Ibn Abbas                               Ibn Umar

Muhammad bin Ziyad                        Ibn Hunain      Nafi’    Ibn Zaid          Ibn Dinar
              
Syu’bah                                               Ubaidillah       Ashim             Malik

Al-Bukhari                              al-Nasa’i    Muslim    Ibn Khuzaimah    al-Syafi’i     

 

3.   Analisa data Hadis
Data Hadis yang akan dianalisis juga matan dan sanad Hadis, analisisnya disebut  kritik Hadis. Dalam analisisnya ada  dua kritik Hadis, yaitu kritil matan yang disebut dengan kritik internal (al-dâkhilî) dan kritik sanad yang disebut dengan kritik eksternal (al-khârijî). Untuk memperjelas permasalahan dua kritik tersebut berikuti ini akan dipaparkan penjelasannya :
1. Kritik internal (al-dâkhilî)
Kritik internal  yakni kritik pada matan, apakah ia bertentangan dengan ratio manusia, bertentangan dengan  Hadis yang lebih kuat, atau bertentangan dengan al-Qur’an. Para ulama telah membuat parameter dan kaedah yang dijadikan standar penilaian apakah Hadis itu shahih, Hasan dan dha`if. Di antaranya, kriteria matan Hadis Shahih adalah tidak ada cacat yang tersembunyi yang disebut dengan illat dan tidak ada keganjilan yang disebut dengan  syadz. Illat dan syâdz ini  terjadi pada matan sebagaimana pula  terjadi pada sanad. [7] Untuk mengetahui keganjilan dan cacat pada matan ulama Hadis menyebutkan kriteria-kriteria Hadis mawdhû`, antara lain :
a.        Hadis bertentangan dengan akal dan tidak menerima ta’wil (interpretasi)
b.       Menyalahi  indra dan persaksian
c.       Menyalahi dalil-dalil qath`iy atau Sunah Mutawâtirah dan atau ijma` ulama  serta tidak munkin dikompromikan
d.      Belebih-lebihan dalam ancaman suatu perbuatan yang kecil atau  janji pahala yang terlalu besar terhadap perbuatan yang kecil. [8]
2. Kritik eksternal (al-khârijî)
Karitik eksternal  yakni kritik sanad. Para ulama mempersyaratkan masing-masing para periwayat dalam sanad harus bertemu langsung (ittishâl)  dengan periwayat (syeikh) di atasnya dari awal sampai akhir sanad. Untuk menelusuri katersambungan sanad  ini harus dikaji dalam Ilmu Rijâl al-Hadîts atau Târîkh al-Ruwâh. Demikian juga para ulama mempersyaratkan para perawi harus adil dan kuat hapalannya(dhabith). Untuk mengetahui periwayat yang adil atau dhabith dapat dilihat dalam Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dîl nanti akan dibahas pada bab berikutnya dalam buku ini.
Berbagai metode penelitian ilmiah secara kualitatif dapat diterapkaan dalam Takhrîj atau penelitian Hadis, misalnya mengunakan metode deskriptip,   perbandingan (comparative/ muqâranah), normatif, dan kesejarahan.
a.    Metode deskriptip dilakukan untuk menjelaskan makna teks Hadis (matan) dan lambang ungkapan perawi dalam sanad Hadis sehingga mengetahui mana yang dapat diterima dan mana yang tidak.
b.     Analisis komparatif (perbandingan), dilakukan untuk membandingkan antara satu sanad dengan sanad lain atau antara satu matan dengan matan lain dalam satu tema untuk adanya syadz (kehanjilan) dan ‘illat (cacat).
c.    Analisis normative, merupakan  upaya ilmu pengetahuan  untuk menawarkan suatu norma kaedah atau resep yang dapat  digunakan  oleh pemakai dalam rangka pemecahan suatu masalah. Tolak ukur penelitian matan ialah tidak bertentangan al-Qur’an, Hadis yang lebih kuat,  akal sehat, indra,  sejarah, dan susunan bahasa.[9]
d. Analisis kesejarahan,  dipergunakan dalam  penelitian Sunah karena Sunah itu sendiri  merupakan dokumentasi sejarah,  baik sanad yang terdiri dari  sejarah para periwayat Hadis (transmetter)  dari generasi ke generasi maupun latar belakang matan yang merupakan materi atau isi Sunah yang diriwayatkan. [10] Untuk mengetahui ketersambungan sanad, adil dan kedhabithannya.
Keempat metode analisis  di atas sangat diperlukan dalam penelitian   Sunah secara empiris setelah diadakan penelusuran data baik sanad maupun  matan Hadis melalui takhrîj, sehingga dapat ditemukan  beberapa hal:
a.       Kualitas Hadis apakah diterima sebagai Hadis yang Shahih dan Hasan  atau ditolak sebagai Hadis Dha’if dengan berbagai macamnya.
b.      Kuantitas Hadis apakah Mutawâtir atau Âhad; Masyhur, Azîz dan Gharîb
c.       Sumber berita utama apakah Qudsi, Marfû`, Mawqûf dan Maqthu`.
d.      Dan lain-lain

G. Contoh Praktik  Takhrîj
            Praktik Takhrîj ini sangat penting untuk  melakukan percobaan dalam penelusuran dan penelitian suatu Hadis. Untuk memudahkan praktik ini berikut ini dipaparkan langkah-langkah Takhrîj :


Pada denah di atas dapat kit abaca ada 6 langkah dalam Takhrîj:
  1. Penelusuran Hadis ke berbagai buku induk Hadis
Dalam penelusuran suatu Hadis, misalnya  dengan menggunakan metode Takhrîj bi al-Lafdziy:
اللّهمَّ إنِّى أعُوْذُ بِكَ مِنَ الْعَجْز ِ وَالْكسَلِ, وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ,
Dicari melalui kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâdz al_Hadîts al-Nabawiy menggunakan salah satu kata digaris bawahi. Hadis tersebut ditemukan pada  juz 4 h. 137  dengan berbunyi :
خ دعوات 28, 26, 40, جهاد 35, 74, م ذكر 49, 51, 73, د وتر 22, ت دعوات 70, 115, ن استعاذة 6, 7, حم 2, 112,
Maksud ungkapan di atas memberikan informasi bahwa Hadis tersebut adanya dalam berbagai kitab induk Hadis, yaitu:
a.       خ دعوات 28, 26, 40, جهاد 35, 74,40 = dalam kitab Shahih al-Bukhari, kitab (bab) Da’awât, nomor urut Hadis 26, 28 dan 40, didapatkan pula pada kitab (bab) Jihad, urutan hadis nomor 35, 40  dan 74
b.      م ذكر 49, 51, 73 = dalam kitab Shahih Muslim kitab Dzikir nomor urut Hadis 49, 51 dan 73
c.       د وتر 22 = dalam kitab Sunan Abi Dawud, kitab Witir nomor urut Hadis 22
d.      ت دعوات 70, 115 = dalam kitab Jami’ al-Turmudziy kitab Da’awât nomor urut Hadis 70 dan 115
e.       ن استعاذة 6, 7 = dalam kitab Sunan al-Nasai kitab Isti’âdzah nomor urut Hadis 6 dan 7
f.       حم 2, 112 = dalam kitab Musnad Ahmad pada juz 2  halaman 112
Keterangan dalam kitab al-Mu’jam itu hendak ditelusuri di berbagai kitab induk sebagaimana di atas. Penelusuran Hadis juga bisa dibantu dengan CDR seperti al-Maktabah al-Syâmilah, al-Kutub al-Tis’ah, Alfiyat al-Sunah dan lain.   Keterangan kitab al-Mu’jam dan CDR tersebut tentunya berdasarkan buku-buku induk yang diteliti pada masanya atau didasarkan pada terbitan pada tahun-tahun tertentu. Perkembangan penerbitan buku akan sangat pesat dan terkadang ada unshur subyektifitas untuk kepentingan penghematan dan komersial sehingga mengalami perbedaan dalam system penomoran adakalanya longgar dan ada kalanya peringkasan atau penyederhaanaan. Oleh kaarena itu pentakhrij memaklumi perbedaan itu, sebaiknya terfokus pada matan Hadis yang sama atau yang satu tema sekalipun nomor-nomornya sedikit berbeda.

  1. Penghimpunan  hasil penelusuran Hadis
Penghimpunan dan penelusuran Hadis di samping secara manual menggunakan kitab al-Mu’jam juga dapat dilakukan secara e-takhrîj yakni menggunakan CDR. Dalam CDR juga demikian akan mengalami perkembangan yang berbeda dalam sistem penomoran bergantung yang dijadikan rujukan tetapi sedikit banyak akan membantu sementara dan hendaknya ditindak lanjuti secara manual karena terkadang terjadi keslahan. Berikut ini hasil penelusuran Hadis melalui al-Maktabah al-Syâmilah yang hanya diambil sebagian tidak seluruhnya mengingat situasi dan kondisi:
صحيح البخاري - (9 / 405)
 حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا مُعْتَمِرٌ قَالَ سَمِعْتُ أَبِي قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَال َكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْر
صحيح البخاري - (19 / 465)
حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ صُهَيْبٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَعَوَّذُ يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْكَسَلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَرَمِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْبُخْل
صحيح مسلم - (3 / 249)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ عَنْ هِشَامٍ عَنْ يَحْيَى عَنْ أَبِي سَلَمَةَ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُا قَالَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ وَفِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَشَرِّ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
سنن الترمذى - (11 / 389)
 حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْعُو يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْكَسَلِ وَالْهَرَمِ وَالْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَفِتْنَةِ الْمَسِيحِ وَعَذَابِ الْقَبْرِقَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيح
سنن النسائي - (16 / 324)
 أَخْبَرَنَا حُمَيْدُ بْنُ مَسْعَدَةَ قَالَ حَدَّثَنَا بِشْرٌ عَنْ حُمَيْدٍ قَالَ قَالَ أَنَسٌ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُو اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْكَسَلِ وَالْهَرَمِ وَالْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَفِتْنَةِ الدَّجَّالِ وَعَذَابِ الْقَبْرِ


  1. Setelah terhimpun buatkan skema sanad untuk memudahkan analisis sebagai berikut:
  1. Analisis Hadis
Aanalisa pada temuan Hadis di atas bergantung pada tujuan Takhrîj, jika tujuan Takhrîj ingin mengetahui kuantitas sanad;
a.       Hadis di atas dengan berbagai sanad Marfu’ maknanya disandarkan kepada Rasulillah saw
b.      Hadis di atas Aziz karena di kalangan sahabat thabaqat pertama hanya diriwayatkan oleh dua orang sahabat yaitu; Abu Hurairah dan Anas bin Malik, sedangkan pada thabaqat berikutnya yakni di kalangan tabi’in dan setelahnya tergolong Hadis Masyhur.
 Jika tujuan Takhrîj mengetahui kualitas sanad dan matan keduanya harus dianalisa sesuai dengan parameter kualitas keshahihan. Karena keterbatasan kondisi Sanad di atas akan dicoba dianalisa pada salah satu jalur Bukhari melalui Musaddad sekalipun mayoritas ulama sepakat berdasarkan hasil penelitian para ulama yang ahli dalam bidang Hadis  bahwa semua Hadis Bukhari Muslim dalam kitab Shahihnya adalah shahih seluruhnya.
a.        Sanad-nya muttashil (bersambung) dari awal sampai akhir. Anas seorang sahabat yang mendengar Hadis ini dari Nabi langsung. Sulayman bin Tharkhan bapaknya Mu`tamir  menegaskan dengan  kata al-samâ` (mendengar) dari Anas. Demikian juga Mu`tamir menegaskan dengan al-samâ` dari ayahnya. Musaddad syaikhnya al-Bukhari  juga menegaskan dengan kata haddatsanâ dari Mu`tamir, sedang al-Bukhari menegaskan pula dengan haddatsanâ dari syaikhnya.
b.      Semua para periwayat dalam sanad Hadis di atas menurut ulama al-jarh wa al-ta`dîl telah memenuhi persyaratan  adil dan dhâbith.  Anas bin Malik seorang sahabat ulama sepakat bahwa semua sahabat bersifat adil tidak perlu diteliti. Sulayman bin Tharkhan seorang terpercaya dan amat jujur  (   ثِقَةٌ صدوق),[11]  bapaknya Mu`tamir bersifat  terpercaya dan ahli ibadah (   ثِقَةٌ عَابِدٌ).[12] Musaddad bin Musarhad memiliki titel terpercaya  ( ثِقَةٌ ).[13]
c.       Tidak ada Syâdz
Antara satu sanad dan sanad lain pada hasil temuan beberapa Hadis  di atas tidak ada keganjilan (syâdz) atau pertentangan. Demikian juga matannya, andaikata  ada perbedaan hanya pada redaksi lafal matan  tetapi maknanya sama.
d.      Tidak ada Illat
 Pada hasil temuan  beberapa Sanad dan matan Hadis di atas tidak didapatkan illat atau cacat yang tersembunyi.
Hasil penelitian dari segi kualitas adalah shahih sebagaimana pula hasil penelitian para ulama, di  antarnya Syekh al-Albaniy dalam kitabnya  Shahîh wa Dha’îf al-Jami’ al-Sgaghîr, juz 1, h. 313. Dari segi kuantitas Hadis tersebut marfu’ karena sandaran beritanya kepada Rasulillah, di kalangan sahabat Hadis Aziz karena hanya dua orang sahabat yang meriwayatkananya  yakitu; Anas bin Malik dan Abu Hurairah, sedangkan di kalangan setelah sahabat yakni tabi’in dan ttir.abi’ tabi’in masyhur karena perawi berjumlah lebih dari tiga orang  tetapi tidak mencapai mutawatir.





[1] M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta : Bulan Bintang,1991 ), h. 7-18
[2] Untuk lebih luas beberapa pengertian Takhrij lihat: Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, h. 115-116
[3] Tim Majma’ al-Lughah al-Arabiyah, al-Mu’jam al-Wajîz, (Mesir: Wazarah al-Tarbiyah wa al-Ta’lîm, 1997), h. 189
[4] Prof. Dr. Abdul Muhdiy bin Abdil Maujud, Thuruq Takhrîj Hadîtsi Rasulillah saw, (Mesir: Dâr al-I’tishâm, 1987) h. 9-11. Eliau adalah  seorang Hadis dan  Ilmu Hadis Universitas al-Azhar Cairo Mesir dan Dekan Fakultas Tafsir Hadis masa kini, penulis mendapat banyak pelajaran Hadis selama di Mesir. Di antara kitabnya tentang Takhrij adalah   
[5] Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi ,  h.42
[6] Abdu al-Muhdî, Thuruq Takhrîj…, h. 11
[7] Muhammad Syuhudi Isma`il ( Isma`il ), Metodologi Penelitian Hadis Nabi, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1992),  h. 4-5
[8] Muhammad `Alawî al-Malikî,  al-Manhal al-Lathîf fi Ushûl al-Hadîts al-Syarîf, (Jiddah : Mathâbi` Sihr,1982), Cet. Ke-4,  h. 32
[9] Lihat : Shalâh al-Dîn bin Ahmad al-Adlabî (al-Adlabî), Manhaj Naqd al-Matn, (Beirut: Dâr al-Aflâq al-Jadîdah,1983), h.238
[10] Abdul Majid Khon, Pemikiran Modern dalam Sunnah…,
[11] Al-’Asqalaniy, Tahdzîb al-Tahdzîb, juz  10, h. 205
[12] Al-’Asqalaniy, Tahdzîb al-Tahdzîb, juz 4, h. 176 
[13] Al- Raziy, al-Jarh wa al-Ta’dîl,  juz 1, h. 344